Bahasa Sunda, dengan kompleksitas undak-usuk basa, memiliki peran penting dalam komunikasi di Jawa Barat, Indonesia. Mesin penerjemah Bahasa Sunda Loma ke Bahasa Sunda Halus menjadi tantangan karena penggunaan kata harus tepat sesuai konteksnya. Mesin ini penting sebagai alat pembelajaran Bahasa Sunda, mengingat banyaknya generasi yang kehilangan pemahaman terhadap bahasa daerah. Neural Machine Translation (NMT), terutama dengan model Long Short Term Memory (LSTM), menjadi solusi yang menjanjikan. Penelitian ini bertujuan mengimplementasikan LSTM dalam penerjemah Bahasa Sunda, tetapi penelitian terbaru masih kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimizer ADAM pada dataset duplikat menghasilkan akurasi terbaik, meskipun masih ada evaluasi yang kurang baik. Mesin penerjemah ini diharapkan dapat membantu pelestarian Bahasa Sunda di era digital. Evaluasi BLEU score menunjukkan kualitas terjemahan yang rendah pada dataset asli dan dataset duplikat dengan optimizer RMS, sementara dengan optimizer ADAM menunjukkan peningkatan signifikan, terutama pada dataset duplikat. Meskipun demikian, masih ditemukan evaluasi yang kurang baik pada dataset yang diduplikat. Sundanese, with its intricate speech levels, holds a pivotal role in West Java's communication. Translating from Loma to Formal Sundanese poses challenges due to precise contextual word usage. Crucial for Sundanese language preservation, a Neural Machine Translation (NMT) system using Long Short Term Memory (LSTM) models emerges promising, yet current research is limited.This study aims to implement LSTM in Sundanese translation, focusing on the ADAM optimizer's efficacy on duplicate datasets. While ADAM yields the highest accuracy, some evaluations remain suboptimal. The translation engine's role is vital in preserving Sundanese in the digital era. BLEU score evaluations show low translation quality with RMS and significant improvements with ADAM, especially in duplicates. However, deficiencies persist, notably in duplicated datasets. This endeavor addresses the decline in regional language comprehension among younger generations, fostering Sundanese language education.