Penelitian ini menganalisis secara kritis implementasi tugas dan wewenang Perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Kalimantan Barat dalam meningkatkan kapabilitas nazhir, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Nazhir profesional merupakan kunci utama dalam transformasi pengelolaan wakaf dari konsumtif menjadi produktif, namun pembinaannya di tingkat daerah masih menghadapi berbagai tantangan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis-empiris, penelitian ini mengkaji program pembinaan yang telah dilakukan BWI Kalimantan Barat serta menganalisis kendala-kendala struktural yang menghambat efektivitasnya. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam, sementara data sekunder mencakup peraturan perundang-undangan dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BWI Kalimantan Barat telah menjalankan fungsi pembinaannya melalui program sosialisasi dan workshop, sesuai dengan mandat UU Wakaf. Namun, analisis kritis mengungkap bahwa efektivitas program tersebut sangat terhambat oleh dua kendala fundamental: (1) insufisiensi anggaran operasional yang menyebabkan program tidak berjalan secara reguler dan masif, dan (2) keterbatasan sumber daya manusia (SDM) di internal BWI yang membatasi kapasitas pengawasan dan pendampingan. Disimpulkan bahwa meskipun secara normatif tugas telah dijalankan, peran BWI belum optimal dalam melahirkan nazhir yang kapabel dan profesional. Diperlukan model kemitraan strategis dan diversifikasi sumber pendanaan untuk mengatasi kendala kelembagaan tersebut.