Caesariadi, Tri Wibowo
Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KONSEP PERMUKIMAN KOTA TERPADU MANDIRI Kalsum, Emilya; Caesariadi, Tri Wibowo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 3, No 2 (2016)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.378 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v3i2.18322

Abstract

Pembangunan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan daerah, sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan terutama di kawasan terisolir/tertinggal sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan para transmigran dan masyarakat sekitar. Namun tidak seluruh unit permukiman transmigrasi berkembang dengan baik. Berbagai permasalahan terjadi yang berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat transmigran sampai saat ini. Paradigma baru pembangunan transmigrasi adalah membentuk kawasan transmigrasi menjadi pusat pertumbuhan baru sehingga dapat melibatkan seluruh stakeholder lebih partisipasif, holistik dan berkesinambungan. Berbagai strategi ini disiasati dengan, pencanangan program Kota Terpadu Mandiri (KTM).Untuk mendukung semua aktivitas yang ada di dalam Kota Terpadu Mandiri, perlu dibuat konsep permukiman KTM yang dapat mengarahkan kepada suatu standar/pedoman teknis (NSPM) KTM. Penyusunan konsep permukiman KTM ini didasarkan pada pendekatan strategis, teknis, pengelolaan; partisipasi; pembangunan yang berkelanjutan dan pembangunan berwawasan sosial budaya. Konsep permukiman KTM selanjutnya dibagi dalam identifikasi kondisi awal, potensi dan kendala sumberdaya wilayah serta kebijakan sektoral dan kebijaksanaan pembangunan daerah, analisis potensi dan perkembangan wilayah, pola dan struktur infrastruktur wilayah, identifikasi pokok-pokok permasalahan infrastruktur; dan perumusan konsep permukiman KTM. Analisis dilakukan melalui kajian data lapangan dipadukan dengan landasan teori tata ruang. Konsep permukiman disesuaikan dengan fungsi kawasan diwujudkan dengan konsep dasar kebutuhan sarana dan prasarana yang diselaraskan dengan tahapan pembangunan. Development of transmigration is essentially an integral part of national and regional development, in an effort to accelerate development, especially in a remote area as well as to improve the welfare of the migrants and the surrounding communities. However, not all transmigration settlement units progressed well. Various problems occur and they impact the level of welfare of transmigrants. New development paradigm is shaping the transmigration area to be the center of new growth so as to involve all stakeholders to become more participatory, holistic and sustainable. These strategies are manifested by the declaration of the program Kota Terpadu Mandiri (KTM), Independent Integrated City.In order to support all activities in KTM, a concept of settlements that could lead to a standard / technical guidelines for KTM is needed. The concept is based on the strategic approach, technical, management; participation; sustainable development and socio-cultural oriented development. KTM settlement concept is divided into the identification of initial conditions, potentials and constraints of regional resources and sectoral policies and regional development policies, analysis of the potential and development of the region, the pattern and structure of regional infrastructure, identification of problem issues of infrastructure; and the formulation of the concept of settlement for KTM. Analysis was conducted by analyzing field data combined with the theoretical basis of spatial layout. The concept of neighborhood settlements adapted to function; manifested by the basic concept of facilities and infrastructure needs, and also are synchronized with the phase of development.REFERENCESChambers, Robert. (1969). Settlement Schemes In Tropical Africa. New York: PraegerChiara, Joseph De. (1975). Urban Planning and Design Criteria. New York: Van Nostrand Reinhold.Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi. (2006). Kota Terpadu Mandiri. Jakarta.Nas, PJM Dr. (1979) Kota Di Dunia Ketiga: Pengantar Sosiologi Kota dalam Tiga Bagian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara
PENGHALANG SOSIAL DAN PSIKOLOGIS PADA PROYEK KONSTRUKSI DENGAN PRINSIP BANGUNAN HIJAU Caesariadi, Tri Wibowo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.045 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v2i1.13843

Abstract

Proyek konstruksi bangunan merupakan kegiatan yang menentukan penerapan prinsip bangunan hijau. Gerakan bangunan hijau yang telah berlangsung cukup lama telah cukup berhasil secara teknologi dan ekonomis, namun halangan dapat datang dari manusia yang terlibat (stakeholders) pada proyek tersebut. Penghalang ini berangkat dari faktor sosial dan psikologis manusia, yang seringkali tidak disadari. Kajian tentang penghalang tersebut dilihat dari tingkat individu, organisasi dan kelembagaan. Pemecahan masalah dilakukan dengan melihat penghalang sebagai kesempatan atau sebagai masalah yang harus dipecahkan. Faktor edukasi memegang peranan penting dalam mengubah faktor sosial dan psikologis yang menghalangi tersebut. Termasuk pula peranan penting pemerintah sebagai pengatur Process of construction project is an activity which determines the application of the principles of green building. Green building movement has been going on for quite a while and has been significantly successful both technologically and economically. However, obstructions may come from humans involved (stakeholders) in the project. These obstructions originated from the social and psychological factors, which are often unrecognized.  This study on the obstructions covered  from the level of individuals, organizations and institutions. Problem solving is done by looking at the obstructions as the opportunity or as a problem to be solved. Education holds significant role in changing social and psychological factor, this includes the role of government as the regulatorREFERENCES______ 2008. A Guide to the Project Management Body of Knowledge (PMBOK® Guide) — Fourth Edition. Newtown Square: Project Manage-ment Institute.______            Green Building Council Indonesia. http://www.gbcindonesia.org. Akses: 7 Desember 2010.Hoffman, Andrew J. & Henn, Rebecca. 2008. Overcoming the Social and Psychological Barriers to Green Building. Organization and Environment, Vol. 21 number 4, December 2008. Sage Publications. http://oae.sagepub.com/content/21/4/ 390.refs.htmlRetzlaff, Rebecca C. 2009. The Use of LEED in Planning and Development Regulation: An Exploratory Analysis. Journal of Planning Education and Research, Vol. 29, May 2009. Sage Publications. http://jpe.sagepub.com/ content/ 29/1/67.refs.html
IDENTIFIKASI PEMANFAATAN AIR BERSIH DI PERMUKIMAN PERKOTAAN (STUDI KASUS KELURAHAN SUNGAI BANGKONG KOTA PONTIANAK) Kalsum, Emilya; Purnomo, Yudi; Caesariadi, Tri Wibowo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 2 (2017): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (653.467 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i2.23250

Abstract

Hujan merupakan salah satu sumber air bersih yang sangat potensial di wilayah tropis basah. Kelurahan Sungai Bangkong Kota Pontianak merupakan wilayah yang memiliki curah hujan dalam kategori menengah-tinggi. Di wilayah ini, hujan memiliki potensi sebagai sumber air bersih dan juga sekaligus sebagai penyebab genangan. Wilayah ini juga merupakan kawasan permukiman dengan kepadatan yang tinggi yang membutuhkan cukup besar suplai air. Penelitian ini mencoba memberikan gambaran tentang pemanfaatan air bersih di wilayah permukiman perkotaan.Penelitian ini menggunakan pendekatan statistika deskriptif. Beberapa variabel yang akan dijelaskan adalah sumber air, penampungan air, sistem aliran, tinggi, durasi dan penyebab genangan. Penelitian memberikan gambaran tentang perlunya peningkatan penampungan dan pemanfaatan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di kawasan permukiman. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah air hujan tetap menjadi sumber air bersih warga, namun pemanfaatannya relatif lebih rendah dibandingkan penggunaan air yang berasal dari PDAM dan air tanah.Kata-kata Kunci: Air hujan,  permukiman, perkotaan, Kota Pontianak IDENTIFICATION OF USE OF CLEAN WATER IN URBAN SETTLEMENT AREA (A CASE STUDY OF KELURAHAN SUNGAI BANGKONG KOTA PONTIANAK)Rain is one of the potential clean water sources in the wet tropics area. Kelurahan Sungai Bangkong, Kota Pontianak, is an area that has rainfall in the middle-high category. In this region, rain has the potential as a source of clean water and also as a cause of runoff. It is also a high density settlement area that requires a substantial supply of water. This research tries to describe the utilization of clean water in urban settlement area.This research uses descriptive statistical approach. Some of the variables to be explained are water source, water reservoir, flow system, height, duration and cause of runoff. The study provides an overview of the need to increase rainwater storage and utilization to meet clean water needs in residential areas. The results obtained in this study is that rainwater remains the main source of clean water for residents, but its utilization is relatively lower than the use of water coming from PDAM and other sources.Keywords: precipitation, rainwater, urban settlement, Kota PontianaREFERENCESBPS Kota Pontianak. (2017). Kota Pontianak dalam Angka 2017. Pontianak: Badan Pusat Statistik Kota Pontianak.Lippsmeier, G. (1997). Bangunan Tropis. Jakarta: Penerbit Erlangga.Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.Noerbambang, S. M., & Morimura, T. (2000). Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.Purnomo, Y., & Wulandari, A. (2015). Infiltrasi sebagai Pendekatan Pengendalian Intensitas Pemanfaatan Ruang di Kota Pontianak. Prosiding Seminar Nasional Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2015 (hal. 259-272). Pontianak: Universitas Tanjungpura.Purnomo, Y., & Wulandari, A. (2017). Presipitasi dalam Perencanaan Arsitektur di Kota Pontianak. Prosiding Seminar Nasional Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2017. Pontianak: Universitas Tanjungpura.Purnomo, Y., Kalsum, E., & Caesariadi, T. W. (2017). Strategi Perencanaan Perumahan terhadap Presipitasi di Kota Pontianak. Pontianak: Tidak dipublikasikan.Santoso, S. (2015). Menguasai Statistik Parametrik : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Sujarweni, V. (2015). Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.Tangoro, D. (2006). Utilitas Bangunan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
PERSEPSI MASYARAKAT TEPIAN SUNGAI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG SIRKULASI DAN RUANG TERBUKA SEBAGAI RESPON MITIGASI BENCANA BERBASIS BENCANA AIR DI SINTANG Br. Gultom, Bontor Jumaylinda; Caesariadi, Tri Wibowo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 5, No 2 (2018): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1061.339 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v5i2.29889

Abstract

Sintang merupakan salah satu kota di Kalimantan Barat yang berada di pertemuan dua sungai, yaitu sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Kelurahan Kapuas Kiri Hilir, Kelurahan Menyumbung Tengah dan Kelurahan Ulak Jaya merupakan kawasan permukiman padat yang sudah ada sejak lama di Sintang, dekat dengan pusat historis Kota Sintang yaitu Keraton Sintang dan tetap eksis sampai sekarang. Sedangkan kondisi dunia yang sedang mengalami pemanasan global mengakibatkan kawasan-kawasan yang berhubungan langsung dengan air rentan mengalami kenaikan permukaan air sungai (pasang air). Mengingat mahalnya harga nyawa manusia maka diperlukan penelitian pada pemanfaatan ruang sirkulasi dan ruang terbuka untuk mitigasi bencana berbasis bencana air ketiga kelurahan tersebut.Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengilustrasikan model mitigasi bencana berbasis bencana air (hydrometeorological disaster), dilihat dari persepsi masyarakat dan pemanfaatan ruang sirkulasi dan ruang terbuka.Penelitian ini dilakukan menggunakan pola pikir induktif yaitu berpikir berlandaskan pandangan khusus ke umum. Teknik pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis dilakukan dengan membandingkan metode kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat akan bencana berbasis bencana air. Sedangkan metode kualitatif mendeskripsikan dalam bentuk ilustrasi pemanfaatan ruang terbuka dan sirkulasi.Hasil penelitian persepsi masyarakat disimpulkan bahwa bencana yang sering terjadi adalah bencana kenaikan permukaan air (banjir/pasang). Masyarakat juga berpendapat walaupun mereka menghadapi kemarau, namun dampaknya tidak terlalu terasa karena mereka sudah mengantisipasi dengan menyediakan tempat penampungan air. Dan berdasarkan kondisi fisik lapangan, model mitigasi bencana berupa jalur sirkulasi berupa titian (papan kayu).THE PERCEPTION OF RIVERBANK COMMUNITY ON UTILIZATION OF CIRCULATION AND OPEN SPACE AS DISASTER MITIGATION RESPONSE BASED ON WATER DISASTER IN SINTANGSintang is one of the cities in West Kalimantan which lies in the confluence of two rivers, i.e. Kapuas River and Melawi River. Kapuas Kiri Hilir Village, Menyumbung Tengah Village and Ulak Jaya Village have been densely populated residential areas in Sintang for a long time, located close to the historical centre of Sintang i.e. Sintang Palace and still exists today. While the condition of the world that is experiencing global warming has resulted in areas that are directly related to water susceptible to rising water levels (tidal water). Given the value of human life, research is needed on the use of the circulation space and open space for disaster mitigation based on water in the three villages.This study aims to identify and illustrate a model of water disaster-based mitigation (hydrometeorological disaster), seen from the public perception and utilization of circulation and open space.This research was conducted using an inductive mindset, which is thinking based from specific detail to general truth. Data collection techniques, data processing, and analysis were carried out by comparing quantitative and qualitative data. Quantitative was used to measure people's perceptions of disaster based on water-disaster. Whereas qualitative method described the illustration of open space and circulation.The results of the research on community perceptions concluded that disaster that often occurs is disaster of rising water levels (flood / tide). The community also believes that even though they face droughts, the impact is not too pronounced because they have anticipated it by providing water reservoirs. And based on the physical field condition, the suitable disaster mitigation model is circulation paths in the form of wooden board.
PENGARUH TATA RUANG PADA PENGHAWAAN ALAMI RUMAH VERNAKULAR MELAYU PONTIANAK Caesariadi, Tri Wibowo
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 6, No 1 (2019): June
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1575.591 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v6i1.33160

Abstract

Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang memiliki respon yang baik terhadap iklim setempat. Hal ini juga berpengaruh terhadap kenyamanan termal dalam bangunan. Sebagai kota yang memiliki iklim tropis lembab, kenyamanan termal bangunan di Kota Pontianak banyak ditentukan oleh pergerakan angin yang terjadi di dalam bangunan. Adaptasi terhadap iklim pada rumah vernakular melayu Pontianak tidak hanya pada penggunaan elemen bangunan seperti bukaan dan bahan bangunan, juga pada tata ruang yang khas, di antaranya terdapat teras, ruang tengah serta pelataran belakang yang memisahkan rumah induk dengan rumah anak. Tujuan penelitian adalah melihat apakah tata ruang ini berpengaruh terhadap penghawaan alami di ruang dalam. Penelitian dilakukan dengan pengukuran di lapangan terhadap variabel kenyamanan termal, terutama temperatur dan kelajuan angin. Kemudian hasil pengukuran dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan dilihat hubungan antara variabel dengan tata ruang, yaitu bagaimana temperatur dan kelajuan angin yang berbeda terjadi di setiap ruang, sehingga dapat ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata ruang di rumah vernakular melayu Pontianak, yaitu hadirnya teras dan pelataran belakang turut berperan dalam penghawaan alami yang terjadi di ruang dalam. Teras berperan dalam menurunkan temperatur luar yang masuk ke dalam bangunan (30,74 °C di ruang luar, lalu 29,84 °C di teras depan, dan 29,09 °C di ruang dalam). Pelataran belakang serta tata ruang dalam memberikan pergerakan angin yang lebih baik, ditunjukkan dengan selisih yang kecil antara kelajuan angin di ruang dalam dengan ruang luar pada rumah dengan pelataran belakang (0,51 m/s) dibandingkan dengan rumah tanpa pelataran belakang (0,77 m/s).EFFECT OF SPACE LAYOUT TO NATURAL VENTILATION IN MELAYU PONTIANAK VERNACULAR HOUSEVernacular architecture is architecture that has good response to local climate. This also affects the thermal comfort in the building. As a city that has a humid tropical climate, the thermal comfort of buildings in Kota Pontianak is largely determined by the movement of the wind that occurs inside the building. Adaptation to climate in Pontianak's melayu vernacular house is not only on the use of building elements such as openings and building materials, but also on the typical spatial layout, including a terrace, a central room and a back veranda that separates the main house from the secondary house. The aim of the study was to see whether this spatial arrangement has an effect on natural ventilation in the indoor space. The study was conducted with measurements of thermal comfort variables, especially temperature and wind speed. Then the measurement results were analyzed descriptively quantitatively and viewed the relationship between variables and spatial arrangement – i.e. how the temperatures and wind speed differ in each rooms – so that conclusions could be drawn. The results showed that the layout in Pontianak's melayu vernacular house, namely the presence of terraces and back veranda, played a role in the natural ventilation that occurred in the indoor space. The terrace plays a role in reducing the outside temperature that enters the building (30.74 °C in the outdoor, then 29.84 °C on the front terrace, and 29.09 °C in the indoor). Back veranda and spatial layout provide better wind movement, indicated by small difference between the speed of wind in the indoor and the outdoor space of the house with back veranda (0.51 m/s) compared to the house without back veranda (0.77 m/s).