The community has not fully paid attention to the regulations in the implementation of waqf, especially for those who do or give waqf. This causes uncertainty about the status of the waqf itself both juridically and administratively. The use of waqf land, like any other function, is for the benefit of the people, in accordance with Law No. 41/2004 on waqf, that is, the allocation of waqf land depends on the waqf pledge made. However, it is still found that the use of waqf land is different from the purpose of waqf, as is the case with MIS Al-Ikhlas and BKM Masjid Al-Ikhlas. This research aims to find out the problems of waqf disputes in the management of MIS Al-Ikhlas and Al- Ikhlas Mosque, as well as to analyse the law of management and status of waqf land without an authentic deed (reviewed from the Waqf Law No. 41 of 2004). The research method used is empirical legal research (Empiric Law Research) which includes a statute approach, case approach, and combines legal materials (juridical empirical) and uses in-depth interviews to enrich primary data. The results show that based on Law No. 41 of 2004, the legal position of Nazirs who are not registered with the Ministry of Religious Affairs and the Indonesian Waqf Board results in legal uncertainty of waqf land. The validity status of MIS Al-Ikhlas waqf land is declared invalid due to the absence of authentic deeds and appropriate registration. Waqf land is considered valid if it fulfils the pillars according to Law Number 41 of 2004 and the absence of an authentic deed triggers waqf disputes. Keywords: Waqf, Validity, Authentic Deed, Management Masyarakat belum sepenuhnya memberikan perhatian terhadap peraturanperaturan dalam pelaksanaan wakaf terutama bagi mereka yang melakukan ataumemberikan wakaf. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan dari status wakaf itu sendiri baik secara yuridis maupun administratif. Kegunaan tanah wakaf sebagaimana fungsi pada umumnya yakni bertujuan untuk kemaslahatan umat, sesuai UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yaitu peruntukan tanah wakaf adalah tergantung pada ikrar wakaf yang dibuat. Namun, masih ditemukan pemanfaatan tanah wakaf yang berbeda dengan tujuan wakaf sebagaimana halnya yang terjadi pada MIS Al-Ikhlas dan BKM Masjid Al-Ikhlas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan sengketa wakaf dalam pengelolaan MIS Al-Ikhlas dan Masjid Al- Ikhlas, serta menganalisis hukum pengelolaan dan status tanah wakaf tanpa akta otentik (ditinjau dari UU Wakaf No 41 Tahun 2004). Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (Empiric Law Research) yang meliputi pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan memadukan bahan-bahan hukum (yuridisempiris) serta menggunakan wawancara mendalam untuk memperkaya data primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan UU No. 41 Tahun 2004, kedudukan hukum Nazhir yang tidak terdaftar di Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia mengakibatkan ketidakpastian hukum tanah wakaf. Status keabsahan tanah wakaf MIS Al-Ikhlas dinyatakan tidak sah karena tidak adanya akta otentik dan pendaftaran yang sesuai. Tanah wakaf dianggap sah jika memenuhi rukun sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan ketidakadaan akta otentik memicu sengketa wakaf. Kata kunci: Wakaf, Keabsahan, Akta Otentik, Pengelolaan