Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 memuat adanya konflik kepentingan dalam pengambilan Keputusan yang mengakibatkan hakim ketua Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi, dengan melalui putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor 02/MKMK/L/11/2023 telah membuktikan adanya pelanggaran serius terhadap kode etik dan prilaku hakim konstitusi yang dilakukan oleh Anwar Usman. Artikel ini meneliti akar permasalahan legal reasoning dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan mengkaji secara komprehensif serta dampak setelah putusan tersebut dikeluarkan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dengan melibatkan sumber sekunder seperti buku, makalah, dan artikel. Pendekatan konseptual, perundang-undangan, dan perbandingan digunakan untuk menganalisis bahan hukum, dengan fokus pada pola pikir yang relevan dengan isu hukum yang diteliti. Hasil analisis menyoroti adanya pelanggaran kode etik terkait prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan, kesetaraan, independensi, dan kepantasan yang dilakukan oleh hakim Anwar Usman, sebagaimana aturan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Meskipun demikian, penelitian juga menyoroti komponen keberhasilan hukum sendiri sangat dipengaruhi oleh tiga komponen utama seperti komponen struktural, komponen substansial, dan komponen kultural. Penelitian ini memiliki implikasi penting baik dalam ranah akademik, praktik,maupun kebijakan publik. Pertama dari segi akademik, penelitian ini menjadi referensi bagi studi hukum tata negara dan konstitusionalisme di masa depan, kedua dalam praktik hukum, penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami dan mengaplikasikan terkait prinsip prinsip legal reasoning yang lebih konsisten dan transparan, ketiga dari perspektif kebijakan publik, penelitian.