Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

SERTIFIKASI BATU MULIA: KEBUTUHAN AKAN SEBUAH REGULASI DEMI MELINDUNGI HAK KONSUMEN BATU MULIA DI INDONESIA Herman, Ronaldo Heinrich
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 7, No 1 (2023): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) (Januari)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v7i1.4246

Abstract

Terdapat ketidakpastian hukum mengenai keaslian batu mulia yang diperjualbelikan dan tingkatan kekuatan pembuktian dari kedua jenis sertifikat batu mulia di Indonesia yang melanggar hak konsumen atas informasi dan hak untuk memilih batu mulia yang diperjualbelikan. Sehingga demi menghindari kerugian yang melanggar hak mereka, konsumen akan memilih untuk tidak membeli batu mulia. Keputusan itu akan menyebabkan industri batu permata tidak memperoleh pendapatan, pembangunan perekonomian terhambat, dan angka pengangguran meningkat. Demi mencegah hal tersebut, maka perlu dilakukan regulasi mengenai kewajiban untuk melakukan sertifikasi dan juga tingkatan kekuatan pembuktian sertifikat batu permata memo dan bukan memo di Indonesia agar sertifikasi memperoleh legitimasi sebagai kewajiban untuk dilakukan dan konsumen memperoleh kepastian hukum mengenai kedua hal itu. Pada penelitian yang berbentuk socio-legal dengan pendekatan sosiologi hukum ini saya bertujuan untuk membuktikan bahwa sertifikat batu mulia bukan memo memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat dibandingkan yang berupa memo dan benar di Indonesia perlu dilakukan regulasi mengenai hal tersebut beserta kewajiban untuk melakukan sertifikasi demi melindungi hak konsumen dengan mewawancarai gemolog, pedagang, dan konsumen serta menganalisis berbagai bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berhubungan dengan penelitian saya
Kebutuhan Akan Pengakuan Agama Shinto Sebagai Salah Satu Agama Resmi Dalam Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Usaha Pemenuhan Hak Kebebasan Beragama Pemeluk Agama Shinto Di Indonesia Herman, Ronaldo Heinrich
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 7, No 2 (2023): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) (Maret)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v7i2.5022

Abstract

Walau Pemerintah Republik Indonesia tidak melarang warga negaranya untuk menganut agama Shinto, akan tetapi agama tersebut belum diakui sebagai salah satu agama resmi seperti keenam agama dalam ketentuan Penjelasan Pasal 1 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS/1965. Sebagai akibatnya ajaran agama Shinto tidak diajarkan dalam pendidikan agama di Indonesia sehingga mereka kesulitan dalam beribadah dan mendirikan rumah ibadah, serta mengalami kesulitan dalam pencatatan administrasi kependudukan. Bahkan ada yang menerima perlakuan diskriminatif karena tidak terdapat keterangan agama apa yang dianutnya dalam Kartu Tanda Penduduk. Berbagai kesulitan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah pemeluk agama Shinto di Indonesia sebagaimana diatur dalam Konsitusi dan juga Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Dalam penelitian hukum socio legal dengan pendekatan sosiologi hukum ini, saya bermaksud untuk menganalisis bagaimana agama Shinto sebagai salah satu agama yang membutuhkan pengakuan sebagai agama resmi di Indonesia dan juga bagaimana pengakuan terhadap hal tersebut dalam peraturan perundang-undangan dapat memenuhi hak penganut agama Shinto di Indonesia atas kebebasan beragama. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan sejumlah penganut agama Shinto di Jakarta dan juga berbagai peraturan perundang-undangan, buku, artikel jurnal, dan data dari internet yang berhubungan dengan penelitian ini. 
Evaluation of the Negative List for Investment in Historical Temple Objects: A Double-Edged Sword Herman, Ronaldo Heinrich
JIHAD : Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi Vol 7, No 3 (2025): JIHAD : Jurnal Ilmu Hukum Dan Administrasi
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jihad.v7i3.9321

Abstract

This research will recommend the government regulate the service sector of operating historical and archaeological tourism as a closed business sector. Law No. 25 of 2007 and the Presidential Regulation No. 44 of 2016 has classified this matter as a business sector that is closed to investment. But Law No. 11 of 2020 and Presidential Regulation No. 10 of 2021 provide an opportunity for investors to invest in the field of service operations for historical and archaeological tourism. These laws open job opportunities and provide foreign exchange for the state from tourism at historical sites such as temples. However, the increase in investment also attracts more visitors, which could potentially harm the preservation of the Temple. This research will evaluate both Law No. 11 of 2020 and Presidential Regulation No. 10 of 2021. The evaluation will suggest how Presidential Regulation No. 49 of 2021 should regulate the classification of the field of services for the operation of historical and archaeological heritage tourism. The business sector should be classified as a closed business sector to fulfil the rights of future generations to historical knowledge.