Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS JARIMAH QISHASH DALAM PERISTIWA PEMBUNUHAN BERENCANA DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM Ajmal Nazirul Mubiin; Azalia Carissa Asywaq; Eva Savariah; Fadlan Ridha Zainulhaq; Deden Najmudin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 1 No. 2 (2023): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v1i2.1498

Abstract

Pembunuhan berencana adalah tindak pidana merampas nyawa atau pembunuhan setelah direncanakan dalam waktu dan cara, yang bertujuan untuk memastikan berhasilnya pembunuhan dan juga untuk menghindari penangkapan. Penulisan artikel ini bertujuan mengetahui bagaimana perbandingan serta keterkaitan antara Hukum Qishash dan Pasal 340 KUHP mengenai Pembunuhan Berencana. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif, yaitu melakukan penelitian hukum melalui analisis data sekunder atau sumber-sumber kepustakaan dengan menggunakan pendekatan studi komparatif yaitu membandingkan 2 unsur atau lebih guna menemukan jawaban dari penelitian ini. Untuk pembunuhan berencana, KUHP memberikan sanksi pelanggar hukum yang paling berat di antara berbagai jenis pembunuhan, khususnya hukuman mati atau penahanan seumur hidup atau hukuman paling lama dua puluh tahun sesuai dalam Pasal 340 KUHP. Dibandingkan dengan Peraturan Positif Indonesia dan Hukum Pidana Islam, dalam Hukum Pidana Islam korban sebagai individu yang dirugikan oleh peristiwa perbuatan jahat lebih terjamin kebebasannya. Karena meskipun Jinayah merupakan peraturan pidana, namun kerangka pidananya menyerupai peraturan umum. Hakim hanyalah penengah (wasit) dan juri. Syariat tidak membedakan apakah pembunuhan itu direncanakan ataupun tidak, namun syariat mengklasifikasikannya hanya berdasarkan unsur kesengajaan. Oleh karena itu, selama pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja dan dengan persiapan terlebih dahulu, maka hukumnya tetap sama, terutama hukum qishash atau diyat.
CHILDFREE DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DITINJAU DARI HADITS RIWAYAT IMAM MUSLIM NO. HADITS 1631 Ajmal Nazirul Mubiin; Tajul Arifin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 2 No. 1 (2023): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v2i1.2003

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang fenomena childfree ditinjau dalam perspektif hadits riwayat Imam Muslim No. Hadits 1631. Childfree adalah sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami istri untuk tidak memiliki anak selama masa pernikahannya. Dengan pendekatan normatif al-Qur’an dan Sunnah dapat diketahui bahwa memiliki keturunan adalah sebuah anjuran dalam Islam bukanlah sebuah kewajiban. Sehingga childfree tidak termasuk pada kategori perbuatan yang dilarang, karena setiap pasangan suami istri memiliki hak untuk merencanakan dan mengatur kehidupan rumah tangganya termasuk memiliki anak. Meski begitu, walaupun tidak ada ayat yang secara langsung melarang childfree, sebagai manusia yang meyakini Allah SWT, pilihan untuk childfree dapat dikatakan sebagai pilihan atau pemikiran yang menyimpang dari fitrah kehidupan berumah tangga dan tidak bijaksana karena Allah SWT menjamin kelangsungan hidup setiap hambanya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dalam arti tidak terjun langsung di lapangan, dengan teknik pengumpulan data studi literatur atau studi kepustakaan (library research), serta dilakukan analisis dengan metode deskriptif. Pandangan childfree ini jika didasarkan karena alasan takut tidak mampu menyekolahkan anak atau sebab lain yang tidak didasarkan pada keadaan darurat ('illat), maka dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Dilihat dari hadits ini juga terdapat isyarat adanya keutamaan menikah dan memperbanyak keturunan supaya mendapatkan keturunan sholeh sehingga bermanfaat nantinya ketika kita telah meninggal dunia, ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki anak yang mendoakan kebaikannya akan mendapat kemudahan di akhirat dan mendapat pintu-pintu rezeki dari Allah SWT. Kajian ini menyimpulkan bahwa betapa pentingnya memiliki serta merawat anak sebagai salah satu bentuk syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan-Nya.