Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penatalaksanaan Fisioterapi COPD e.c Brokintis di RSUD Dungus: A Case Study Prastowo, Angga; Supriyadi, Arin; Utami, Multasih Nita
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah gangguan pernapasan yang umum berdampak pada kesehatan dan ekonomi global yang signifikan. Prevalensi PPOK global diperkirakan sebesar 10,6% dengan 480 juta kasus pada tahun 2020 dan diproyeksikan mencapai 592 juta pada tahun 2050. Di Indonesia angka pasien PPOK sebesar 3,7% dan mempengaruhi 9,2 juta orang, sedangkan di Bali sebesar 3,5%. PPOK ditandai dengan terbatasnya aliran udara dan kematian jaringan akibat peradangan kronis akibat paparan partikel berbahaya terutama asap rokok. Gejalanya berupa batuk, sesak nafas dan produksi dahak yang berpotensi menyebabkan gagal nafas. Brokintis kronis dikaitkan dengan merokok dan melibatkan produksi lendir yang berlebihan menyebabkan penyumbatan saluran napas dan memperburuk peradangan. Presentasi Kasus: Seorang pasien berusia 70 tahun dengan riwayat sesak nafas berulang selama 2 tahun, disertai batuk tanpa dahak. Tanda-tanda vital menunjukkan tekanan daarah 13/80 mmHg , denyut jatung 96x/menit, pernapasan 29x/menit, suhu 36,5°C dan saturasi oksigen 94%. Perkusi dada menunjukkan suara sonor disisi kanan dan gerakan sangkar thorak yang asimetris. Pemeriksaan radiologi melalui rontgen dada menujukkan jantung berukuran besar dan normal, tidak terlihat infiltrate atau nodul di paru-paru. Hilus tidak menebal dan dan sistema tulang baik. Pengukuran : Pengukuran kecacatan menggunakan mMRC, pengukuran sesak nafas menggunakan Skala Borg dan pengukuran sangkar thorak menggunakan midline. Program rehabiliatasi dengan memberikan deep breathing dan pursed lip breathing Pembahasan: Terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10 mmHg, peningkatan kadar oksigen (SPO2) sebesar 1% dan peningkatan sangkar thorak sebesar 0,5- 1cm Kesimpulan: Sistem kardiopulmonal pasien menujukkan perbaikan yang signifikan dengan peningkatan saturasi oksigen dan penurunan sesak napas, namun kecacatan akibat dyspnea menujukkan tidak adanya perbaikan yang signifikan.
Penatalaksanaan Fisioterapi pada Penderita Pneumothorax: Case Report Study Abimayu, Ryan Juniano; Perdana, Suryo Saputra; Utami, Multasih Nita
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction Pneumothorax adalah suatu kondisi dimana terdapat udara dirongga pleura. Pneumotoraks terjadi 2% - 6,3% per 100.000 penduduk pertahun dengan laki-laki lebih banyak dibandingkan Perempuan. Pneumothoraks dibagi menjadi dua, spontan yaitu terjadi tanpa adanya trauma atau sebab lainnya, dan traumatic yang terjadi karena adanya trauma langsung atau tidak langsung terhadap dada, termasuk didalamnua adalah penumothoraks iatrogenic. Pneumothorax dibagi menjadi primer dan sekunder. Pneumothoraks spontan primer terjadi tanpa adanya penyakit paru sebelumnya. Sedangkan pneumothoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang sudah diderita pasien Case Presentation: Pasien laki-laki yang bernama Tn. AS berusia 29 tahun masuk ke ruang rawat inap RSUD Dungus madiun dan pada tanggal 27 Desember 2023 bertemu dengan fisioterapi, pasien memiliki diagnose penumothoraks spontan Management and Outcome: Intervensi yang diberikan pada penelitian ini adalah nebulizer yang berisi obat fluticasone propionate 2 ml, pursed lip breathing, breathing control. Evaluasi yang dilaksanakan yaitu saturasi oksigen, ekspansi sangkar thoraks, dan pemeriksaan kemampuan fungsional menggunakan mMRC Discussion: Program fisioterapi yang diberikan selama 4 kali pertemuan adalah nebulizer dengan obat fluticasone propionate 2 ml memiliki mekanisme kerja sebagai anti inflamasi dan imunosupresan yang dapat membantu tercapainya tujuan terapi dan berupaya meminimalisir dampak gejala, meningkatkan tingkat aktivitas fisik dan mengurangi risiko, pursed lip breathing bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi, meningkatkan volume paru, memperlancar jalannya pernafasan, breathing control bertujuan untuk pengaturan nafas agar irama pola nafas teratur serta memaksimalkan kinerja otot bantu pernafasan Conclusion: Program fisioterapi yang diberikan selama 4 kali pertemuan adalah nebulizer dengan pemberian oban fluticasone propionate 2ml, pursed lip breathing, breathing control didapatkan bahwa setelah menjalani program fisioterapi pasien mengalami sedikit perubahan sehingga pola pernapasan pasien sedikit lebih baik.
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN PENDERITA PNEUMONIA DAN CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE : STUDI KASUS Riyanto, Azmi Fitrah Mithra; Widodo, Agus; Utami, Multasih Nita
Prosiding University Research Colloquium Proceeding of The 19th University Research Colloquium 2024: Bidang MIPA dan Kesehatan
Publisher : Konsorsium Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perguruan Tinggi Muhammadiyah 'Aisyiyah (PTMA) Koordinator Wilayah Jawa Tengah - DIY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Case presentation: Bp. TH, aged 73, is known to have suffered from pneumonia due to a bacterial infection of Streptococcus pneumonia in the lower respiratory tract. In addition, the patient has suffered from chronic obstructive pulmonary disease (COPD) and cardiomegaly, the patient is a smoker. The patient suffered from shortness of breath accompanied by coughing and chest pain on Monday, October 30, 2023. The patient was transferred to RSUD Paru Dungus for treatment. Methods: This study is a kind of case report or case study. The Modified Medical Research Council (mMRC) dyspnea scale is used to measure the degree of dysplasia during activity due to shortness of breath. To measure the degree of difficulty for the patient to breathe using a modified borg scale rate of perceived exertion. Thorax cage development is measured using the midline, and oxygen saturation (SPO2) measurement is done using a fingertip pulse oximeter. Results: systolic blood pressure drops from 160 mm Hg to 130 mm Hg. SPO2 increases by 4%. The Borg scale decreases from 4 (sort of hard) to 2. (easy). Conclusion: There is an increase in SPO2 oxygen saturation levels, and shortness of breath complaints have decreased on the measurement results of the mBorg scale, but measuring the mMRC dyspnea scale shows no change either, which can be understood to mean that there has been no improvement or decrease in disability when performing activity due to shortness. Keywords: Pneumonia; COPD; Dyspnea PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE DENGAN KOMORBID PNEUMONIA: STUDI KASUS AbstrakPresentasi kasus: Bp. TH, usia 73 tahun diketahui menderita pneumonia akibat infeksi bakteri streptococcus pneumoniae pada sistem saluran napas bawah. Selain itu pasien di diagnosa telah menderita chronic obstructive pulmonary disease (COPD) , cardiomegaly dan pasien adalah perokok. Pasien mengalami sesak nafas disertai dengan batuk dan nyeri dada pada hari senin 30-10-2023, pasien dilarikan ke RSUD Paru Dungus untuk dirawat. Metode: Studi ini berjenis case report atau studi kasus. Modified medical research council (mMRC) dyspnea scale digunakan untuk mengukur tingkat disablitas pada saat melakukan aktifitas akibat sesak napas. Untuk mengukur tingkat kesulitan pasien untuk bernapas menggunakan modified borg scale rate of perceived exertion. Pengembangan sangkar thorax diukur menggunakan midline dan pengukuran saturasi oksigen (SPO2) menggunakan fingertip pulse oximeter. Hasil: Tekanan darah sistol menurun dari 160 mm Hg menjadi 130 mm Hg. Peningkatan SPO2 sebanyak 4%. Penurunan nilai skala borg dari skor 4 (sort of hard) menjadi 2 (easy). Kesimpulan: Adanya peningkatan kadar saturasi oksigen SPO2 ,keluhan sesak napas mengalami penurunan pada hasil pengukuran mBorg scale akan tetapi untuk pengukuran mMRC dyspnea scale tidak menunjukkan perubahan maupun, yang dapat diartikan bahwa belum ada perbaikan atau penurunan disabilitas ketika melakukan aktifitas akibat sesak napas.