Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PENERAPAN PRIMUM REMEDIUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH PIMPINAN DIVISI TRESURI PT. BANK SUMUT: STUDI PUTUSAN NOMOR 41/PID.SUS-TPK/2020/PN MDN Samuel Yoshua Sibarani; Ediwarman; Alvi Syahrin; Marlina
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 3 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Maret
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i3.206

Abstract

Sistem peradilan pidana dalam memberikan efek jera dapat dilakukan melalui penerapan hukuman premium remedium salah satunya untuk penegakan Tindak Pidana Korupsi di bidang perbankan pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 41/Pid.Sus-TPK/2020/PN Mdn. Permasalahan dalam Penelitian ini adalah pertanggung jawaban hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan, penerapan Primum Remedium dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi dan analisa terhadap putusan Majelis Hakim berdasarkan Putusan Nomor 41/Pid.Sus-TPK/2020/PN Mdn.  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian normatif dan sifat penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan guna memperoleh bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kemudian bahan tersebut dianalisa secara kualitatif dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.  Hasil penelitian ini adalah pertanggung jawaban hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi dalam bidang perbankan diatur dalam Undang-Undang Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi yang secara khusus memang dimaksudkan untuk memberantas tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Penerapan Primum Remedium dalam UU Pemberatan Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat dari adanya ketentuan sanksi pidana lebih dimaksudkan untuk memberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (kejahatan). Putusan Majelis hakim Perkara dalam Perkara Nomor 41/Pid.Sus-TPK/2020/PN Mdn tidak relevan sebagai perwujudan penerapan Primum Remedium. Hal tersebut dapat diketahui bahwa baik majelis hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan kasasi terkesan tidak menunjukkan pembentukan anti korupsi yang bisa dilihat hanya setengah dari pidana yang dituntut oleh jaksa yang dikabulkan oleh majelis hakim.