FRW, Calcarina
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perbandingan Tiva Kontinyu Antara Propofol 1,5 mg/kgbb IV-Ketamin 1 mg/kgbb IV dengan Propofol 1,5 mg/kgbb IV-Fentanyl 2 μg/kgbb IV dalam Mencapai Bispectral 40-60 pada MOW Silalahi, Antonius; FRW, Calcarina; Suryono, Bambang
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 2 No 1 (2014): Volume 2 Number 1 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v2i1.7189

Abstract

Latar Belakang: tujuan anestesi modern adalah memastikan cukup kedalaman anestesi. Untuk mengetahui kedalam anesteri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu klinis dan penunjang. Secara klinis kedalaman anestesi dengan melihat perubahan frekuensi nafas, bergeraknya anggota badan, laju nadi, dan tekanan darah, sedangkan dengan penunjang menggunakan Bispectral Index Score (BIS).Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kebutuhan dosis propofol pada kombinasi propofol1,5 mg/kgbb iv dan ketamin 1 mg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan propofol 4 mg/kgbb/jam iv dan ketamin 1 mg/kgbb/jam iv dibandingkan propofol 1,5 mg/kgbb iv dan fentanil 2 μg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan propofol 4 mg/kgbb/jam iv dan fentanil 2 μg/kgbb/jam iv selama TIVA kontinyu pada MOW dengan menggunakan BIS 40-60 sebagai monitoring kedalaman anestesiMetode penelitian: menggunakan uji klinis secara acak pembutaan ganda. Jumlah subyek 48 pasien, terbagi dalam dua kelompok masing–masing 24 pasien. Kelompok A menerimainduksi propofol 1,5 mg/kgbb iv + ketamin 1 mg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan dengan propofol 4 mg/kgbb/jam + ketamin 1 mg/kgbb/jam iv dan kelompok B menerima induksi propofol 1,5 mg/kgbb + fentanyl 2μg/kgbb iv dilanjutkan pemeliharaan dengan propofol 4 mg/kgbb/jam iv + fentanyl 2μg/kgbb/jam iv. Pengukuran dilakukan pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rerata, denyut jantung, bispectral, dan pasien dipertahankan dalam BIS 40-60, bila BIS >60 pasien diberikan bolus propofol untuk mempertahankan BIS.Jumlah total propofol bolus dan pemeliharaan diukur dan dicatat, serta efek samping yang ditimbulkan dari kedua kelompok penelitian. Analisis data menggunakan uji paired sample t-testdanindependent t-test dengan derajat kemaknaan p <0,05.Hasil penelitian: TIVA kontinyu kombinasi propofol – ketamin lebih berdayaguna dibandingkan TIVA kontinyu kombinasi propofol – fentanyl. Propofol boluspada group propofol-ketamin (78,75± 23,831),sedangkan pada group propofol-fentanyl (105,00±27,663), secara statistik ada perbedaan bermakna (p <0,05). Propofol kontinyuspada group propofol-ketamin (106,75± 15,422), sedangkan pada group propofolfentanyl (108,50 ± 13,465), secara statistik tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05).Total propofol yang digunakan pada group propofol-ketamin (264,88± 30,035), sedangkan pada group propofol-fentanyl (295,79 ± 41,359), secara statistik ada perbedaan bermakna (p < 0,05). Pasien yang tidak bergerak pada saat irisan pertama lebih baik pada group propofol-ketamin 25% dibandingkan pada group propofolfentanil 62,5%(p < 0,05). Penurunan kardiovaskulerlebih stabil pada group propofol-ketamin dibandingkan pada group propofol-fentanyl, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (p > 0,05)Kesimpulan: Kombinasi propofol 1,5 mg/kgbb iv + ketamin 1 mg/kgbb iv lebih berdayaguna dibandingkan propofol 1,5 mg/kgbb + fentanyl 2μg/kgbb iv pada TIVA untuk tindakan MOW.
Trombositopenia Sebagai Prediktor Kematian pada Pasien Sepsis di ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Susilo, Heru; FRW, Calcarina; Widodo, Untung
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 2 No 2 (2015): Volume 2 Number 2 (2015)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v2i2.7202

Abstract

Latar belakang. Trombositopenia pada sepsis dapat terjadi akibat adanya aktivasi trombosit, secara langsung oleh endotoksin atau sitokin proinfl amasi. Keadaan ini selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi platelet dan polipeptida faktor koagulasi, serta meluasnya thrombosis dan deposit fibrin pada mikrovaskular. Trombosis mikrovaskular dan iskemik akan memberikan kontribusi terjadinya cidera jaringan dan sindrom disfungsi organ multipel. Beratnya trombositopenia berhubungan dengan buruknyaluaran pasien sepsis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah trombositopenia mempunyai nilai prediktif untuk kematian pada pasien sepsis di ICU RSUP dr. Sardjito.Metode. Studi kohort retrospektif. Penelitian dilakukan di Instalasi Catatan Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama 1 bulan (November 2013). Setelah keluarnya ethical approval dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Subyek: 92 pasien sepsis yang menjalani rawat inap di ICURSUP dr. Sardjito antara bulan Juli 2012 hingga Oktober 2013. Sebanyak 52 pasien dengan trombositopenia dan 40 pasien tanpa trombositopenia. Dicatat skor jumlah trombosit, skor APACHE II dan luaran ICU.Hasil. Luaran meninggal pada kelompok pasien dengan trombositopenia sebanyak 46 pasien (88,5%) dan yang hidup sebanyak 6 pasien (11,5%), sedangkan pasien meninggal pada kelompok tanpa trombositopenia adalah sebanyak 28 pasien (70 %) dan pasien hidup adalah 12 pasien (30%). Hasil ini secara statistik terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05; p = 0,027) dengan nilai RR (Risiko Relatif) sebesar 1,3. Terdapat perbedaan bermakna antara skor APACHE II saat masuk ICU, 26,38 ± 7,138 pada kelompokdengan trombositopenia dan 22,02 ± 7,734 pada kelompok pasien tanpa trombositpenia (p=0,006), demikian pula antara skor APACHE II pada kelompok pasien dengan trombositopenia yang meninggal(27,28 ± 6,699) dan yang hidup (19,50 ± 7,176) (p= 0,011). Jumlah trombosit rerata pada kelompok pasien dengan trombositopenia yang meninggal 66,02 ± 40,582 sel/μl sedangkan yang hidup 90,17 ± 42,310 sel/μl (p=0,018).Kesimpulan . Trombositopenia merupakan faktor prediktor kematian pasien sepsis di ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dimana pasien dengan trombositopenia mempunyai kemungkinan 1,3 kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan pasien tanpa trombositopenia.
Peran Ultrasonografi dalam Kegawatdaruratan Al-Munawar, Nira Muniroh; FRW, Calcarina; Jufan, Akhmad Yun
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 2 No 2 (2015): Volume 2 Number 2 (2015)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v2i2.7212

Abstract

Ultrasonografi (USG) merupakan piranti diagnostik yang memiliki banyak keunggulan, di antaranya menyajikan hasil “real time”, non-invasif, memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, dan didukung dengan perlengkapan yang portable. Dengan segala keunggulan itu, USG kini banyak digunakan dalam bidang kegawatdaruratan untuk memberikan diagnostik yang cepat dan akurat sehingga penanganan dini yang sesuai dapat dilakukan. Protokol Rapid Ultrasound in Shock (RUSH) dan Bedside Lung Ultasound inEmergency (BLUE) merupakan protokol yang cukup sederhana dan dapat dilakukan pada situasi gawat darurat, memberikan hasil yang cepat dan sensitif. Dengan cepat dan akuratnya hasil diagnosis yang diperoleh, diharapkan akan memperbaiki outcome pasien instalasi gawat darurat (IGD).
Efek Klonidin 3 μg/kgBB Drip Intravena terhadap Lama Kerja Blokade Motorik dan Sensorik pada Blok Subarakhnoid Gautama, Raditsya Mada; FRW, Calcarina; Widodo, Untung
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 2 No 3 (2015): Volume 2 Number 3 (2015)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v2i3.7216

Abstract

Klonidin merupakan agonis reseptor α2 adrenergik yang bekerja sentral parsial selektif.Dalam bidang anestesi obat ini sudah banyak digunakan, selain sebagai obat antihipertensi juga digunakan untuk berbagai tujuan karena kemampuan klonidin dalam menimbulkan efek sedasi, ansiolitik, analgesik dan pengendalian hemodinamik.Manfaat yang biasanya diharapkan dari penggunaan klonidin bersama dengan obat anestesi lokal adalah pemanjangan blok sensorik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian klonidin 3μg/kgBB drip intravena terhadap lama kerja blokade motorik dan sensorik pada SAB dengan bupivakain 0,5% hiperbarik. Desain yang digunakan adalah percobaan acak dengan pembutaan ganda terkontrol.Ruang lingkup penelitian adalah pasien yang menjalani pembedahan daerah perineum, anggota gerak bawah, urologi, dan ginekologi elektif di Instalasi Bedah Sentral RS Dr.Sardjito Yogyakarta. Subyek penelitian adalah 60 pasien pria dan wanita berusia 16-65 tahun dengan status fi sik ASA I-II, berat badan 40-70 kg, tinggi badan 150-170 cm (BMI 17,5-24,5kg/m2 ), dan lama operasi <120 menit. Subyek dibagi 2 kelompok, masing-masing kelompok 30 subyek dengan dropout sebesar 3 subyek.Semua subyek mendapat SAB dengan bupivakain hiperbarik 0,5% 15mg. Kelompok A mendapat klonidin 3μg/kgBB dalam NaCl 100ml sedangkan kelompok B mendapat NaCl 100ml. Obat diberikan 20 menit setelah penyuntikan SAB selama 20 menit dan diamati lama kerja blok sensorik, lama kerja blok motorik, tekanan darah, MAP, denyut jantung, laju pernafasan, dan saturasi O2 . Data demografi kedua kelompok sebanding.Hasil yang didapatkan adalah lama kerja blok sensorik kelompok Amemanjangbila dibandingkan dengan kelompok B yaitu 183,90±29,29 menit vs 162,70±25,46 menit,p=0,004(p<0,05). Lama kerja blok motorik kelompok Atidak memanjang bila dibandingkan dengan kelompok Byaitu 151,00±23,80 menit vs 145,00±15,.65 menit,p=0,253(p>0,05). Perubahan tekanan darah, MAP, denyut jantung, laju pernafasan, dan saturasi O2 tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu pemberian klonidin 3μg/kgBB drip intravena pada blok subarahnoid dengan bupivakain 0,5% hiperbarik memperpanjang lama kerja blokade sensorik. Pemberian klonidin 3μg/ kgBB drip intravena pada blok subarahnoid dengan bupivakain 0,5% hiperbarik tidak memperpanjang lama kerja blokade motorik.
Blok Pleksus Brakhialis Infraklavicula Vertikal pada Close Fraktur 1/3 Tengah Humerus Nugroho, Wahyu; FRW, Calcarina; Sudadi
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 2 No 3 (2015): Volume 2 Number 3 (2015)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v2i3.7220

Abstract

Telah dilakukan penatalaksanaan anestesi regional berupa blok Pleksus brakialis Infraklavikula Vertikal pada seorang wanita usia 31 tahun yang didiagnosis fraktur tertutup sepertiga tengah humerus kiri dengan ASA I yang akan menjalani operasi ORIF. Pasien dipremedikasi dengan midazolam 2 mg dan fentanyl 50 mcg intravena. Blok Pleksus Brakhialis dilakukan dengan menggunakan pendekatan Infraklavikula Vertikal. Agen yang digunakan adalah lidokain 1% sebanyak 10 ml dan bupivakain 0,5% isobarik sebanyak 10 ml. Operasi berlangsung selama dua jam dengan hemodinamik pasien stabil. Pasca operasi pasien diobservasi di ruang pulih sadar selama 2 jam. Status kesadaran dan hemodinamik selama observasi baik. Skala nyeri menggunakan VAS menunjukkan angka 1-2. Pasien kemudian diperbolehkan kembali ke bangsal.