Anak kandung adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat ikatan perkawinan yang sah. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Sehingga anak kandung dan anak angkat mempunyai haknya. Salah satu hak anak tersebut dijelaskan dalam pasal 4, Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa “setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Demi terwujudnya hak-hak anak tersebut sudah seharusnya upaya perlindungan anak dimulai dengan mendapatkan kepastian hukum melalui sebuah putusan pengadilan. Penelitian ini bertujuan menganalisa pertimbangan hakim dalam memutuskan kedua putusan dalam penelitian ini. Hasil Penelitian menunjukkan pertimbangan hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam mengabulkan kadar nilai nafkah/hak anak lebih kecil dari permintaan penggugat adalah dengan melihat penghasilan tergugat dan faktor inflasi. Pertimbangan hakim menetapkan anak angkat sebagai ahli waris dikarenakan permohonan bersifat satu pihak. Oleh karena itu, pertimbangan yang didasari pada faktor inflasi kurang tepat, karena faktor inflasi juga bisa dikaitkan dengan penggugat sehingga kurang terpenuhi hak anak, sedangkan penetapan anak angkat sebagai ahli waris kurang tepat dikarenakan dalam permohonan tersebut ada pemohon berstatus anak angkat.