Fenomena penyalahgunaan tabung gas LPG 3 kilogram bersubsidi oleh pelaku usaha di Indonesia menciptakan tantangan besar dalam implementasi kebijakan perlindungan konsumen. Meskipun subsidi ini dirancang untuk membantu masyarakat miskin, praktik ilegal seperti pengoplosan, penjualan di atas harga eceran tertinggi, dan distribusi yang tidak tepat sasaran masih sering terjadi. Fenomena ini menimbulkan risiko keamanan bagi konsumen dan memengaruhi keadilan distribusi subsidi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk penyalahgunaan dan mengevaluasi perlindungan hukum preventif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Analisis dilakukan terhadap regulasi yang mengatur distribusi dan penggunaan LPG 3 kilogram bersubsidi serta penerapannya dalam mencegah penyalahgunaan. Data dikumpulkan melalui studi pustaka dan dianalisis menggunakan metode interpretasi hukum. Penelitian ini juga didukung oleh teori perlindungan hukum preventif dan tanggung jawab hukum untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan dan regulasi yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyalahgunaan LPG bersubsidi oleh pelaku usaha meliputi berbagai bentuk, seperti pengoplosan isi tabung, distribusi ke konsumen yang tidak berhak, dan penimbunan untuk meningkatkan harga jual. Praktik-praktik ini melanggar peraturan distribusi yang telah ditetapkan dan menimbulkan risiko keamanan, kerugian ekonomi, serta ketidakadilan bagi konsumen miskin yang menjadi target subsidi. Perlindungan hukum preventif dapat dilakukan melalui penguatan pengawasan distribusi menggunakan teknologi digital, seperti sistem berbasis data penerima manfaat untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Edukasi masyarakat terkait hak konsumen dan bahaya penyalahgunaan LPG juga menjadi salah satu upaya preventif untuk memberi pemahaman terhadap masyarakat mengenai penggunaan LPG bersubsidi yang aman.