Eksploitasi tenaga kerja bukanlah kasus yang baru lagi. Sejak zaman penjajahan, eksploitasi tenaga kerja termasuk hal yang biasa. Ada yang mengiklankan melalui media sosial, media cetak, bahkan melalui mulut ke mulut. Meskipun bukan hal baru, eksploitasi tenaga kerja terus terjadi dan kian mencemaskan. Hal ini dikarenakan melibatkan tidak hanya para pelaku didalam Negara namun juga antar lintas Negara. Dengan berkembangnya teknologi informasi, komunikasi, dan transformasi modus kejahatan perdagangan orang semakin canggih. Para pelaku mencari korban-korban dari kalangan masyarakat kelas bawah. Tidak jarang para pelaku memberi bantuan kepada para korban dengan memberikan modal usaha ataupun hutang. Bahkan, ada yang menggunakan modus dengan memberikan penawaran beasiswa untuk melanjutkan pendidikan diluar negeri. Pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Koban (LPSK) ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa untuk perdagangan orang khususnya eksploitasi tenaga kerja tidaklah memandang jenis kelamin dan usia. Baik laki-laki ataupun perempuan, baik anak ataupun usia dewasa juga menjadi korban eksploitasi tenaga kerja. Sebagaimana larangan perdagangan orang untuk eksploitasi tenaga kerja tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah : ketentuan hukum pidana terhadap perdagangan orang dengan tujuan eksploitasi tenaga kerja, urgensi penegakan hukum pidana terhadap perdagangan orang dengan tujuan eksploitasi tenaga kerja, dan faktor-faktor yang membuat perdagangan orang dengan tujuan eksploitasi tenaga keja kian marak. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis. Diharapkan penelitian ini memberikan gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh.