Septiawadi Kari Mukmin
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Nilai-Nilai Adab Penuntut Ilmu dalam Al-Qur’an: Analisis Interpretasi QS. al-Kahfi dalam Tafsir fi Zhilal al-Qur’an Husna Ameilia Lilena; Septiawadi Kari Mukmin; Abuzar Al-Ghifari
Jurnal Semiotika Quran Vol 4 No 2 (2024): Jurnal Semiotika-Q: Kajian Ilmu al-Quran dan Tafsir
Publisher : Program Magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/jsq.v4i2.24210

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana Sayyid Quthb menginterpretasikan  nilai adab penuntut ilmu dalam kisah Nabi Musa dan Hamba Saleh yang terdapat dalam surah al-Kahfi ayat 65-82. Adab penuntut ilmu merupakan perilaku terpuji, akhlak yang baik, dan moralitas tinggi yang harus dimiliki oleh seorang murid ketika menuntut ilmu. Ada dua rumusan masalah dalam penelitian ini: (1) Bagaimana Sayyid Quthb menafsirkan kisah Nabi Musa dan Hamba Saleh dalam surah al-Kahfi ayat 65-82? (2) Bagaimana relevansi nilai-nilai adab penuntut ilmu tersebut terhadap pendidikan di era modern? Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan metode kualitatif-deskriptif. Hasil dari analisis surah al-Kahfi ayat 65-82 adalah pemahaman tentang nilai-nilai adab seorang murid (Nabi Musa) saat menuntut ilmu kasyf atau ilmu ladunni. Beberapa nilai adab yang terdapat dalam kisah ini menurut Sayyid Quthb antara lain: nilai kesabaran dan kesungguhan, nilai kesopanan, nilai keberanian untuk meminta maaf,  memiliki komitmen yang teguh, serta tidak bertanya ketika belum diberi izin oleh guru. Hasil penelitian ini berkontribusi terhadap dunia pendidikan, dengan berfokus pada akhlak seorang murid kepada guru. Menggunakan tafsiran Sayyid Quthb yang bercorak al-adabi al-ijtima’i dan bersifat aktual, menjadikan penelitian ini mudah dipahami dan diamalkan oleh para pembaca terutama pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pendidikan.
PERSPEKTIF POLITIK TENTANG PERJANJIAN HUDAIBIYAH DALAM TAFSIR FII ZHILALIL QUR'AN Khoirul Fitri; Septiawadi Kari Mukmin; Ahmad Muttaqin
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 8 No. 1 (2024): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v8i1.7386

Abstract

Penelitian ini mengkaji penafsiran Sayyid Qutub terhadap Perjanjian Hudaibiyah dalam tafsir Fi Zilalil Qur'an dari perspektif politik Islam, khususnya terkait makna dan dampak perjanjian tersebut bagi umat Islam. Perjanjian Hudaibiyah, yang terjadi pada tahun keenam Hijriyah, merupakan perjanjian damai yang menandai perubahan strategi dakwah Islam secara damai dan signifikan.Sayyid Qutub menyoroti perjanjian ini sebagai kemenangan hakiki umat Islam, yang dicapai melalui diplomasi dan pendekatan damai. Menurutnya,keputusan Nabi Muhammad SAW untuk menerima syarat-syarat yang tampak merugikan adalah langkah strategis yang berorientasi pada kemaslahatan jangka panjang bagi umat Islam. Dalam perspektif Qutub, Perjanjian Hudaibiyah memberikan dampak signifikan pada perkembangan Islam, baik dalam aspek politik maupun sosial. Ia menilai bahwa perjanjian ini membuka peluang bagi dakwah Islam untuk berkembang tanpa hambatan konflik, sekaligus menunjukkan kematangan politik Islam dalam beradaptasi dengan situasi yang kompleks. Kedudukan Perjanjian Hudaibiyah bagi umat Islam adalah sebagai tonggak diplomasi yang mengajarkan pentingnya mengutamakan perdamaian, kesabaran, dan strategi jangka panjang dalam menghadapi konflik.Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif melalui studi pustaka, dengan sumber utama dari Fi Zilalil Qur'an serta literatur sekunder terkait tafsir politik dan sejarah Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Qutub melihat Perjanjian Hudaibiyah sebagai kemenangan hakiki bagi umat Islam, yang dicapai melalui pendekatan damai dan diplomasi. Ia menyoroti bahwa keputusan Nabi Muhammad SAW untuk menerima syarat-syarat yang tampak merugikan adalah bukti kebijaksanaan beliau dalam mencapai tujuan jangka panjang bagi Islam. Dalam perspektif Qutub, strategi ini memberikan contoh bagi umat Islam tentang pentingnya mengutamakan perdamaian dalam menghadapi konflik dan perselisihan, serta mencerminkan kedewasaan politik Islam yang mampu beradaptasi dengan kondisi tanpa kekerasan.Melalui penafsiran ini, Qutub memberikan kontribusi penting dalam kajian politik Islam dengan menunjukkan bahwa kekuatan Islam tidak hanya terletak pada aspek militer, tetapi juga dalam kemampuan diplomasi dan toleransi Perspektif ini memberikan kontribusi penting bagi kajian politik Islam dan menjadi panduan praktis bagi umat Islam untuk menghadapi tantangan global dengan sikap yang damai dan toleran