Tujuan penelitian menganalisis force majeure dalam kontrak perjanjian hutang piutang menurut KUHPerdata: (2) mengetahui akibat hukum perjanjian hutang piutang dengan alasan force majeure. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normative. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Penyelesaian perjanjian utang piutang dengan alasan keadaan memaksa dapat dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1244-1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur bahwa terdapat empat unsur yang harus terpenuhi dan dibuktikan untuk mengatahui suatu peristiwa sebagai keadaan force majeure. (2) Penyelesaian utang piutang dalam keadaan force majeure dapat dilakukan berupa renegosiasi kontrak antara para pihak yang terlibat, restrukturisasi utang, atau pengurangan bunga. Jika penyelesaian damai tidak tercapai, maka sengketa dapat dibawa ke pengadilan dan juga jika penyelesaian utang piutang debitur meninggal dunia dan debitur memiliki ahli waris maka perjanjian utang piutangnnya akan berlanjut dan tanggungannya diberikan kepada ahli warisnya, sedangkan jika debitur tidak memiliki ahli waris maka perjanjian utang piutang tersebut telah dianggap selesai. The research objective is to analyze the force majeure in debt and receivable agreements according to the Civil Code: (2) to determine the legal consequences of debt and receivable agreements based on force majeure. This research uses a normative legal research type. The results of this research show: (1) Settlement of debt and receivable agreements based on force majeure can be carried out by referring to the provisions of Article 1244-1245 of the Civil Code which stipulates that four elements must be fulfilled and proven to recognize an event as a force majeure. majeure. (2) Settlement of debts and receivables in a force majeure situation can be done through contract renegotiation between the parties involved, debt restructuring, or interest reduction. If an amicable settlement is not reached, then the dispute can be brought to court also if the debtor dies and the debtor has heirs then the debt and receivables agreement will continue and the debt will be given to his heirs, whereas if the debtor has no heirs then the debts and receivables agreement has been considered complete.