Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Kedudukan Kreditor Terhadap Kepailitan Pada Badan Usaha Milik Negara Yang Berbentuk Perseroan Terbatas: Permasalahan Pada Badan Usaha Milik Negara PT. Industri Gelas (Persero) Anhar, Andi Rangga Mahardika; Nasution, Krisnadi
Future Academia : The Journal of Multidisciplinary Research on Scientific and Advanced Vol. 2 No. 3 (2024): Future Academia : The Journal of Multidisciplinary Research on Scientific and A
Publisher : Yayasan Sagita Akademia Maju

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61579/future.v2i3.132

Abstract

Badan Usaha Milik Negara (atau dapat disebut sebagai "BUMN" atau "BUMN") adalah perusahaan publik milik negara yang terbagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu, pertama, BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan bertujuan untuk melayani kepentingan umum atau disebut sebagai Perusahaan Umum (Perum) BUMN dan kedua, BUMN yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan bertujuan untuk mengejar keuntungan atau disebut sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN, BUMN yang sebagian besar modalnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Pemerintah dan bertujuan mengejar keuntungan atau disebut sebagai BUMN Persero. Dalam perjalanannya, tidak semua BUMN memiliki keuangan yang baik untuk dapat mempertahankan kegiatan usahanya. Bahkan tidak jarang BUMN memiliki utang terhadap pihak lain, namun tidak mampu mengembalikan utang tersebut, sehingga muncul upaya untuk mengembalikan seluruh utangnya melalui jalur hukum. Salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh adalah melalui upaya hukum kepailitan. Dalam mensubsidi BUMN, tidak semudah anak perusahaan atau perorangan lainnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar atau seluruh kekayaan BUMN memiliki konsekuensi bahwa kekayaan perusahaan dianggap sebagai kekayaan milik negara. Demikian pula, cakupan dalam keuangan negara sangat luas mengingat kekayaan negara tidak dapat diletakkan dalam sita umum karena adanya larangan penyitaan kekayaan negara. Selain itu, Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut "UU Kepailitan dan PKPU") hanya mengatur kepailitan terhadap BUMN yang bergerak di bidang kepentingan umum, sedangkan BUMN yang berbentuk Persero tidak diatur secara jelas. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana seharusnya BUMN (Persero) dapat dipailitkan mengingat pada hakikatnya BUMN (Persero) itu sendiri memiliki kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara (Persona Standi In Judicio). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan studi kasus (case study) serta dikaitkan dengan pendekatan kasus komparatif terhadap kasus-kasus yang sejenis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Persero tidak harus dipailitkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia saja, melainkan dapat dipailitkan oleh siapa saja yang memiliki kepentingan dengan mengajukan permohonan pailit sesuai dengan mekanisme kepailitan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan perubahannya tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut "UUPT") dan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU serta terhadap pembatalan putusan pailit PT. Industri Gelas (Persero) di tingkat kasasi, hakim seharusnya mempertimbangkan status Badan Hukum Perusahaan Perseroan Industri Gelas yang telah mengubah status Perusahaan Negara Industri Gelas menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Industri Gelas (Persero).