Pratana, Yolanda Jenny
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengendalian Urine Output pada Diabetes Insipidus Sentral dengan Hipernatremia Berat Pasca Traumatic Brain Injury Pratana, Yolanda Jenny; Suarjaya, I Putu Pramana; Senapathi, Tjokorda GA; Sinardja, Cynthia Dewi
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 2 (2024): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i2.347

Abstract

Pendahuluan: Diabetes insipidus sentral (DIS) merupakan komplikasi cedera sekunder pada traumatic brain injury (TBI). Cedera neurohipofisis menyebabkan insufisiensi hipofisis posterior untuk mensekresi arginine vasopressin (AVP) dalam kondisi hiperosmolalitas. Prevalensi hipernatremia pada pasien dengan TBI lebih dari 35% dengan kemungkinan penyebab dehidrasi dan hipovolemia dengan tingkat mortalitas mencapai 86,8%.Ilustrasi Kasus: Kami melaporkan sebuah kasus dari pria berusia 20 tahun dengan DIS dan hipernatremia berat pasca TBI. Pasien menjalani operasi pemasanganan ventriculoperitoneal shunt dengan perawatan pasca operasi di ruang rawat intensif. Ditemukan poliuria dengan urine output 3,2 ml/kg/jam dengan kadar natrium 190 mmol/L. Koreksi hipernatremia dengan KA-EN 3B intravena dan intake cairan per oral diberikan sebagai pengganti free water deficit. Desmopressin oral diberikan sebagai kompensasi defisiensi AVP untuk mengurangi kehilangan cairan yang berlangsung. Respon baik tercapai pada hari kedua perawatan, ditunjukkan dengan penurunan urine output hingga 1,4 ml/kg/jam dan penurunan kadar natrium dengan target 10-12 meq/L/hari. Efek samping pemberian desmopressin tidak ditemukan pada pasien ini.Simpulan: Kasus ini menunjukkan bahwa pemantauan ketat dan terapi yang sesuai menghasilkan luaran yang baik pada pasien DIS dengan hipernatremia berat pasca TBI.
Peran Gabapentinoid dalam Strategi Analgesia Preemptif pada Mastektomi Radikal Termodifikasi: Tinjauan Naratif Pratana, Yolanda Jenny; Kurniajaya, I Gusti Agung Made Wibisana; Wirananggala, Nyoman Bendhesa
Jurnal Anestesiologi dan Terapi Intensif Vol. 1 No. 3 (2025): JATI Desember 2025
Publisher : Udayana University and Indonesian Society of Anesthesiologists (PERDATIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/ztnjkq21

Abstract

Nyeri pascaoperasi tetap menjadi tantangan utama pada pasien kanker payudara yang menjalani prosedur Modified Radical Mastectomy (MRM), dengan prevalensi nyeri sedang hingga berat mencapai hampir 70%. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah penggunaan analgesia preemptif dengan agen gabapentinoid, seperti pregabalin dan gabapentin, yang bekerja menghambat sensitisasi sentral serta menurunkan konsumsi opioid. Tinjauan naratif ini bertujuan mengevaluasi efektivitas kedua agen tersebut dalam mengurangi nyeri pasca-MRM, memperpanjang durasi bebas nyeri, dan menekan kebutuhan analgesik tambahan. Penelusuran literatur dilakukan melalui basis data PubMed, Scopus, ScienceDirect, dan Google Scholar dengan kata kunci “pregabalin”, “gabapentin”, “preemptive analgesia”, “modified radical mastectomy”, dan “postoperative pain”, mencakup publikasi berbahasa Inggris dan Indonesia periode 2013–2024. Hasil sintesis menunjukkan bahwa pregabalin dan gabapentin secara konsisten menurunkan skor nyeri Visual Analog Scale (VAS), memperpanjang waktu hingga permintaan analgesik pertama, dan mengurangi total konsumsi opioid pascaoperasi. Pregabalin dosis 150 mg menunjukkan efektivitas yang setara atau lebih baik dibandingkan gabapentin 900 mg, dengan onset kerja lebih cepat dan profil efek samping yang lebih ringan. Secara keseluruhan, gabapentinoid terbukti efektif dan aman sebagai bagian dari strategi analgesia multimodal pasca MRM, dengan pregabalin menunjukkan keunggulan farmakokinetik dan tolerabilitas yang lebih baik. Penelitian berskala besar dengan populasi homogen masih diperlukan untuk memperkuat rekomendasi klinis berbasis bukti.
Peran Gabapentinoid dalam Strategi Analgesia Preemptif pada Mastektomi Radikal Termodifikasi: Tinjauan Naratif Pratana, Yolanda Jenny; Kurniajaya, I Gusti Agung Made Wibisana; Wirananggala, Nyoman Bendhesa
Jurnal Anestesiologi dan Terapi Intensif Vol. 1 No. 3 (2025): JATI Desember 2025
Publisher : Udayana University and Indonesian Society of Anesthesiologists (PERDATIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/ztnjkq21

Abstract

Nyeri pascaoperasi tetap menjadi tantangan utama pada pasien kanker payudara yang menjalani prosedur Modified Radical Mastectomy (MRM), dengan prevalensi nyeri sedang hingga berat mencapai hampir 70%. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah penggunaan analgesia preemptif dengan agen gabapentinoid, seperti pregabalin dan gabapentin, yang bekerja menghambat sensitisasi sentral serta menurunkan konsumsi opioid. Tinjauan naratif ini bertujuan mengevaluasi efektivitas kedua agen tersebut dalam mengurangi nyeri pasca-MRM, memperpanjang durasi bebas nyeri, dan menekan kebutuhan analgesik tambahan. Penelusuran literatur dilakukan melalui basis data PubMed, Scopus, ScienceDirect, dan Google Scholar dengan kata kunci “pregabalin”, “gabapentin”, “preemptive analgesia”, “modified radical mastectomy”, dan “postoperative pain”, mencakup publikasi berbahasa Inggris dan Indonesia periode 2013–2024. Hasil sintesis menunjukkan bahwa pregabalin dan gabapentin secara konsisten menurunkan skor nyeri Visual Analog Scale (VAS), memperpanjang waktu hingga permintaan analgesik pertama, dan mengurangi total konsumsi opioid pascaoperasi. Pregabalin dosis 150 mg menunjukkan efektivitas yang setara atau lebih baik dibandingkan gabapentin 900 mg, dengan onset kerja lebih cepat dan profil efek samping yang lebih ringan. Secara keseluruhan, gabapentinoid terbukti efektif dan aman sebagai bagian dari strategi analgesia multimodal pasca MRM, dengan pregabalin menunjukkan keunggulan farmakokinetik dan tolerabilitas yang lebih baik. Penelitian berskala besar dengan populasi homogen masih diperlukan untuk memperkuat rekomendasi klinis berbasis bukti.