Sitorus, Yohannes Ali Sandro
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Anomali Cinta: Kedaulatan Allah yang Bebas dalam Mencintai Ciptaan-Nya Sitorus, Yohannes Ali Sandro
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 10, No 2: Juni 2024
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v10i2.176

Abstract

Every faithful person understands that God is a loving entity and loves His creation tremendously. His actions are understood as a manifestation of true love. However, is God's love a categorical or normative thing? Does God's love equate to the absence of hatred or "cruelty" based on a human lens? Therefore, this article examines God's freedom and sovereignty, which boils down to the dialectic of the themes of 'divine love' and 'divine violence'. The following step is to explore the participatory relationship between God and man through the person of Christ to emphasize God's sovereignty in loving His creation. The distinction between human love and the true love of God is made so that the connection between the two is not understood as a fusion. The culmination and offer of this article is that "true love" is God's identity and not a categorical understanding of theology, so His every action is a realization of His love. Abstrak Setiap pribadi yang beriman memaknai Allah sebagai entitas yang penuh kasih, dan sangat mencintai ciptaan-Nya. Tindakan yang dilakukan-Nya dipahami sebagai perwujudan cinta sejati. Kendati demikian, apakah cinta yang dimiliki oleh Allah merupakan sesuatu yang kategoris atau normatif? Apakah cinta yang dimiliki Allah sama dengan ketidak-ada-an kebencian atau “kekejaman” berdasarkan lensa manusiawi? Oleh karena itu, artikel ini meneliti tentang kebebasan dan kedaulatan Allah yang bermuara pada dialektika tema “kasih ilahi” dengan “kekerasan ilahi. Langkah berikutnya adalah mendalami keterhubungan yang partisipatif antara Allah dan manusia melalui pribadi Kristus untuk menekankan kedaulatan Allah dalam mencintai ciptaan-Nya. Pembedaan cinta manusia dan cinta sejati yang ada pada Allah dilakukan agar keterhubungan keduanya tidak dipahami sebagai sebuah peleburan. Puncak sekaligus tawaran dari artikel ini adalah “cinta yang sejati” adalah jati diri Allah dan bukan pemahaman teologis yang bersifat kategoris, sehingga setiap tindakan-Nya adalah perwujudan cinta-Nya.
Spiritualitas ngelai yang partisipatif: Meningkatkan gairah pelayanan gerejawi yang relasional Sitorus, Yohannes Ali Sandro; Tarigan, Karel Benridho
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.1013

Abstract

Church elders, deacons, and church members are the main elements of a church and have different functions. Moreover, the church elders and deacons are ecclesiastical ministers held by elected church members. Those three are different but, at the same time, is a unity of church members. Therefore, those three should synergize in the act of service as the realization of faith in Christ. Then, how can ordained ministers and church members perform ministry action passionately, even if it has different functions? This article will interpret ngelai as the spirituality of ministry with a dimension of participation. The unity of ordained ministers and church members manifests church life character, which has a relational dimension with Christ as the axis. Ngelai is then seen as the main power of those three to do an act of ministry as a responsibility of themselves as imago Christi that seek to imitate Christ the Head of the Church. AbstrakPertua, diaken, dan warga gereja adalah unsur utama dari suatu jemaat yang memiliki fungsi berbeda-beda. Kendati demikian, pertua dan diaken adalah jabatan gerejawi yang diemban oleh warga jemaat yang terpilih. Ketiganya berbeda tetapi di saat yang bersamaan adalah kesatuan utuh dari warga gereja. Oleh karena itu, ketiganya sudah seharusnya saling bersinergi dalam tindak-pelayanan sebagai wujud dari iman kepada Kristus. Lantas, bagaimana pelayan yang tertahbis dan warga gereja dapat melakukan tindak-pelayanan dengan penuh gairah sekalipun memiliki fungsi yang berbeda? Artikel ini mencoba untuk memaknai ngelai sebagai spiritualitas pelayanan yang memiliki dimensi partisipasi. Kesatuan dari pelayan tertahbis dan warga gereja menampakkan watak kehidupan gerejawi yang relasional dengan Kristus sebagai poros. Ngelai kemudian dilihat sebagai daya utama bagi ketiganya untuk melakukan tindak-pelayanan sebagai tanggung jawab dirinya adalah imago Chirsti yang berupaya untuk meniru Kristus Sang Kepala Gereja.
Kristonomi sebagai Hukum yang Hidup: Partisipasi, Ketaatan, dan Kebebasan Sitorus, Yohannes Ali Sandro
Immanuel: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 4, No 1 (2023): APRIL 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46305/im.v4i1.156

Abstract

This article discussed the concept of Christonomy as a constructive proposal based on the reading of Ephesians 4:17-32. Such a concept answered the problem of the tension between obedience and freedom of the new human (new self) as opposed to the old human (old self). Biblical, theological, and ethical approaches were employed, with special attention to the theology of participation. This article demonstrates that new humans are invited to confess the personhood Christ as the supreme ethical norm called “the Living Law” in response to the diversity of ethical norms. The Christonomic idea of Christ as the Living Law is also a new proposal that reconciles the classical problem of theonomy, autonomy, and heteronomy.AbstrakArtikel ini membahas konsep Kristonomi sebagai sebuah proposal konstruktif berdasarkan pembacaan atas Efesus 4:17-32. Konsep ini menjawab persoalan seputar ketegangan antara ketaatan dan kebebasan manusia baru yang berlawanan dengan manusia lama. Pendekatan-pendekatan biblis, teologis, dan etis dipergunakan, dengan perhatian khusus pada teologi partisipasi. Artikel ini memperlihatkan bahwa, dalam merespons kemajemukan norma etis, manusia baru diundang untuk mengakui pribadi Kristus sebagai norma etis terunggul, yaitu sebagai “Hukum yang Hidup”. Gagasan Kristonomis mengenai Kristus sebagai Hukum yang Hidup ini juga menjadi sebuah usulan baru yang memperdamaikan masalah klasik mengenai teonomi, otonomi, dan heteronomi.