Romzy, Fatih Mohammad
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Perpindahan ibu kota Provinsi Jawa Timur pada masa Revolusi Kemerdekaan tahun 1945-1949 Romzy, Fatih Mohammad; Sapto, Ari
Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 18, No 1 (2024): Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya dan Pengajarannya
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um020v18i12024p61-77

Abstract

This study aims to try to find answers to the problems of Why did the capital city of East Java province move during the independence revolution? And what were the conditions of East Java at that time?. The research method used in this writing is the historical research method which includes topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historiography by analyzing and interpreting archival sources, photos, newspapers, books, and articles. The results of this study indicate that the relocation of the capital city of East Java province was motivated by the intervention of the Netherlands with the outbreak of the November 10 incident in Surabaya. This resulted in the government having to be implemented outside Surabaya, so the government moved to Sepanjang (Sidoarjo), this relocation continued to other areas such as Mojokerto, Kediri, Malang, Blitar, and then returned to Surabaya after the Round Table Conference in Den Haag. Penelitian ini bertujuan untuk mencoba mencari jawaban dari permasalahan Mengapa Ibu Kota Provinsi Jawa Timur pada masa revolusi berpindah? Serta Bagaimana kondisi Jawa Timur pada masa itu?. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian sejarah yang meliputi pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi dengan menganalisis serta menginterpretasikan sumber arsip, foto, koran, buku, dan artikel. Hasil penelitian ini menunjukan bahwasannya perpindahan ibu kota provinsi Jawa Timur ini dilatarbelakangi dengan adanya intervensi dari Belanda dengan pecahnya persitiwa 10 November di Surabaya. Hal ini mengakibatkan jalannya pemerintahan harus dilaksanakan diluar Subabaya maka pemerintahan berpindah ke Sepanjang (Sidoarjo), perpindahan ini terus berlanjut ke daerah lainnya seperti Mojokerto, Kediri, Malang, Blitar, dan kemudian kembali ke Surabaya setelah Konfrensi Meja Bundar di Den Haag.