Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGGUNAAN WANGSALAN DALAM TINDAK BERBAHASA MASYARAKAT DI DESA BENDO KECAMATAN GONDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG Purbosari, Riris
(JIBS) JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Vol. 10 No. 2 (2023): JIBS : JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Publisher : Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21067/jibs.v10i2.9339

Abstract

Each society's language acts have their own characteristics as a reflection of culture, including the language acts of Javanese society. One of the cultural riches of Javanese society, especially in terms of language, is wangsalan. Wangsalan reflects the sophistication of Javanese thinking. Javanese people cultivate language through the creation of wangsalan. Wangsalan is still often used by people in Bendo Village Gondang District Tulungagung Regency for daily communication activities. The theoretical basis used in this research is ethnolinguistics with a semiotic approach. This research uses descriptive qualitative research methods. The data source in this research is the people of Bendo Village Gondang District Tulungagung Regency. The research data is in the form of oral data, namely the speech of the people in Bendo Village which contains wangsalan. The method used in providing data is the listening and speaking method. At the analysis stage, the researcher observes and describes the problem in the research object. There were 21 wangsalan usage data that were collected. Based on research, there are three types of wangsalan used in everyday communication, namely wangsalan lamba, wangsalan rangkep, and wangsalan memet. The use of wangsalan by Javanese people is related to thought and mental exercise. The communicative function of using wangsalan based on research data is the function of advising, flattering, insinuating, reminding, notification, requesting, ordering, and making small talk.Tindak berbahasa setiap masyarakat memiliki kekhasan sebagai cerminan kebudayaan, termasuk tindak berbahasa masyarakat Jawa. Salah satu kekayaan kebudayaan masyarakat Jawa, khususnya dalam hal berbahasa, adalah wangsalan. Wangsalan mencerminkan kecanggihan berpikir masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa mengolah bahasa melalui penciptaan wangsalan. Wangsalan masih sering digunakan oleh masyarakat di Desa Bendo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung untuk kegiatan berkomunikasi sehari-hari. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnolinguistik dengan pendekatan semiotika. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Bendo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung. Data penelitian berupa data lisan, yaitu tuturan masyarakat di Desa Bendo yang memuat wangsalan. Metode yang digunakan dalam penyediaan data adalah metode simak dan cakap. Pada tahap analisis, peneliti mengamati dan menguraikan masalah pada objek penelitian. Terdapat 21 data penggunaan wangsalan yang berhasil dikumpulkan. Berdasarkan penelitian, terdapat tiga jenis wangsalan yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, yakni wangsalan lamba, wangsalan rangkep, dan wangsalan memet. Penggunaan wangsalan oleh masyarakat Jawa berhubungan dengan olah pikir dan olah batin. Fungsi komunikatif penggunaan wangsalan berdasarkan data penelitian adalah fungsi menasihati, menyanjung, menyindir, mengingatkan, pemberitahuan, permohonan, memerintahkan, dan basa-basi.
Pelatihan Berbusana Jawa Gagrag Ngayogyakarta bagi Pelajar: Upaya Meluruskan Pemahaman dan Keterampilan Berbusana Adat Purbosari, Riris; Nadzari, Puput Fatikhah; Ningrum, Dela Octavia; Handayani, Wuri; Sari, Gita Indah; Saputra, Nur Ahmad; Yoni, Aisa; Munif, Muhammad Robiul; Nurhayati, Endang
Bahasa Indonesia Vol 22 No 02 (2025): Sarwahita : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/sarwahita.222.10

Abstract

The training on Javanese attire of the Ngayogyakarta style serves as a response to students’ mistakes in practicing the proper way of dressing in the Ngayogyakarta Javanese style during Thursday Pon at schools in the Special Region of Yogyakarta. The aim of implementing the training is to correct and improve the understanding and skills of training participants who are middle school and high school students in wearing Ngayogyakarta Javanese style clothing. The training was held in Bangunrejo Hamlet, Merdikorejo Village, Tempel District, Sleman Regency, Special Region of Yogyakarta. This training was organized by students of Javanese Language B Professional Teacher Education for Prospective Teachers, Yogyakarta State University. The method used in this activity is Service Learning (SL). There are four stages of activities, namely planning, implementation, monitoring and evaluation. There are four main points of discussion in this article, namely the socialization of Ngayogyakarta style Javanese fashion, the practice of tying techniques for Ngayogyakarta style fabric, the practice of wearing Javanese Ngayogyakarta style clothing, and the training participants' achievements in understanding the material. Based on the pretest and posttest conducted before and after the training, this program was able to correct and improve the participants’ understanding of Javanese fashion in Ngayogyakarta style. The participants’ skills also improved, namely in draping and dressing in Ngayogyakarta Javanese fashion properly and correctly. Sustainability of the program is carried out through monitoring the consistency and development of the Javanese Ngayogyakarta style of dress by students during Thursday Pon or other activities by program organizers who are part of the community and educators.   Abstrak Pelatihan berbusana Jawa gagrag Ngayogyakarta merupakan bentuk tanggapan terhadap kesalahan penggunaan busana Jawa gagrag Ngayogyakarta oleh peserta didik pada Kamis Pon di sekolah-sekolah wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan pelaksanaan pelatihan adalah meluruskan dan meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta pelatihan yang merupakan peserta didik SMP dan SMA dalam berbusana Jawa gagrag Ngayogyakarta. Pelatihan dilaksanakan di Dusun Bangunrejo, Kelurahan Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelatihan ini diselenggarakan oleh mahasiswa Pendidikan Profesi Guru bagi Calon Guru Bahasa Jawa B Universitas Negeri Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Service Learning (SL). Terdapat empat tahapan kegiatan, yakni perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Terdapat empat pokok bahasan dalam artikel ini, yakni sosialisasi busana Jawa gagrag Ngayogyakarta, praktik mewiru jarik gagrag Ngayogyakarta, praktik berbusana Jawa gagrag Ngayogyakarta, dan ketercapaian peserta pelatihan dalam memahami materi. Berdasarkan pretest dan posttest yang dilaksanakan sebelum dan setelah pelatihan, pelatihan ini dapat meluruskan dan meningkatkan pemahaman peserta pelatihan dalam hal busana Jawa gagrag Ngayogyakarta. Keterampilan peserta pelatihan juga bertambah, yakni terkait keterampilan mewiru dan berbusana Jawa gagrag Ngayogyakarta dengan baik dan benar. Keberlanjutan program dilaksanakan melalui pemantauan konsistensi dan perkembangan cara berbusana Jawa gagrag Ngayogyakarta oleh peserta didik ketika Kamis Pon atau kegiatan lainnya oleh penyelenggara program yang merupakan bagian dari masyarakat dan pendidik.