Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Application of Maqasid Al-Shariah in Islamic Economics and Finance as the Development of Products of Islamic Value Syahriani, Fadilla; Fajri Mulyani, Fini; Fismanelly, Fismanelly; Afifah, Sarah; Medani, Alex
Hakamain: Journal of Sharia and Law Studies Vol. 2 No. 1 (2023): June 2023
Publisher : Yayasan Lembaga Studi Makwa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57255/hakamain.v2i1.322

Abstract

This research aims to analyze the application of Maqasid Al-Shariah in Islamic Economics and Finance for developing products with Islamic values. Maqasid Al-Shariah, which includes the primary objectives of Islamic law protection of religion, life, intellect, lineage, and property is the focus to ensure financial products comply with Shariah law and benefit the Muslim community.A qualitative descriptive analysis method is used to illustrate how Maqasid Al-Shariah is implemented in Islamic economics and finance. Data collection involves comprehensive literature reviews, in-depth interviews with Islamic economic experts, and documentation of Shariah-compliant financial products. The literature review provides a theoretical foundation, while interviews and documentation offer practical insights into Maqasid Al-Shariah's real-world applications.The findings indicate that Maqasid Al-Shariah plays a crucial role in guiding the development of Islamic financial products that reflect Islamic values and meet the Muslim community's needs. In-depth analysis of financial products, such as savings, investments, and Shariah-compliant financing, shows how Maqasid Al-Shariah underpins their development. For instance, savings and investment products based on Maqasid Al-Shariah ensure halal funds, fair profit distribution, and risk protection.The practical implications of this research are significant for Islamic financial industry practitioners. Understanding Maqasid Al-Shariah's application helps them design and develop products that comply with Shariah principles and benefit the Muslim population. These products are expected to comprehensively meet the financial needs of the Muslim community, including protection against economic uncertainties, sustainable wealth management, and contributions to overall social welfare.
POLA HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA MENURUT FARAG FOUDA DALAM SIYASAH SYAR’IYYAH Medani, Alex
Alhurriyah Vol 2 No 2 (2017): Juli-Desember 2017
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v2i2.411

Abstract

Di dalam perspektif pemikiran politik Islam, ada tiga wacana tentang paradigma hubungan antara agama dan negara: Paradigma integralistik (simbolistik formalistik) yaitu bahwa agama dan negara menyatu (integral), paradigma simbiotik, yaitu agama dan negara berhubungan secara simbiotik, suatu hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memerlukan, dan paradigma sekularistik yang mengajukan pemisahan antara agama dan negara. Salah satu tokoh yang menganut paradigma sekularistik adalah Farag Fouda, seorang pemikir Mesir pada tahun 1980-an yang akibat pandangan-pandangannya tentang pemisahan agama dan Negara difatwakan murtad dan halal darahnya ditumpahkan. Penelitian ini adalah penelitian normatif atau dikenal dengan doctrinal research, bersifat deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menjelaskan (mendeskripsikan) variabel satu dengan variabel lainya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Farag Fouda menganut prinsip pemisahan politik dari agama, antara negara dan Islam. Menurutnya, pemisahan ini perlu dilakukan demi kebaikan agama dan negara. Agama terhindar dari manipulasi politisi, dan pemerintahan terlaksana tanpa beban partikularisme keagamaan. Fouda juga menolak anjuran sistem khilafah yang digaungkan kaum Islamis, menurutnya sistem ini tidak lebih dari salah satu sistem dalam sejarah Islam yang banyak terdapat sisi-sisi kelamnya. Belajar dari kasus Utsman, untuk menjamin kebaikan rakyat, menertibkan sistem kekuasaan, mewujudkan keadilan, dan menjamin keamanan tidak hanya dibutuhkan pemimpin yang baik, umat Islam yang luhur, dan syariat Islam yang diterapkan penuh. Namun semuanya harus diatur dengan sebuah sistem yang mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat.
The Muslim Dress Codes Reception Among Minangkabau Youth in West Sumatra: A Socio-legal Analysis Medani, Alex; Mairul; Diana Putri, Fadilah; Putra, Marzeko Yosa
Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman Vol. 36 No. 1 (2025): Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman
Publisher : Universitas Islam Tribakti (UIT) Lirboyo Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33367/tribakti.v36i1.6212

Abstract

This research attempts to describe the young Minangkabau generation's reception of Muslim dress codes in the public sphere and to reflect on an attempt to reconstruct the local identity of West Sumatra. Although the Muslim dress code has become a common sight and has been uniformly implemented in all educational institutions and government agencies, the reception of the younger Minangkabau generation towards these rules is not always directly proportional to the phenomenon. Using a qualitative approach and interviews with young people in Agam district, Lima Puluh Kota, and Tanah Datar, the research found that most of the sources contacted were unaware of the exact scope and legal enforcement of the regulation. But as Moslem, they agreed with the codes, although the critical notes about the implementation. Besides, only a small percentage opposed it. Considering the further discussion about the contents, the codes should also be implemented proportionately, without binding and forcing another religious follower to avoid the intolerant and discriminatory labels attached to the people of West Sumatra. Further, the reception must also be considered to regulate legal products that are close to Minangkabau community traditions to reconstruct the local identity of West Sumatra.
The Muslim Dress Codes Reception Among Minangkabau Youth in West Sumatra: A Socio-legal Analysis Medani, Alex; Mairul; Diana Putri, Fadilah; Putra, Marzeko Yosa
Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman Vol. 36 No. 1 (2025): Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman
Publisher : Universitas Islam Tribakti (UIT) Lirboyo Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33367/tribakti.v36i1.6212

Abstract

This research attempts to describe the young Minangkabau generation's reception of Muslim dress codes in the public sphere and to reflect on an attempt to reconstruct the local identity of West Sumatra. Although the Muslim dress code has become a common sight and has been uniformly implemented in all educational institutions and government agencies, the reception of the younger Minangkabau generation towards these rules is not always directly proportional to the phenomenon. Using a qualitative approach and interviews with young people in Agam district, Lima Puluh Kota, and Tanah Datar, the research found that most of the sources contacted were unaware of the exact scope and legal enforcement of the regulation. But as Moslem, they agreed with the codes, although the critical notes about the implementation. Besides, only a small percentage opposed it. Considering the further discussion about the contents, the codes should also be implemented proportionately, without binding and forcing another religious follower to avoid the intolerant and discriminatory labels attached to the people of West Sumatra. Further, the reception must also be considered to regulate legal products that are close to Minangkabau community traditions to reconstruct the local identity of West Sumatra.
Ekshibisi Keintiman Pasangan Kelas Menengah Muslim dan Rekognisi Sosial di Ruang Digital Medani, Alex
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i2.7557

Abstract

Artikel ini membahas tentang ekshibisi keintiman pasangan kelas menengah muslim dan rekognisi sosial di ruang digital. Pada dasarnya, pernikahan di dalam Islam merupakan ritual ibadah yang secara ideal merupakan instrumen untuk mencapai kualitas kehidupan yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Konsekuensi dari pernikahan adalah terjalinnya rasa cinta antar pasangan yang pada gilirannya menuju kepada keintiman antar personal. Seiring berkembangnya arus informasi, konfigurasi keintiman pasangan muslim tidak lagi hanya dirasakan oleh sebuah pasangan, namun juga dimodifikasi sebagai perantara dakwah untuk menyampaikan pesan positif tentang pernikahan kepada orang lain. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, artikel ini ingin memotret pergulatan identitas pasangan kelas menengah muslim dalam pergaulan digital, menggambarkan, mengidentifikasi, dan menganalisis fenomena tersebut tanpa berusaha mengajukan penjelasan atau interpretasi kausal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa parade keintiman pasangan muslim di ruang publik tidak hanya sebatas eksistensi diri, lebih jauh juga merupakan upaya untuk mendapatkan rekognisi sosial dari komunitas digital yang berimplikasi kepada engagement indvidu hingga nilai ekonomis. Tindakan dan interaksi ini, disadari atau tidak, memainkan peran dalam membentuk opini publik. Keintiman pasangan yang diungkapkan oleh sebuah pasangan dapat memberikan pengaruh positif atau negatif tergantung pada respons audience-nya.The exhibiting of intimacy between middle-class Muslim couples and their social recognition in the public sphere are the topics of this essay. In essence, Islamic marriage is a worship ceremony that is intended to be used as an instrument of obtaining sakinah, mawaddah, and rahmah—quality of life. The creation of a love bond between couples is the consequence of marriage, so this love bond eventually leads to interpersonal intimacy. The dynamics of intimacy between Muslim couples have evolved such that they now serve as a conduit for da'wah, which spreads virtuous teachings to the public regarding marriage. This essay aims to capture the identity problems of middle-class Muslim couples in digital relationships using a qualitative descriptive technique, without attempting to offer causal explanations or interpretations. Instead, it describes, identifies, and analyses the phenomena. This study concludes that Muslim couples' public displays of affection are not just an attempt to live their lives; they are also an attempt to be recognized by the online community, which has consequences for personal engagement to economics value. Whether intentionally or not, these conducts and conversations influence public perceptions. The intimate relationship displayed by a couple can have a beneficial or negative impact depending on the audience's response
POLA HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA MENURUT FARAG FOUDA DALAM SIYASAH SYAR’IYYAH Medani, Alex
Alhurriyah Vol 2 No 2 (2017): Juli-Desember 2017
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v2i2.411

Abstract

Di dalam perspektif pemikiran politik Islam, ada tiga wacana tentang paradigma hubungan antara agama dan negara: Paradigma integralistik (simbolistik formalistik) yaitu bahwa agama dan negara menyatu (integral), paradigma simbiotik, yaitu agama dan negara berhubungan secara simbiotik, suatu hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memerlukan, dan paradigma sekularistik yang mengajukan pemisahan antara agama dan negara. Salah satu tokoh yang menganut paradigma sekularistik adalah Farag Fouda, seorang pemikir Mesir pada tahun 1980-an yang akibat pandangan-pandangannya tentang pemisahan agama dan Negara difatwakan murtad dan halal darahnya ditumpahkan. Penelitian ini adalah penelitian normatif atau dikenal dengan doctrinal research, bersifat deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menjelaskan (mendeskripsikan) variabel satu dengan variabel lainya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Farag Fouda menganut prinsip pemisahan politik dari agama, antara negara dan Islam. Menurutnya, pemisahan ini perlu dilakukan demi kebaikan agama dan negara. Agama terhindar dari manipulasi politisi, dan pemerintahan terlaksana tanpa beban partikularisme keagamaan. Fouda juga menolak anjuran sistem khilafah yang digaungkan kaum Islamis, menurutnya sistem ini tidak lebih dari salah satu sistem dalam sejarah Islam yang banyak terdapat sisi-sisi kelamnya. Belajar dari kasus Utsman, untuk menjamin kebaikan rakyat, menertibkan sistem kekuasaan, mewujudkan keadilan, dan menjamin keamanan tidak hanya dibutuhkan pemimpin yang baik, umat Islam yang luhur, dan syariat Islam yang diterapkan penuh. Namun semuanya harus diatur dengan sebuah sistem yang mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat.
Ekshibisi Keintiman Pasangan Kelas Menengah Muslim dan Rekognisi Sosial di Ruang Digital Medani, Alex
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2023): Editions July-December 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i2.7557

Abstract

Artikel ini membahas tentang ekshibisi keintiman pasangan kelas menengah muslim dan rekognisi sosial di ruang digital. Pada dasarnya, pernikahan di dalam Islam merupakan ritual ibadah yang secara ideal merupakan instrumen untuk mencapai kualitas kehidupan yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Konsekuensi dari pernikahan adalah terjalinnya rasa cinta antar pasangan yang pada gilirannya menuju kepada keintiman antar personal. Seiring berkembangnya arus informasi, konfigurasi keintiman pasangan muslim tidak lagi hanya dirasakan oleh sebuah pasangan, namun juga dimodifikasi sebagai perantara dakwah untuk menyampaikan pesan positif tentang pernikahan kepada orang lain. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, artikel ini ingin memotret pergulatan identitas pasangan kelas menengah muslim dalam pergaulan digital, menggambarkan, mengidentifikasi, dan menganalisis fenomena tersebut tanpa berusaha mengajukan penjelasan atau interpretasi kausal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa parade keintiman pasangan muslim di ruang publik tidak hanya sebatas eksistensi diri, lebih jauh juga merupakan upaya untuk mendapatkan rekognisi sosial dari komunitas digital yang berimplikasi kepada engagement indvidu hingga nilai ekonomis. Tindakan dan interaksi ini, disadari atau tidak, memainkan peran dalam membentuk opini publik. Keintiman pasangan yang diungkapkan oleh sebuah pasangan dapat memberikan pengaruh positif atau negatif tergantung pada respons audience-nya.The exhibiting of intimacy between middle-class Muslim couples and their social recognition in the public sphere are the topics of this essay. In essence, Islamic marriage is a worship ceremony that is intended to be used as an instrument of obtaining sakinah, mawaddah, and rahmah—quality of life. The creation of a love bond between couples is the consequence of marriage, so this love bond eventually leads to interpersonal intimacy. The dynamics of intimacy between Muslim couples have evolved such that they now serve as a conduit for da'wah, which spreads virtuous teachings to the public regarding marriage. This essay aims to capture the identity problems of middle-class Muslim couples in digital relationships using a qualitative descriptive technique, without attempting to offer causal explanations or interpretations. Instead, it describes, identifies, and analyses the phenomena. This study concludes that Muslim couples' public displays of affection are not just an attempt to live their lives; they are also an attempt to be recognized by the online community, which has consequences for personal engagement to economics value. Whether intentionally or not, these conducts and conversations influence public perceptions. The intimate relationship displayed by a couple can have a beneficial or negative impact depending on the audience's response