Artikel ini membahas teori nasakh yang dikembangkan oleh Abdullahi Ahmed An-Na’im sebagai pendekatan progresif dalam mereformasi hukum pernikahan Islam agar relevan dengan kebutuhan modern. Nasakh, yang secara tradisional dipahami sebagai penggantian ayat Al-Quran berdasarkan urutan pewahyuan, ditafsirkan ulang oleh An-Na’im untuk menekankan nilai-nilai universal seperti keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Ia berpendapat bahwa ayat-ayat Madinah yang berfokus pada konteks sosial patriarkal masa lalu perlu ditinjau ulang dengan mengacu pada ayat-ayat Mekah yang lebih inklusif dan universal. Dalam hukum pernikahan, An-Na’im mengusulkan kesetaraan gender dalam hak dan kewajiban antara suami dan istri, hak perceraian yang adil, pembagian tanggung jawab finansial, perlindungan dari kekerasan dalam rumah tangga, serta hak pengasuhan anak yang berfokus pada kepentingan terbaik anak. Beberapa negara Muslim, seperti Tunisia dan Maroko, telah mengimplementasikan reformasi hukum keluarga yang sejalan dengan gagasan ini. Namun, teori An-Na’im juga menghadapi kritik dari kalangan konservatif yang menilai pendekatannya terlalu liberal. Meski demikian, teori nasakh ini memberikan dasar untuk mendekonstruksi hukum pernikahan Islam dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip keadilan Islam, sekaligus memastikan relevansinya di tengah perubahan sosial. Artikel ini menyimpulkan bahwa pandangan An-Na’im membuka peluang besar untuk menciptakan hukum pernikahan Islam yang lebih responsif terhadap nilai-nilai modern tanpa mengabaikan esensi ajaran Islam.