Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pada Pasal 21 memberikan atribusi kewenangan baru kepada PTUN untuk menerima, memeriksa, dan memutus ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam Keputusan dan/ atau Tindakan Pejabat Pemerintahan. Menanggapi hal tersebut Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2015 sebagai pedoman beracaranya. Sebelum berlaku nya UU AP tersebut penyelesaian perkara unsur penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat Pemerintahan sebagaimana unsur menyalahgunakan kewenangan dalam Pasal 3 UU Tipikor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach), kasus (case approach), analitis (analytical approach) dan perbandingan (comparative approach). Data yang digunakan yakni data sekunder berupa studi kepustakaan, analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif.Terjadi conflict of norm terkait Peradilan mana yang berwenang mengadili perkara penyalahgunaan wewenang tersebut. Tidak ada perbedaan substansi antara penyalagunaan wewenang dan menyalahgunakan kewenangan, keduanya berasal dari ranah hukum administrasi negara yang kemudian di adopsi kedalam hukum pidana dengan doktrin otonomi hukum pidana. Implikasi dalam praktik pasca keluarnya UUAP tersebut adalah belum berjalan maksimal karena belum adanya persamaan perspektif dari kalangan hakim dan ahli menanggapi hal tersebut. UUAP dan PERMA tersebut sudah mengatur subjek, objek, dan prosedur nya, diundangkan nya sebuah peraturan perundang-undangan berarti sudah mengikat dan harus dijalankan sebagaimana amanat dari sebuah peraturan perundang-undangan.