Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Analisis hukum Islam terhadap perceraian dengan alasan suami masih menjalin komunikasi dengan mantan istri dan anaknya Irawan, Ah. Soni; Hafidz, Ilman Abdul; Armanda, Nanang Syaggaf
AS-SAKINAH Vol 1 No 2 (2023): Vol 1 No 2 Agustus 2023
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari'ah Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55210/jhki.v1i2.327

Abstract

Dalam perjalanan kehidupan berumah tangga tidak selamanya suami istri dapat mempertahankan kelangsungan rumah tangganya berjalan mulus, tidak sedikit rumah tangga suami istri putus karena perceraian. Mengenai alasan-alasan terjadinya perceraian dielaskan dalam KHI Pasal 116 huruf F bahwa antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertemgkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Hasil penelitian ini adalah pertimbangan hakim dalam permohonan cerai talak yang diajukan tersebut yaitu hakim menggunakan Pasal 22 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975, Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam yang pada pokoknya menegaskan bahwa dalam perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebagaimana Pasal 19 huruf F dapat diterima apabila telah cukup jelas sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri.
Implementasi Kaidah al-Yaqinu La Yuzalu Bi al-Syak Dalam Fiqh Munakahat Irawan, Ah. Soni; Nina Agus Hariati
FIQHUL HADITS : Jurnal Kajian Hadits dan Hukum Islam Vol 2 No 1 (2024): FIQHUL HADITS: Jurnal Kajian Hadits dan Hukum Islam
Publisher : Mahad Aly PP Zainul Hasan Genggong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The application of fiqh rules is not only focused on individual problems and worship (individual-vertical), but it’s also applied as a solution to various problems related to social-horizontal, one of which is a rule that explains the concept of convenience in order to eliminate burdens, difficulties and obstacles due to doubts in establishing a law correctly and with certainty, so that the right way is needed to determine the existence of legal certainty, that is by eliminating all doubts in it. This research aims to describe the implementation of the rules of al-yaqinu la yuzalu bi al-syak fiqh in relation to Islamic marriage law issues. This type of research is library research with a normative juridical approach. The results of the research show that this rule can be applied in several fiqh munakahat issues such as if there is doubt about the validity of the marriage due to a dispute between the two witnesses, doubt about the pronunciation of the husband's talaq kinayah towards his wife, doubt in determining when the woman's 'iddah period ends after her husband divorces her and various other munakahat fiqh issues.
EKSISTENSI WALI DALAM AKAD PERNIKAHAN PERSPEKTIF TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN Irawan, Ah. Soni
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 3 No 2 (2022): EL-AHLI : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam STAIN Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.968

Abstract

Eksistensi wali dalam akad pernikahan sampai saat ini masih menjadi perdebatan diantara fuqoha’, sebab tidak ada ayat al-Quran yang jelas secara ibarat al-nash menghendaki adanya wali dalam akad pernikahan. Jumhur ulama berpendapat bahwa keberadaan wali nikah merupakan syarat dan rukun sahnya suatu akad pernikahan, akibatnya perempuan tidak boleh dan tidak sah secara hukum apabila menikahkan dirinya sendiri tanpa restu walinya meskipun ia telah dewasa. Sedangkan menurut madzhab Imam Abu Hanifah perempuan yang sudah dewasa boleh dan sah menikahkan dirinya sendiri tanpa harus izin walinya, selama perempuan tersebut menikah dengan pasangan yang sekufu, bahkan menurutnya kehadiran wali dalam proses akad nikah sebatas pada hukum mustahab (disenangi), sehingga keberadaan wali tidak berpengaruh pada keabsahan akad nikah. Masing-masing pandangan yang dikemukakan oleh keduanya berdasar, baik secara ijtihad ushul linguistik (qat’iyyah dilalah) maupun rasional (al-qat al-mantiqi). Menghadapi problematika hukum yang masih diperdebatkan tersebut, penulis mencoba untuk mensinergikan antara dalil naqli dan dalil aqli serta memahami keaslian historis (qat’iyyah al-tsubut) kemudian dikontekstualisasikan dengan kondisi saat ini, sehingga kajian pembahasanya lebih komperhensif (holistik), tidak lagi atomistik (hanya sebatas pendapat satu atau dua ulama madzhab). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksistensi wali nikah dalam proses akad nikah dengan tinjauan teori double movement (gerak ganda), sebagai langkah upaya untuk mendorong umat Islam agar mendayagunakan pemikiran akalnya (ra’yu), penalaran analogis (qiyas), serta penalaran hukum (ijtihad) dalam rangka menelaah kembali hadis nabi tentang keberadaan wali dalam akad pernikahan yang menjadi perdebatan di kalangan ahli fikih untuk dikontekstualisasikan sesuai dengan situasi dan kondisi sosial saat ini.
EKSISTENSI WALI DALAM AKAD PERNIKAHAN PERSPEKTIF TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN Irawan, Ah. Soni
El-Ahli : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 3 No 2 (2022): EL-AHLI : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56874/el-ahli.v3i2.968

Abstract

Eksistensi wali dalam akad pernikahan sampai saat ini masih menjadi perdebatan diantara fuqoha’, sebab tidak ada ayat al-Quran yang jelas secara ibarat al-nash menghendaki adanya wali dalam akad pernikahan. Jumhur ulama berpendapat bahwa keberadaan wali nikah merupakan syarat dan rukun sahnya suatu akad pernikahan, akibatnya perempuan tidak boleh dan tidak sah secara hukum apabila menikahkan dirinya sendiri tanpa restu walinya meskipun ia telah dewasa. Sedangkan menurut madzhab Imam Abu Hanifah perempuan yang sudah dewasa boleh dan sah menikahkan dirinya sendiri tanpa harus izin walinya, selama perempuan tersebut menikah dengan pasangan yang sekufu, bahkan menurutnya kehadiran wali dalam proses akad nikah sebatas pada hukum mustahab (disenangi), sehingga keberadaan wali tidak berpengaruh pada keabsahan akad nikah. Masing-masing pandangan yang dikemukakan oleh keduanya berdasar, baik secara ijtihad ushul linguistik (qat’iyyah dilalah) maupun rasional (al-qat al-mantiqi). Menghadapi problematika hukum yang masih diperdebatkan tersebut, penulis mencoba untuk mensinergikan antara dalil naqli dan dalil aqli serta memahami keaslian historis (qat’iyyah al-tsubut) kemudian dikontekstualisasikan dengan kondisi saat ini, sehingga kajian pembahasanya lebih komperhensif (holistik), tidak lagi atomistik (hanya sebatas pendapat satu atau dua ulama madzhab). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksistensi wali nikah dalam proses akad nikah dengan tinjauan teori double movement (gerak ganda), sebagai langkah upaya untuk mendorong umat Islam agar mendayagunakan pemikiran akalnya (ra’yu), penalaran analogis (qiyas), serta penalaran hukum (ijtihad) dalam rangka menelaah kembali hadis nabi tentang keberadaan wali dalam akad pernikahan yang menjadi perdebatan di kalangan ahli fikih untuk dikontekstualisasikan sesuai dengan situasi dan kondisi sosial saat ini.
Studi komparasi Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974dan imam madzhab tentang wali adhol Shobur, Mufidus; Irawan, Ah. Soni
AS-SAKINAH Vol 1 No 1 (2023): Vol 1 No 1 Februari 2023
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari'ah Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55210/jhki.v1i1.280

Abstract

Wali adhol is a guardian who is reluctant to marry a woman who has reached puberty and has the right mind with a man of his choice even though each prospective bride wants her marriage to take place immediately. This research has two discussions, First: The nature of wali adhol according to Marriage Law Number 1 of 1974 and the opinion of the madzhab imams. Second: How is the law of wali adhol according to Marriage Law Number 1 of 1974 and the opinions of the madzhab imams. The results of this study can be concluded that Marriage Law Number 1 of 1974 is in line with the opinion of the majority of scholars, namely if the nasab guardian is adhol for reasons that are not shar'i or reasons that are not based on Islamic law, then the marriage of the bride-to-be using a judge's guardian is legal, considering that in the view of the Shafi'i madzhab and the majority of scholars state that the judge's guardian can function as a substitute for the nasab guardian and his status is not a representative of the nasab guardian due to emergency reasons.
Problematika Hukum Poligami di Indonesia Perspektif KH. Abdul Syakur Yasin Irawan, Ah. Soni
Al Maqashidi : Jurnal Hukum Islam Nusantara Vol. 6 No. 2 (2023): Al Maqashidi : Jurnal Hukum Islam Nusantara
Publisher : UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32665/almaqashidi.v6i2.2419

Abstract

Isu poligami dalam pemikiran Islam maupun realitas sosial era modern ini selalu menjadi kontroversi dan menarik untuk diperbincangkan. Diskursus tentang poligami tidak akan pernah berakhir karena memiliki legalitas hukum yang kuat seperti UU No. 1 Tahun 1974, meskipun pada prinsipnya perkawinan menganut asas monogami, akan tetapi realitanya akan berpeluang adanya ketentuan izin poligami. Penelitian ini bertujuan untuk  menganalisis pemikiran Abdul Syakur Yasin tentang konsep poligami dengan melihat perkembangan fakta sosial serta relevansinya dalam konteks ke-Indonesiaan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan, pendekatanya tekstual-kontekstual dan historis-filosofis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian ini bahwa Q.S. an-Nisa’ ayat 3 tidaklah menunjukkan arti perintah untuk berpoligami, melainkan perintah untuk memelihara dan merawat anak yatim, sehingga poligami tidak dihukumi wajib, akan tetapi hanya sebatas kebolehan kepada laki-laki yang mempunyai kepedulian penuh terhadap anak yatim. Syakur menganggap praktik poligami hanya sebagai jalan darurat yang aksesnya harus dipersulit dan disertai persyaratan yang ketat dengan adanya keharusan untuk menerapkan konsep al-‘Adil baina al-Aulad (keadilan diantara anak kandung dan anak tiri) bukan al-‘Adil baina al-Nisa’ (keadilan kepada para istri), karena keadilan kepada para istri tidak mungkin dapat diwujudkan, sehingga penerapan keadilan lebih ditujukan kepada seluruh anak, baik anak kandung maupun anak tiri bukan kepada para istri. Keywords: Law, Polygamy, Abdul Syakur Yasin. Abstrak: Isu poligami dalam pemikiran Islam maupun realitas sosial era modern ini selalu menjadi kontroversi dan menarik untuk diperbincangkan. Diskursus tentang poligami tidak akan pernah berakhir karena memiliki legalitas hukum yang kuat seperti UU No. 1 Tahun 1974, meskipun pada prinsipnya perkawinan menganut asas monogami, akan tetapi realitanya akan berpeluang adanya ketentuan izin poligami. Penelitian ini bertujuan untuk  menganalisis pemikiran Abdul Syakur Yasin tentang konsep poligami dengan melihat perkembangan fakta sosial serta relevansinya dalam konteks ke-Indonesiaan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan, pendekatanya tekstual-kontekstual dan historis-filosofis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hukum poligami yang terdapat dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 3 menurut pandangan Syakur, ayat tersebut tidaklah menunjukkan arti perintah untuk berpoligami, melainkan perintah untuk memelihara dan merawat anak yatim, sehingga poligami tidak dihukumi wajib, akan tetapi hanya sebatas kebolehan  kepada laki-laki yang mempunyai kepedulian penuh terhadap anak yatim, lebih lanjut Syakur menganggap praktik poligami hanya sebagai jalan darurat yang aksesnya harus dipersulit dan disertai persyaratan yang ketat dengan adanya keharusan untuk menerapkan konsep al-‘Adil baina al-Aulad (keadilan diantara anak kandung dan anak tiri) bukan al-‘Adil baina al-Nisa’ (keadilan kepada para istri), sehingga penerapan keadilan lebih ditujukan kepada seluruh anak, baik anak kandung maupun anak tiri bukan kepada para istri, karena keadilan kepada para istri tidak mungkin dapat diwujudkan. Kata Kunci: Hukum, Poligami, Abdul Syakur Yasin.