Sebagai masyarakat sosial yang saling bergantung satu sama lain, manusia memiliki peran yang dominan dalam membentuk kerukunan antarsesama. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang baik terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam norma kemasyarakatan, adat istiadat, utamanya bagi masyarakat muslim adalah pemahaman terhadap nilai-nilai luhur dalam agama Islam yang bersendikan Al-Qur’an dan Hadis. Adapun nilai-nilai Qur’ani yang bisa dipahami sebagai asas dalam membangun dan membina keharmonisan hubungan sosial bisa ditemukan pada ayat-ayat tentang moderasi atau wasathiyah. Melalui artikel ini, akan dikaji bagaimana ayat tersebut dipahami oleh tokoh agama di lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gurah Kediri dan bagaimana didialogkan dengan masyarakat, serta bagaimana terejawentahkan dalam upaya membangun masyarakat yang rukun dan harmonis. Untuk mendapatkan jawaban yang menyeluruh terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, dilakukan penelitian lapangan (field research) melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan adanya dialektika teks Alquran dengan konteks masyarakat sebagai pengamalnya. Pola dialektika tersebut jika diuraikan dengan pembacaan teoretis Konstruksi Sosial Peter L. Berger akan tampak adanya tiga momen penting: (1) Eksternalisasi, yakni ketika Pimpinan KUA dan Tokoh Agama Kecamatan Gurah Kediri memberikan pemahaman tentang nilai-nilai Qur’ani terkait wasathiyah kepada masyarakat; (2) Obyektivikasi, ketika masyarakat menerima dan menyepakati terbentuknya Desa Pancasila, tepatnya di Desa Banyuanyar; (3) Internalisasi, yakni pemahaman nilai-nilai wasathiyah pada individu masyarakat yang diwujudkan dalam sikap moderat.