Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Dari Naskah Kuno Menjadi Komik: Alih Wahana Teks Mahabharata ke dalam Komik Wayang Ala Manga Widyaningrum, Rahmatia Ayu
Jurnal Seni Urban dan Industri Budaya Vol 7, No.2: Oktober 2023
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v7i2.166

Abstract

This article describes the media transfer process of the long epic Mahabharata into a comic series entitled Baratayuda. The transfer media for the Mahabharata text analyzed in this study is the end of chapter (parwa) four, “Virata Kingdom”, and the beginning of chapter (parwa) five of the Mahabharata epic, namely “Preparations for War”. This part was transferred in the form of the Baratayuda comic series volume 4 entitled “Midnight Negotiations”. The characters in the Baratayuda comic are compared with the manga comic, Saint Seiya. The Baratayuda comic does not directly imitate the character of the knight in Saint Seiya. However, when reading the Barayuda comic, the reader’s association will immediately focus on the manga comic because the characters highlighted are very similar to the manga knight comic characters because of the similarity in the visualization of the five hero characters in both comics. as well as panels - the Baratayuda comic which adapts the manga comic model, Saint Seiya. The transfer of the Mahabharata text is a form of creativity in processing the manuscript text into a more popular form. Therefore, this research provides an illustration that ancient manuscripts that are difficult to reach by the general public can be transformed into a more contemporary form so that they can be accessed by the wider community. Tulisan ini menguraikan proses alih wahana epos panjang Mahabharata menjadi serial komik yang berjudul Baratayuda. Alih wahana teks Mahabharata yang dianalisis dalam kajian ini adalah akhir parwa empat, ”Kerajaan Wirata”, dan awal parwa lima epos Mahabharata, yaitu ”Persiapan Perang”. Bagian tersebut dialihwahanakan dalam bentuk komik seri Baratayuda jilid 4 yang berjudul ”Perundingan Tengah Malam”. Karakter tokoh dalam komik Baratayuda dibandingankan dengan komik manga, Saint Seiya. Komik Baratayuda pada dasarnya tidak serta merta meniru secara langsung karakter tokoh ksatria dalam Saint Seiya. Namun, ketika membaca komik Baratayuda, asosiasi pembaca akan langsung tertuju pada komik manga karena karakter yang ditonjolkan sangat mirip dengan karakter komik ksatria manga sebab kesamaan visualisasi lima tokoh hero pada keduanya. Pembahasan dalam tulisan ini juga menguraikan kecenderungan bentuk karakater—baik tokoh, background, maupun panel—komik Baratayuda yang mengadaptasi model komik manga, Saint Seiya. Alih wahana teks Mahabharata merupakan bentuk kreativitas dalam mengolah teks manuskrip menjadi bentuk yang lebih populer. Oleh sebab itu, penelitian ini memberikan gambaran bahwa naskah kuno yang sulit dijangkau oleh masyarakat umum dapat diubah menjadi bentuk yang lebih kontemporer agar dapat diakses oleh masyarakat luas.   TRANSLATE with x EnglishArabicHebrewPolishBulgarianHindiPortugueseCatalanHmong DawRomanianChinese SimplifiedHungarianRussianChinese TraditionalIndonesianSlovakCzechItalianSlovenianDanishJapaneseSpanishDutchKlingonSwedishEnglishKoreanThaiEstonianLatvianTurkishFinnishLithuanianUkrainianFrenchMalayUrduGermanMalteseVietnameseGreekNorwegianWelshHaitian CreolePersian //  TRANSLATE with COPY THE URL BELOW Back EMBED THE SNIPPET BELOW IN YOUR SITE Enable collaborative features and customize widget: Bing Webmaster PortalBack//   This page is in Indonesian Translate to English    AfrikaansAlbanianAmharicArabicArmenianAzerbaijaniBengaliBulgarianCatalanCroatianCzechDanishDutchEnglishEstonianFinnishFrenchGermanGreekGujaratiHaitian CreoleHebrewHindiHungarianIcelandicIndonesianItalianJapaneseKannadaKazakhKhmerKoreanKurdish (Kurmanji)LaoLatvianLithuanianMalagasyMalayMalayalamMalteseMaoriMarathiMyanmar (Burmese)NepaliNorwegianPashtoPersianPolishPortuguesePunjabiRomanianRussianSamoanSimplified ChineseSlovakSlovenianSpanishSwedishTamilTeluguThaiTraditional ChineseTurkishUkrainianUrduVietnameseWelsh Always translate Indonesian to EnglishPRO Never translate Indonesian Never translate jurbalurban.pascasarjanaikj.ac.id
Konektivitas Jawa-Bugis melalui Jalur Rempah Nusantara: Studi Komparasi Primbon Jawa dan Kutika Bugis Widyaningrum, Rahmatia Ayu; Dwiadmojo, Ghis Nggar
Jurnal Bahasa dan Sastra Vol 12, No 2 (2024)
Publisher : Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24036/jbs.v12i2.127981

Abstract

This research aims to compare the text contained in the Palintangan Palindhon Pakedutan Primbon Manuscript (Add 12311) in the collection of the British Library, which is in Javanese language, with the Kutika Ugi' Sakke Rupa (PRI/15/MMK/KKT 1530) in the collection of the Mulawarman Museum, East Kalimantan, which is in Bugis language. Both manuscripts contain text containing information on the quality of the days of the month. Both texts have the characteristics of primbon, namely a Javanese literary genre that contains various knowledge. Even though the Bugis people do not know the word primbon, the closeness of the Kutika Ugi' Sakke Rupa text to the Primbon Palintangan Palindhon Pakedutan shows that there is a connection between the two cultures that has been going on for a long time. Before the term primbon was known by Javanese people, namely during the Kawi era, the cross-culture was one of the impacts of trade activities on the spice route. Through the spice route, the two cultures are connected. The similarities and differences found in the two texts reinforce that the relationship between Javanese and Bugis is not only diplomatic but can also be found through material culture. This connection also explains that the similarities between the two are a monogenesis phenomenon.
Misengi Élo’na Lopié: Menelaah Pesan Kutika dalam Budaya Bahari Bugis Widyaningrum, Rahmatia Ayu
Manuskripta Vol 12 No 2 (2022): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v12i2.151

Abstract

The Kutika Manuscripts in the Bugis language found in the Kalimantan Islands are a track record of the knowledge and existence of the Buginese in the area. This text can be associated with the culture of massompe' or migrating among the people of South Sulawesi. This study opens a space for discussion about the concept of maritime culture of the Bugis tribe based on the Kutika script. This article uses philological studies for textual analysis on the manuscript of Kutika Ugi 'Sakke Rupa (KUSR) which comes from the collection of the Mulawarman Museum in East Kalimantan. This study analyzes how the environmental awareness of the Bugis community is based on a small aspect in the process before sailing which is called misengi élo'na lopié as the etiquette of communicating with boats. The results of this study reveal that the boat is associated with a soul and will. This finding is related to the Merleau-Ponty concept of body ontology regarding body intentionality. Overall, this research contributes to the scientific realm by not only introducing local knowledge found in ancient texts, but also elaborating philosophical values related to the way Bugis people read nature and the sea. === Naskah Kutika berbahasa Bugis yang terdapat di Kepulauan Kalimantan merupakan rekam jejak pengetahuan dan keberadaan orang Bugis di daerah tersebut. Naskah ini dapat dikaitkan dengan budaya massompe’ atau merantau di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kajian ini membuka ruang diskusi tentang konsep budaya bahari suku Bugis berdasarkan naskah Kutika. Artikel ini menggunakan kajian filologi untuk analisis tekstual pada naskah Kutika Ugi 'Sakke Rupa (KUSR) yang berasal dari koleksi Museum Mulawarman di Kalimantan Timur. Penelitian ini menganalisis bagaimana kesadaran lingkungan masyarakat Bugis berdasarkan satu aspek kecil dalam proses sebelum berlayar yang disebut misengi élo'na lopié sebagai etika berkomunikasi dengan perahu. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perahu diasosiasikan memiliki jiwa dan kehendak. Temuan ini dikaitkan dengan konsep ontologi tubuh Merleau-Ponty mengenai intensionalitas tubuh. Secara keseluruhan, penelitian ini berkontribusi dalam ranah ilmiah yang tidak sekadar memperkenalkan pengetahuan lokal yang terdapat di dalam naskah kuno, melainkan juga menguraikan nilai-nilai filosofis yang berhubungan dengan cara manusia Bugis membaca alam dan laut.
Dari Makkah ke Bantaeng: Potret Sosial Bantaeng Abad XX Berdasarkan Catatan Harian Haji Abdul Rahman Widyaningrum, Rahmatia Ayu
Manuskripta Vol 14 No 2 (2024): Manuskripta: Special Issue Dreamsea Student Research 2023
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v14i2.20

Abstract

This article describes and analyzes the Catatan Harian Haji Abdul Rahman (handwritten diary of Haji Abdul Rahman-CHAR), a collection belonging to the people of Bantaeng, South Sulawesi, and digitized by Dreamsea with the code DS 0052 00001. Composed based on the author's personal social experiences, the CHAR reveals a shift in the trend of diary writing in early 20th century South Sulawesi. Traditionally, handwritten diaries often recorded royal activities. However, the CHAR, written by a religious leader, focuses on the author's social interactions with the community. This study aims to unravel the information spread across the years 1912-1968, shedding light on the social conditions, educational advancements, and technological developments in early 20th century Bantaeng society. The CHAR manuscript serves as evidence that diary writing in South Sulawesi was not confined to royal circles but was prevalent among various societal strata.=== Artikel ini mendeskripsikan dan menguraikan teks naskah Catatan Harian Haji Abdul Rahman (CHAR) koleksi masyarakat Bantaeng, Sulawesi Selatan yang telah didigitalisasi oleh Dreamsea dengan kode DS 0052 00001. Teks ini disusun berdasarkan peristiwa-peristiwa sosial yang dialami langsung oleh penulis. Haji Abdul Rahman sebagai pemilik dan juga penulis CHAR menunjukkan bahwa pada awal abad ke-20 terjadi pergeseran tren catatan harian di Sulawesi Selatan. Pada umumnya, manuskrip catatan harian memuat informasi yang berkenaan dengan kegiatan raja. Namun, teks CHAR ditulis oleh seorang pemuka agama dan lebih menyoroti interaksi sosial antara sang penulis dengan masyarakat sekitarnya. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan sebaran informasi yang ditulis pada rentang tahun 1912 sampai 1968 M yang mengungkapkan kondisi sosial, kemajuan pendidikan, dan teknologi yang telah digunakan masyarakat Bantaeng pada awal abad ke-20. Manuskrip CHAR menjadi bukti bahwa tradisi penulisan catatan harian di Sulawesi Selatan tidak hanya terbatas pada ruang lingkup kerajaan, tetapi juga tersebar di seluruh lapisan masyarakat.