Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi manajemen komunikasi krisis yang dijalankan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Kabinet Adbhinara dalam aksi solidaritas Justice for Een Jumianti. Kasus ini merupakan tragedi pembunuhan salah satu mahasiswi UTM yang memicu respons sosial masif dari civitas akademika, terutama organisasi mahasiswa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, serta dokumentasi media sosial dan publikasi resmi BEM. Penelitian ini menggunakan teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) yang dikembangkan oleh Coombs untuk menganalisis tiga tahap krisis: pra-krisis, saat krisis, dan pasca-krisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BEM KM UTM merespons krisis secara cepat dengan membentuk tim advokasi hukum, menyusun dasar hukum tuntutan berdasarkan Pasal 340 KUHP, serta menyebarluaskan pesan publik melalui media sosial dan aksi lapangan. Pada tahap krisis, organisasi menjalankan komunikasi terbuka dan konsisten melalui kampanye digital, pernyataan sikap, dan audiensi resmi dengan pihak kampus dan aparat hukum. Setelah vonis dijatuhkan, BEM melanjutkan tahapan pasca-krisis dengan evaluasi internal dan dokumentasi kelembagaan sebagai model advokasi kampus ke depan. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi organisasi mahasiswa dapat memainkan peran krusial dalam pengelolaan krisis sosial dan menjadi alat perjuangan keadilan yang efektif. Strategi komunikasi yang cepat, empatik, dan berbasis hukum terbukti mampu membangun solidaritas publik dan mendorong respons aparat terhadap kasus hukum.