Selain memiliki modal politik dan modal ekonomi, calon kepala daerah hendaknya juga memiliki modal sosial yang kuat untuk memenangkan pemilihan kepala daerah (pemilukada). Salah satu contoh modal sosial ialah modal jaringan sosial pesantren. Pesantren memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Begitu pula dengan masyarakat Situbondo. Pesantren memiliki pengaruh politik yang kuat karena berakar pada corak budaya Madura Islam yang kental dalam masyarakat Situbondo yang menempatkan kiai dan pesantren sebagai sosok yang harus ditaati setelah orang tua. Hal ini dapat dilihat pada saat pemilukada Situbondo tahun 2020, dimana terdapat keterlibatan jaringan pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo dalam pemilukada Situbondo tahun 2020 yang berujung pada kemenangan pasangan calon Karna-Khorani. Sehingga penelitian ini bermaksud untuk menjabarkan bagaimana bentuk jaringan politik pesantren dalam pemilukada Situbondo 2020, mengapa pesantren terlibat dalam politik electoral dan bagaimana dampaknya terhadap pesantren itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendeketan kualitatif dan dianalisis menggunakan teori jaringan sosial Robert D. Putnam, dimana data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua jaringan yang terlibat dalam pemilukada Situbondo 2020, yaitu jaringan internal dan eksternal pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo. Adapun faktor yang melatarbelakangi keterlibatan jaringan pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo ialah dikarenakan internal dan eksternal. Sedangkan dampak dari keterlibatan jaringan pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo yaitu perluasan jaringan dan juga perpecahan internal jaringan pesantren.