Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Relevansi Misi Allah dalam Gereja Katolik Berdasarkan Tinjauan Injil Yohanes 3:16 Solosumantro, Heribertus; Suriyanto, Eduardus
Tepian : Jurnal Misiologi dan Komunikasi Kristen Vol. 4 No. 1 (2024): Jurnal Tepian (Juni)
Publisher : Program Studi Misiologi dan Komunikasi Kristen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51667/tjmkk.v4i1.1747

Abstract

This article aims to express a view about God's mission based on a study of the text of the Holy Bible and a study of the teachings of the Catholic Church. The text of the Holy Bible is a guide to the life of God's people in the Catholic Church, because the text expresses various meanings and values of life that are usually criticized and practiced in the life of faith of a community. The method used in this paper is a qualitative method with a hermeneutic approach. The three points of relevance that the author found in this article are findings that strengthen the roots of the faith and spiritual life of God's people in the Catholic Church. The three points include; social solidarity, the spirit of sacrificing boundaries without the people of God in the Catholic Church and total self-surrender. The third point of relevance of God's Mission in the lives of God's people in the Catholic Church is a strengthening of the meaning and practice of a life of faith that upholds the goodness of living together (bonum Communae).
Proses, Makna dan Relevansi Upacara Pongo dalam Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat Lempe, Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat Besli, Eugenius; Solosumantro, Heribertus
Jurnal Adat dan Budaya Indonesia Vol. 6 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jabi.v6i1.73234

Abstract

Keberadaan orang Manggarai sebagai pendukung kebudayaan menghasilkan berbagai warisan budaya yang menjadi ciri khas budaya Manggarai itu sendiri. Setiap proses budaya yang dilakukan memiliki nilai, implikasi dan relevansi yang penting bagi pembangunan hidup budaya suatu masyarakat. Perkembangan cara berpikir dan bertindak manusia zaman ini menghasilkan banyak kreasi, olahan dan tinjauan abstraksi yang mewarisi nilai-nilai sosial kehidupan yang berintegritas. Penelitian ini bertujuan mengkaji proses, makna dan relevansi upacara pongo dalam kehidupan Masyarakat Lempe dan juga sebagai tinjauan observasi kehidupan sosial-budaya dalam ranah kebudayaan masyarakat yang mengikat dan mentradisi. Metode penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mencakup studi kepustakaan, wawancara dan observasi sederhana di lapangan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa proses dan makna upacara Pongo itu terdiri dari tiga tahap utama yakni tahap awal, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Tahap awal upacara Pongo mencakup tahap wa mata dan tahap nempung woe, tahap pelaksanaan mencakup tahap tuak we’e, penawaran belis (paca), pongo kempu dan karong molas, serta tahap akhir mencakup tahap pedeng dan pembagian seng tadu lopa. Sementara itu, relevansi upacara pongo merujuk pada nilai-nilai budaya yang mengangkat dan memberdayakan kearifan lokal. Upacara pongo menghidupi sistem kekeluargaan dengan sikap penghargaan yang melampaui kedudukan sosial masyarakat dalam sistem yang berlaku. Nilai-nilai yang ditampilkan dalam acara pongo seperti tanggung jawab, menghormati satu sama lain, kekeluargaan yang tinggi, cinta kasih menjadi tolak ukur pembangunan kehidupan sosial-budaya masyarakat dalam sistem pemerintahan yang dijalankan. Mentalitas pembangunan itu hemat penulis adalah spirit pembangunan ruang sosial yang inklusif, terbuka dan transparan dalam menanggapi situasi zaman
Konsep Filosofis Budaya Lonto Leok di Manggarai dalam Perspektif Filsafat Dialogis Martin Buber Atu, Laurentius Florido; Solosumantro, Heribertus; Langgor, Marselinus
Borneo Review Vol. 2 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52075/br.v2i2.260

Abstract

Suatu kajian terhadap budaya lokal pada umumnya selalu berangkat dari tinjauan filosofis yang berakar dan menyentuh realitas kehidupan sosial masyarakat itu sendiri. Salah satu budaya yang menjadi fokus tulisan ini adalah budaya lonto leok di Manggarai, Flores, NTT. Dewasa ini problem kemanusiaan dalam kehidupan masyarakat adat terlebih khusus pemaknaan terhadap suatu budaya dari sudut pandang tertentu amat minim. Hal ini terjadi karena kurangnya keterbukaan relasi di dalam masyarakat antara yang satu dengan yang lain. Selain itu, kajian filosofis yang menjadi akar suatu budaya menjadi hal asing yang tidak diperhatikan secara serius. Tulisan ini bertujuan mengkaji nilai-nilai filosofis yang terdapat dalam budaya lonto leok di Manggarai ditinjau dari perspektif filsafat dialogis Martin Buber. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan, yakni menggali serta mengumpulkan tulisan-tulisan terdahulu yang membahas budaya lonto leok dari berbagai aspek dan kajian filosofis terhadap budaya lokal. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa nilai yang terkandung dalam budaya lonto leok yang dikaji dari perseptif filsafat Martin Buber, yakni lonto leok sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap sesama, lonto leok sebagai bentuk tanggung jawab, dan lonto leok sebagai bentuk rekonsiliasi. Nilai-nilai filosofis tersebut pada akhirnya berkontribusi bagi terciptanya keharmonisan, persatuan, dan perdamaian dalam kehidupan bersama masyarakat Manggarai.
Relevansi Etika Politik Peter Ludwig Berger bagi Pembangunan Pariwisata Premium di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur Solosumantro, Heribertus
Indonesian Character Journal Vol. 2 No. 1 (2025): Indonesian Character Journal
Publisher : Bina Nusantara University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21512/icj.v2i1.12257

Abstract

Abstract- The history of development in a reality of human life occupies a space and context of fundamental change. The space and context of change absorb the paradoxical dimensions of human life. Accommodation of interests that dominate position, authority, collective policies, and development values ​​also reduce the identity of development. This can be seen in the development of tourism in the premium city of Labuan Bajo. This paper aims to explain the political ethics of development as a concrete step in seeing, reflecting, and making decisions about the collective development of a society. A review of political ethics in development is an effort to understand the reality of injustice and discrimination of the morality of the rights of poor and oppressed minority communities. The results and discussion show that the reality of people's lives that live in the collective imagination of building the world of tourism development in Labuan Bajo also invites critical analytical reviews in the idealism of political development. Two main points found that as far as the concept of calculus of pain and calculus of meaning inhabits a political ethics of development, society gets an invitation to be involved in critical analysis and ethical sensitivity of collective development. Peter L. Berger is of the view that to become a whole human being certainly requires reflection as well as action. Keywords: Political ethics, Berger, Development, calculus of pain, calculus of meaning, Labuan Bajo. Abstrak Sejarah pembangunan dalam suatu realitas kehidupan manusia menempati ruang dan konteks perubahan yang fundamental. Ruang dan konteks perubahan itu menyerap dimensi-dimensi kehidupan manusia yang paradoksal. Akomodasi kepentingan-kepentingan yang menguasai kedudukan, wewenang, kebijakan kolektif, dan nilai pembangunan turut mereduksi identitas pembangunan. Hal ini terlihat dalam pembangunan pariwisata kota premium Labuan Bajo. Tulisan ini hendak menjelaskan etika politik pembangunan sebagai langkah konkrit dalam melihat, merefleksikan, dan mengambil keputusan pembangunan kolektif suatu masyarakat. Tinjauan etika politik dalam pembangunan adalah usaha memahami realitas ketidakadilan dan diskriminasi moralitas hak-hak minoritas masyarakat miskin dan tertindas. Hasil dan pembahasan menunjukan bahwa realitas kehidupan masyarakat yang tinggal dalam imajinasi kolektif membangun dunia pembangunan pariwisata di Labuan Bajo juga mengundang tinjauan kritis analitis dalam idealisme politik pembangunan. Dua poin utama yang ditemukan bahwa sejauh konsep calculus of pain dan calculus of meaning mendiami suatu etika politik pembangunan, masyarakat mendapatkan undangan keterlibatan dalam analisis kritis dan kepekaan etis suatu pembangunan kolektif. Peter L. Berger berpandangan bahwa untuk menjadi manusia seutuhnya tentunya membutuhkan refleksi sekaligus tindakan. Kata kunci: Etika politik, Berger, pembangunan, calculus of pain, calculus of meaning, Labuan Bajo.
Konsep tentang Tuhan dan Keterpautan Model Relasi dengan Tradisi Kristiani dalam Upacara Wuat Wa’i Orang Manggarai Solosumantro, Heribertus; Eugenius Besli; K. Sahputra, Thomas
Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100) Vol. 8 No. 1 (2024): Pentakostalisme dan moderasi beragama
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti, East Java

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54345/jta.v8i1.167

Abstract

Abstract This paper is a qualitative descriptive that explains the concept of God and the linkage of the relationship model with the Christian tradition in the wuat wa'i ceremony of the Manggarai people. The view of God as the highest being in the life of the Manggarai people reveals a reality of life between human faith and God the Creator and Ruler, the God who is involved and the eternal God. The dynamics of the life of the Manggarai people who adhere to local traditions and the influence of the Church link the situation where the Manggarai people place an intimate relationship with God the Universe. The results of writing using qualitative methods show that there are several concepts of the Manggarai people about God found in the wuat wa'i ceremony: God is the creator and ruler, God who is involved and God who is eternal. Furthermore, there are two relationship models that build the Manggarai Community in the wuat wa'i ceremony: Symbolic relations and the concept of Mediatorship. It was also found that the view that explains the symbols shows the relationship of the unity of life experience through the concept of mediatorship between the power of God and the struggle of the Manggarai people to find the God of the Manggarai people through rites that are carried out collectively. Thus, the wuat wa’i ritual of the Manggarai people underlines the power of immanence that enlightens the hearts and minds of humans in their journey to find God in the concepts and relationships that are built. Keywords: God, Wuat Wa’i, Christian Tradition, Manggarai. Abstrak Tulisan ini merupakan deskriptif kualitatif yang menjelaskan konsep tentang Allah dan keterpautan model relasi dengan tradisi Kristiani dalam upacara wuat wa’i orang Manggarai. Pandangan Allah sebagai wujud tertinggi dalam kehidupan orang Manggarai mengungkapkan suatu realitas kehidupan antara iman manusia dengan Allah Pencipta dan Penguasa, Allah yang terlibat dan Allah yang abadi. Dinamika kehidupan orang Manggarai yang berpegang pada tradisi lokal dan pengaruh Gereja menautkan situasi tempat orang Manggarai menaruh relasi yang intim dengan Allah Semesta. Hasil penulisan dengan penggunaan metode kualitatif menunjukkan bahwa ada beberapa konsep orang Manggarai tentang Tuhan yang ditemukan dalam upacara wuat wa’i: Allah adalah pencipta dan penguasa, Allah yang terlibat dan Allah yang abadi. Lebih lanjut, terdapat dua model relasi yang membangun Masyarakat Manggarai dalam upacara wuat wa’i: Relasi simbolik dan konsep Kepengantaraan. Ditemukan juga bahwa pandangan yang menjelaskan simbol-simbol menunjukkan relasi persatuan pengalaman hidup lewat konsep kepengantaraan antara kekuatan Allah dan perjuangan orang Manggarai menemukan Allah orang Manggarai lewat ritus-ritus yang dilakukan secara kolektif. Dengan demikian, ritus wuat wa’i orang Manggarai menggarisbawahi kekuatan imanensi yang mencerahkan hati dan pikiran manusia dalam perjalanannya menemukan Allah dalam konsep dan relasi yang dibangun. Kata Kunci: Allah, Wuat Wa’i, Tradisi Kristiani, Manggarai.
Merefleksikan Demokrasi Indonesia Pascapemilu 2024 dari Kacamata Filsafat Politik Jonathan Floyd Solosumantro, Heribertus; Leba, Adolfus
Indonesian Character Journal Vol. 2 No. 2 (2025): Indonesian Character Journal
Publisher : Bina Nusantara University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21512/icj.v2i2.13294

Abstract

This paper aims to critically reflect on the development of democracy in Indonesia through the lens of Jonathan Floyd’s Political Philosophy. The background of this paper is the attitudes and policies of political elites and oligarchs in Indonesia, particularly in the context of the 2024 General Elections, which deviate from the 1945 Indonesian Constitution and Pancasila as the guiding principles of Indonesian communal life. The author questions the political attitudes and understanding of the political elite, which tend to undermine democratic life among grassroots communities in Indonesia—such as the stipulation of the age limit for presidential and vice-presidential candidates in Article 67 of Law No. 7 of 2017 and the selective process in political party membership. The method used in this paper is qualitative research. The findings and discussion are presented in four parts. First, the author describes the history of democracy in Indonesia from the Reform Era to the present. Second, the author explains the current political situation in the context of Indonesia’s 2024 elections. Third, the author analyses Jonathan Floyd’s Political Philosophy. Fourth, the author applies Jonathan Floyd’s Political Philosophy as a critical tool to reflect on recent democratic practices in Indonesia. Through these four areas of discussion, the author offers recommendations for a political model that should be embraced in the context of post-2024 election democracy in Indonesia.
Kajian Filsafat Agama dalam Tradisi Barong Wae di Manggarai Solosumantro, Heribertus; Hadut, Aventinus Darmawan
Proceedings of The National Conference on Indonesian Philosophy and Theology Vol 2, No 1 (2024): Proceedings of The National Conference on Indonesian Philosophy and Theology
Publisher : Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/snf.v2i1.8489

Abstract

This article aimed to study the Barong Wae rite, a ceremony honoring the guardian spirit of water in Manggarai, Flores, according to religious philosophy. The traditional Manggarai society believes that water is a blessing given by water’s guardian spirit to support human life. The writers assume that this rite is an indication of confessing the existence of a supreme being. Therefore, the writers elaborate on this rite through religious philosophy study. In this study, the writers want to point Barong Wae rite out towards God’s existence. To analyze this case, the writers use qualitative-descriptive methods through document study. The result of this study is that, from a religious philosophy perspective, the tradition of Barong Wae can be used as a datum to prove the existence of God ontologically, cosmologically, teleologically, morally, and ethnologically.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk membuat kajian filsafat agama di balik ritus barong wae yakni upacara penghormatan kepada roh penjaga air di wilayah Manggarai-Flores. Masyarakat tradisional Manggarai meyakini bahwa air merupakan berkat yang diberikan oleh roh penjaga air untuk menunjang kehidupan manusia. Dalam pandangan penulis, barong wae ini merupakan satu indikasi adanya kepercayaan akan adanya wujud tertinggi. Atas dasar itu, penulis mengelaborasi tradisi Barong Wae dengan kajian filsafat agama. Melalui kajian filsafat agama penulis ingin menunjukkan bahwa dalam ritus Barong Wae terdapat pengakuan akan eksistensi Allah. Untuk menganalisis masalah ini penulis menggunakan metode kualitatif-deskriptif melalui studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, dari perspektif filsafat agama, tradisi Barong Wae dapat dipakai sebagai pintu masuk untuk membuktikan eksistensi Allah baik secara ontologis, kosmologis, teleologis, moral, maupun etnologis.