Ayodya Maheswara, Ida Bagus
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

The Impact of Marine Plastic Pollution in Asia-Pacific on Small-Scale Fisher’s Rights Ayodya Maheswara, Ida Bagus
Human Rights in the Global South (HRGS) Vol. 2 No. 2 (2023)
Publisher : Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56784/hrgs.v2i2.78

Abstract

This paper examines the impact of marine plastic pollution on small-scale fishers in Asia-Pacific countries and how the existing international law accommodates this problem. The research method used is doctrinal legal research with a statute approach and case approach using primary, secondary, and tertiary legal materials analysed with descriptive analytical techniques. The results show that Asia-Pacific is the most significant contributor to marine plastic pollution in the world as a region at the centre of the world's economic growth. The fisheries industry is one of the economic sectors that is the mainstay of countries in the Asia-Pacific, such as Indonesia, Australia, and China, because it contributes to a high Gross Domestic Product and becomes a job for small-scale fishers. However, marine plastic pollution is a problem because it contaminates fish, impacting fishermen's productivity. This has eliminated the rights of fishermen, especially the small-scale fisher, to obtain decent work and the right to an adequate standard of living. Meanwhile, the existing international law has yet to accommodate the plastic waste problem in the Asia-Pacific Ocean explicitly, so there is legal uncertainty that regulates this problem. This research concluded that the issue of marine plastic pollution in the Asia-Pacific must be handled seriously by formulating an agreement between countries in the region that contains more technical and specific arrangements to maintain the rights of small-scale fishers in obtaining decent work and adequate living standards.
TINJAUAN YURIDIS KONFLIK RELOKASI WARGA DI PULAU REMPANG BERDSARKAN PERSPEKTIF TEORI KEWENANGAN HUKUM Aritonang, Syofina Dwi Putri; Ayodya Maheswara, Ida Bagus
IBLAM LAW REVIEW Vol. 3 No. 3 (2023): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v3i3.228

Abstract

Penelitian ini untuk menelaah secara yuridis konflik yang terjadi akibat keputusan pemerintah melakukan relokasi warga di Pulau Rempang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus yang memanfaatkan bahan penelitian hukum primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian mendapati bahwa konflik terjadi setelah Pulau Rempang dijadikan lokasi pembangunan Rempang Eco City sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Keputusan tersebut menimbulkan permasalahan yang kompleks dan resistensi antar masyarakat Rempang dengan Pemerintah dan aparat karena sejumlah permasalahan seperti sulitnya mengakses mata pencaharian, perampasan tanah ulayat, dan capital violence bagi masyarakat Rempang untuk meninggalkan rumah mereka, dan dualisme jabatan Walikota Batam yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Berdasarkan kejadian tersebut, terdapat pihak yang bertanggungjawab atas pelaksanaan proyek ini, yakni BP Batam atas mandat yang diberikan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia. Meski demikian, karena kewenangan yang diberikan kepada BP Batam adalah mandat, maka penyelesaian konflik tetap harus ditanggung gugat oleh pemberi mandat yaitu Pemerintah Pusat. Selain itu, dualisme jabatan Walikota Batam dan Ketua BP Batam dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam pelaksanaan proyek Rempang Eco CIty.