p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Buletin Konstitusi
Harahap, Muhammad Kholis
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KONSTITUSIONALITAS MASA WAKTU SENGKETA PEMILIHAN PRESIDEN DI MAHKAMAH KONSTITUSI Andryan, Andryan; Harahap, Muhammad Kholis
BULETIN KONSTITUSI Vol 4, No 2 (2023): Vol. 4, No. 2
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perselisihan hasil pemilihan umum yang terjadi pada pemilihan Presiden, Kepala Daerah Gubernur dan Walikota atau Bupati, anggota DPR, DPD dan DPRD  diadili dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi namun pada tiap tingkatan pemilu itu Mahkamah Konstitusi memiliki jangka waktu memutus yang tidak konsisten terhadap perkara perselisihan sengketa hasil pemilu, untuk sengketa pilpres MK diberi waktu maksimal 14 hari kerja sementara untuk sengketa pilkada MK diberi waktu yang cukup panjang yakni 45 hari kerja. Perbedaan antara jangka waktu memutus perselisihan hasil pemilihan umum tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap hasil putusan MK serta beban bagi pemohon dalam mempersiapkan alat bukti yang pada dasarnya Pilpres memiliki cakupan ruang lingkup pemungutan suara yang sangat luas dibandingkan dengan Pilkada yang hanya mencakup satu provinsi atau satu kabupaten/kota. Bukankah logikanya terbalik yang mestinya sengketa Pilpres diberikan waktu 45 hari memutus dan sengketa Pilkada hanya cukup 14 hari. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses persidangan terhadap sengketa hasil antara Pilpres dan Pilkada dan apa dampak jika jangka waktu mengadili sengketa perselisihan hasil Pilpres diperpanjang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Kesimpulan dalam penelitian ini menegaskan bahwa pembuktian yang dibebankan kepada pemohon sangat memiliki waktu yang sangat sempit sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum serta MK juga dalam keadaan yang sangat mendesak untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara selama 14 hari kerja dan apabila MK diberi perpanjangan waktu untuk memutus lebih dari 14 hari atau yang disarankan pada penelitian ini untuk 45 hari kerja maka sama sekali tidak menyebabkan Negara dalam keadaan vakum kekuasaan.
BERUBAHNYA PENDIRIAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PRESIDENTIAL THRESHOLD Harahap, Muhammad Kholis
BULETIN KONSTITUSI Vol. 5, No. 2 (2024): Vol 5, No 2
Publisher : BULETIN KONSTITUSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30596/konstitusi.v5i2.23306

Abstract

Sebanyak 33 kali judicial review soal presidential threshold telah dilakukan dan akhirnya pada pengujian ke 34 dalam Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 Mahkamah Konstitusi membatalkannya. Nyaris tidak ada lagi argumentasi dan dalil hukum yang bisa digunakan, semua teori sudah habis terpakai, ada faktor non hukum yang menyebabkan hakim merubah pendiriannya. Bahkan jika mencermati ratio decidendi hakim sebagian besar sudah pernah di argumentasikan oleh para pemohon sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu berubahnya pendirian hakim dalam membatalkan norma presidential threshold memberikan dua pertanyaan untuk dibahas lebih mendalam, yaitu pertama, Apa yang menyebabkan hakim Mahkamah Konstitusi berubah pendirian? kedua, bagaimana cara mengatur pencalonan kadidat pilpres di tahun 2029 mendatang pasca presidential threshold dihapus? Penelitian ini menggunakan penelitian normatif. Hasil dari penilitian ini menunjukkan bahwa ada faktor non hukum mengapa putusan ini bisa dikabulkan yaitu berubahnya komposisi hakim yang merupakan faktor utama, ada dua hakim yang masuk sebagai pemain baru, tiga orang hakim lainnya yang berubah pendirian, sementara hakim yang konsisten sejak awal mengatakan presidential threshold itu inkonstitusional hanya dua hakim. Ada teori yang bisa digunakan untuk membaca arah  pemikiran hakim yaitu judicial activism vs judicial restraints judicial heroes, bila dicermati kesembilan hakim MK itu mengambil putusan dengan cara seperti itu dan semua orang bisa membaca situasinya melalui dissenting opinion mereka. Mempersiapkan pemilu 2029 mendatang semua partai diwajibkan untuk menetapkan calon presiden harus melalui konvensi nasional (pre elementary election) di internal partai, bukan lewat ketua partai. Sebelum partai yang baru dibentuk berkompetisi di level nasional harus lebih dulu memperkuat basis dukungan di level lokal.