Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat dan menempati posisi penting dalam beban penyakit tidak menular di dunia. Data global menunjukkan sekitar 850 juta orang hidup dengan PGK, dan jutaan di antaranya membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis atau transplantasi. Di Indonesia, tren serupa terjadi dengan peningkatan signifikan jumlah pasien aktif hemodialisis setiap tahunnya, terutama akibat diabetes melitus dan hipertensi. Kondisi ini menuntut penerapan tatalaksana yang komprehensif, meliputi fase predialitik dan intradialitik, sebagai upaya mempertahankan fungsi ginjal serta memperbaiki kualitas hidup pasien. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan pustaka (literature review) yang bersumber dari berbagai publikasi ilmiah dan pedoman nefrologi terkini, termasuk KDIGO 2024, The Lancet, dan New England Journal of Medicine periode 2016–2025. Hasil kajian menunjukkan bahwa terapi predialitik berfokus pada pengendalian tekanan darah, perbaikan metabolik, koreksi anemia, serta edukasi dan dukungan psikososial untuk menunda progresivitas penyakit. Intervensi seperti penggunaan ACE inhibitor, ARB, dan SGLT2 inhibitor terbukti menurunkan albuminuria serta memperlambat penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Sementara itu, terapi intradialitik bertujuan meningkatkan efisiensi dialisis dan stabilitas hemodinamik melalui latihan fisik selama dialisis (intradialytic exercise), pemberian nutrisi intradialitik, pendinginan dialisat, serta penerapan hemodiafiltrasi volume tinggi. Integrasi kedua fase terapi ini membentuk sistem penatalaksanaan berkelanjutan yang tidak hanya memperlambat progresivitas PGK tetapi juga meningkatkan outcome klinis, status fungsional, dan kualitas hidup pasien secara menyeluruh.