Sexual violence against children is a pervasive issue demanding urgent attention and effective preventive measures. The Ministry of Women's Empowerment and Child Protection (KemenPPPA) reported a disturbing rise in cases, reaching 9,588 in 2022 from 4,162 the previous year. As of January 1, 2023, the figures escalated to 15,820, highlighting a pressing need for intervention. This research proposes evaluating the effectiveness of the Child-Friendly City policy in mitigating the risk of sexual violence against children through qualitative methods, including in-depth interviews with stakeholders. Preliminary findings suggest the policy has positively impacted communities by enhancing access to sexual education, bolstering child protection systems, and raising awareness. However, challenges like ambiguous policy implementation and insufficient public understanding persist. To address these, recommendations include expanding sexual education initiatives, refining policy implementation strategies, and fostering stronger institutional collaboration. Ultimately, the research underscores the potential of the Child-Friendly City policy as a strategic tool in combatting sexual violence against children. Its efficacy hinges on a comprehensive understanding of policy execution, with proposed recommendations aimed at fortifying its success. By advocating for these enhancements, there's optimism for a future where children are better safeguarded within their communities.AbstrakKekerasan seksual pada anak merupakan ancaman serius yang memerlukan tindakan pencegahan yang efektif. Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Data terakhir yang tersaji yang di imput pada 1 januri 2023 terdapat 15.820 kasus kekerasan seskual dengan korban laki-laki 3.128 kasus dan perempuan 14.092 yang sudah terverifikasi dan belum terverifikasi. Penelitian ini mengusulkan evaluasi terhadap efektivitas kebijakan Kota Layak Anak dalam menurunkan risiko kekerasan seksual pada anak, dengan fokus pada penelitian kualitatif. Metode penelitian melibatkan wawancara mendalam dengan pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah daerah, praktisi perlindungan anak, dan masyarakat setempat. Hasil menunjukkan bahwa kebijakan Kota Layak Anak telah memberikan dampak positif dengan peningkatan akses pendidikan seksual, penguatan sistem perlindungan anak, dan peningkatan kesadaran masyarakat. Evaluasi mengungkap beberapa tantangan, seperti implementasi kebijakan yang kurang jelas dan kurangnya pemahaman masyarakat. Rekomendasi termasuk perluasan program pendidikan seksual, perbaikan pelaksanaan kebijakan, dan peningkatan kolaborasi antarlembaga. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Kota Layak Anak berpotensi sebagai landasan strategis dalam menangani kekerasan seksual pada anak. Kesimpulan ini didasarkan pada pemahaman mendalam terhadap implementasi kebijakan, dengan harapan bahwa rekomendasi yang diajukan dapat meningkatkan keberhasilan kebijakan ini.