Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), menentukan bahwa “Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan Restoratif. Anak merupakan aset bangsa sebagai bagian dari generasi muda yang berperan strategis dalam kemajuan suatu bangsa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan melakukan penelitian terhadap aturan-aturan hukum tentang devrsi. Didukung pendekatan yuridis empiris, dengan melakukan penelitian untuk melihat bekerjanya aturan-aturan hukum tersebut dalam prakteknya di Kejaksaan Negeri Sawahlunto. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa pelaksanaan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum oleh Kejaksaan Negeri Sawahlunto mempengaruhi implementasi Peraturan Jaksa Agung RI No. 006/A/J.A/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Terhadap Anak Pada Tingkat Penuntutan yaitu : 1) Jaksa Anak tidak bisa bertindak sendiri karena dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak mewajibkan melibatkan banyak pihak, 2) Tidak semua kejaksaan negeri, dan cabang kejaksaan negeri yang memiliki Jaksa yang memiliki Pendidikan dan pelatihan dalam penyelesaian perkara anak, 3. Tidak semua kejaksaan negeri, dan cabang kejaksaan negeri memiliki RKA untuk musyawarah diversi perkara anak, 4) Pihak yang hadir ada yang belum paham mengenai ketentuan UU SPPA, 5) Masih banyak Masyarakat berpendapat bahwa terhadap anak yang berhasil dilakukan diversi berdampak buruk bagi lingkungan masyarakat. Pertimbangan jaksa dalam putusan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum Diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di masa mendatang bekerja secara efektif maka harus berpedoman pada petunjuk teknis pelaksanaan diversi pada tingkat penuntutan yang mengacu pada 9 (sembilan) tahapan proses palaksanaan Diversi sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-006/A/J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi pada Tingkat Penuntutan, yaitu:1) Penunjukan Penuritut Umum, 2) Koordinasi, 3) Upaya Diversi, 4) Musyawarah Diversi, 5) Kesepakatan Diversi, 6) Pelaksanaan Kesepakatan Diversi, 7) Pengawasan dan Pelaporan Kesepakatan Diversi, 8) Penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan, 9) Registrasi Diversi.