Articles
Perlindungan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli On Line Dan Dampak Yang Ditimbulkan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Atmoko, Dwi;
Noviriska, Noviriska
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 6 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pada masa pandemi Covid - 19 perkembangan transaksi bisnis di Indonesia mengalami perubahan, terutama cara bertransaksi . Perubahan teknologi memberikan terobosan yaitu jaringan internet dalam skala globalPermasalahan yang dikaji dalam penelitian ini bertujuan untuk meneliti bentuk perlindungan hükum bagi konsumen dalam berbelanja online melalui fitur Marketplace pada aplikasi social E-commerce yaitu Facebook. Dalam transaksi melalui marketplace memberikan efek negatif yang dapat merugikan bagi pihak konsumen, yang dimana cenderung tidak adanya perlindunngan hukum. Pada dasarnya kewajiban dari seorang pelaku usaha menurut pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 menjunjung tinggi beritikad baik dan memberikan informasi yang benar dan jelas dalam melakukan kegiatan usahanya. Maka adanya perlimdungan hukum terhadap konsumen memberikan jaminan dan menfasilitas untuk menuntut kerugian dalam melakukan transaksi jual beli secara langsung. Metode Penelitian ini adalah bahwa dalam sengketa penelitian yuridis normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach).Hasil Penelitian ini juga menjelaskan bahwa dalam sengketa antara konsumen dan pelaku usaha selama ini peraturan yang digunakan untuk melindungi hak-hak konsumen adalah undang-undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, namun undang-undang ini tidak secara khusus mengatur mengenai hak-hak konsumen dalam social e-commerce.
Kepastian Hukum dalam Transaksi Online: Peran Asas Itikad Baik Berdasarkan Hukum Perdata Indonesia
Atmoko, Dwi;
Noviriska, Noviriska
Binamulia Hukum Vol. 13 No. 2 (2024): Binamulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Krisnadwipayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37893/jbh.v13i2.955
Penelitian ini membahas peran asas itikad baik dalam transaksi jual beli online (e-commerce) di Indonesia dari perspektif hukum perdata. Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, terjadi perubahan signifikan dalam cara masyarakat melakukan transaksi, di mana e-commerce menjadi media yang dominan. Hukum perdata, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan peraturan terkait seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), mengatur transaksi elektronik untuk memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Namun, praktik di lapangan menunjukkan berbagai permasalahan terkait pemenuhan asas itikad baik oleh pelaku usaha dalam menyediakan informasi produk yang jelas dan benar. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk menganalisis peraturan perundang-undangan terkait serta fenomena praktik transaksi jual beli online. Hasil penelitian menunjukkan pentingnya penerapan asas itikad baik dalam perjanjian jual beli online agar konsumen tidak dirugikan. Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan perlunya penguatan regulasi untuk melindungi hak-hak konsumen serta memastikan transparansi dan kejujuran dalam transaksi online.
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Pelaku Ekonomi Kreatif Berdasarkan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Noviriska, Noviriska
Jurnal Ilmiah Publika Vol 10 No 2 (2022): Jurnal Ilmiah Publika
Publisher : Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/publika.v10i2.7630
Hak kekayaan Intelektual (HKI) ialah hak yang lahir berdasarkan hasil karya intelektual seseorang, sehingga HKI merupakan konstruksi hukum terhadap perlindungan terhadap kekayaan intelektual sebagai hasil karya ciptaan pencipta ataupun penemunya. Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Hasil penelitian masih kurangnya kesadaran masyarakat khususnya para pelaku ekonomi Kreatif dalam hal melindungi karya ciptaannya dan tidak didaftarkan akibatnya banyak terjadi pelanggaran terhadap karya mereka. Keberadaan HKI bisa menjadi sumber peningkatan penghasilan bagi para pelaku ekonomi kreatif. Hak Kekayaan Intelektual telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Sehingga seseorang yang melanggar Hak Kekayaan Intelektual akan dikenai sanksi berdasarkan undang-undang tersebut.
PERAN INVESTOR ASING BAGI PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
Noviriska, Noviriska;
Atmoko, Dwi
RIO LAW JURNAL Vol 5, No 1 (2024): Februari-Juli 2024
Publisher : Universitas Muara Bungo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36355/rlj.v5i1.1330
Salah satu pertimbangan penanam modal melakukan penanaman modal di suatu negara adalah kepastian hukum. Kepastian hukum meliputi kepastian pengaturan dalam peraturan perundang-undangan dan kepastian atas penegakan hukum. Omnibus Law merupakan salah satu konsep menata beberapa regulasi yang saling tumpang tindih dengan membuat satu regulasi baru. Omnibus law diperuntukkan untuk menata regulasi demi adanya kepastian pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjuk penataan regulasi penanaman modal dimulai sejak diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan penataan melalui omnibus law akan disiapkan pada tahun 2020. Penataan regulasi penanaman modal dapat memberikan kepastian hukum dari perspektif pengaturan, namun belum tentu memberikan kepastian hukum dari perspektif penegakan hukum. Pertumbuhan penanaman modal tidak hanya ditentukan oleh penataan regulasi, namun dipengaruhi oleh iklim yang kondusif untuk penanaman modal, termasuk keamanan, kemudahan berusaha, insentif, dan kondisi perekonomian suatu negara.
Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Atas Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah
Ferdinansyah, Ferdinansyah;
Tumanggor , M.S.;
Noviriska, Noviriska
Action Research Literate Vol. 8 No. 4 (2024): Action Research Literate
Publisher : Ridwan Institute
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46799/arl.v8i4.281
Ketentuan pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggunan (UUHT) memberikan hak kepada Kreditur selaku pemegang hak tanggungan yakni “ Apabila debitur cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Secara umum lelang eksekusi hak tanggungan timbul karena adanya perjanjian kredit dengan objek jaminan benda tidak bergerak, di mana terhadap jaminan berupa benda tidak bergerak tersebut telah dibebankan hak tanggungan, dan diketahui bahwa Sertifikat hak tanggungan tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang dipersamakan kekuatannya dengan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk pengaturan hukum pelaksanaan atas Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah dan menganalisis serta meninjau bentuk Perlindungan hukum bagi debitur atas Eksekusi Hak Tanggungan dalam penyelesaian kredit bermasalah. Metode penelitian pada penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pengaturan eksekusi Hak Tanggungan dalam penyelesaian kredit bermasalah diatur oleh Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam ketentuan ini, Seakan akan melampaui batas kewenangan hakim terkait hak eksekutorial, sehingga ketentuan pasal 6 tersebut sejatinya perlu dilakukan amandemen karena Pasal 6 UUHT memberikan wewenang kepada pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan eksekusi atas kekuasaan sendiri.
Analisis Yuridis Penegakan Hukum Pidana Dalam Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Hasil Tindak Pidana Penggelapan Dan Penipuan Ditinjau Dari UU TPPU
Susanto, Jo Eddy;
Juanda, Juanda;
Noviriska, Noviriska
Action Research Literate Vol. 8 No. 4 (2024): Action Research Literate
Publisher : Ridwan Institute
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46799/arl.v8i4.282
Tindak pidana asal di dalam tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Dalam normatif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang pasal 2 (1) mengenai hasil tindak pidana, adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana ada 26 macam, termasuk penipuan dan penggelapan. Perbuatan ini dilakukan karena kurangnya pengawasan sehingga dapat menimbulkan peluang bagi pelaku untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. Karena perbuatan pelaku tindak pidana pencucian uang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri dan merugikan orang lain. Apabila terjadi di suatu instansi pemerintah dengan menggunakan uang negara sehingga negara dirugikan dan sehingga dapat mempengaruhi perekonomian negara. Studi kasus ini difokuskan pada kasus penggelapan uang sesuai dengan putusan pengadilan No 707/PID. B/2021/ PN JKT. BRT yang terjadi pada PT Caraka Tirta Pratama dengan terdakwa Suci Margawati yang menjabat selaku Staff Crewing. Terhitung sejak tanggal 10 Januari 2014 sebagaimana Surat Keterangan Kerja No. 01/PUCTP/I/2021, tanggal 28 Januari 2021 dengan tugas membuat daftar Rekapitulasi Penggajian Crew Kapal dan juga membuat Payroll Gaji Crew Kapal PT. Caraka Tirta Pratama. Dalam kasus ini Suci Margawati. Didalam tindak pidana pencucian uang terdapat beberapa tahapan yang dilakukan oleh pelaku untuk menyembunyikan hasil tindak kejahatannya. Adapun tahapan dalam tindak pidana pencucian uang ini adalah sebagai berikut yaitu placement, layering dan Integrasi. Karena perbuatan tindak pidana pencucian uang sudah benar-benar sangat meresahkan dan merugikan para korban dibutuhkan adanya perundang- undangan baru yang mengatur tentang perampasan asset atau pun memiskinkan pelaku tindak pidana pencucian uang. Maka bisa menjadi pertimbangan untuk menaikkan denda menjadi dua kali lipat yang harus dibayarkan pelaku tindak pidana pencucian uang serta agar dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku tindak pidana pencucian uang.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG DIBATALKAN SURAT PERINTAH PENYIDIKAN MELALUI PUTUSAN PRAPERADILAN (KASUS PUTUSAN NOMOR: 67/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL.)
Huda, Aldifa Fahrul;
Noviriska, Noviriska;
Hakim, Lukman
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran Vol. 7 No. 1 (2024): Volume 7 No 1 Tahun 2024
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31004/jrpp.v7i1.24689
Pada kasus tindak pidana pada Kasus Putusan Nomor: 67/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. yang kemudian mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan termohon Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini antara lain mengenai: 1) Aturan hukum terhadap pembatalan surat perintah penyidikan melalui putusan praperadilan terkait penetapan tersangka; dan, 2) Kelemahan yang terjadi pada penerapan ketentuan praperadilan dalam penetapan tersangka di dalam perkara tindak pidana korupsi.Penulis berharap dengan penelitan ini dapat menemukan dan memahami aturan hukum terhadap pembatalan surat perintah penyidikan melalui putusan praperadilan terkait penetapan tersangka serta mengetahui bagaimanaka kelamahan yang terjadi pada penerapan ketentuan praperadilan dalam penetapan tersangka di dalam perkara tindak pidana korupsi. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum kepustakaan atau data sekunder belaka.Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah ditemukan beberapa kelemahan penyidik dalam menjalankan wewenangnya sebagai penegak hukum yang menyebabkan terampasnya hak asasi manusia. Penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan sebagai tersangka sehari setelah diperiksa sebagai saksi terhadap para tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 (dua puluh satu) Gardu Induk (1.610 MVA) jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara PT. PLN (Persero) Tahun Anggaran 2011, 2012, 2013 tanpa didahului adanya minimal dua alat bukti yang sah dan meyakinkan. Pada kasus penetapan tersangka tersebut terjadi kesalahan administrasi penyidikan dan kesalahan prosedur penyidikan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa didahului dua alat bukti yang kuat secara sah dan meyakinkan. Aturan hukum yang digunakan terhadap pembatalan surat perintah penyidikan melalui putusan praperadilan terkait penetapan tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pada Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang diputuskan bahwa ketentuan Pasal 77 huruf (a) KUHAP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.
PENYELESAIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN BERKAITAN DENGAN ALASAN EFISIENSI OLEH PIHAK PERUSAHAAN
Noviriska, Noviriska;
Atmoko, Dwi
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 10, No 12 (2023): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31604/jips.v10i11.2023.%p
Sistem hukum seharusnya tidak menggunakan ayat (3) Pasal 164 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai alasan yang sah untuk memberhentikan karyawan dalam banyak kasus. Perusahaan tidak harus ditutup sepenuhnya ketika seorang karyawan meninggalkan posisinya sesuai dengan ayat (3) Pasal I64 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pesangon terutang kepada karyawan karena perusahaan harus ditutup karena ketidakefisienan pemberi kerja, seperti yang dinyatakan dalam paragraf sebelumnya. Perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja dapat terjadi ketika pemberi kerja dan pekerja memutuskan untuk berpisah. Pekerja yang memiliki masalah hukum dengan pemecatan mereka dapat membawa kasus mereka ke pengadilan melalui proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Berbagai upaya dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan melalui berbagai jalur, termasuk negosiasi bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Mahkamah Agung. Penting untuk diingat bahwa memberhentikan karyawan adalah pilihan terakhir.