Penerima hibah wasiat, pemberi atau pewaris berhak menentukan siapa saja yang menerima hibah wasiat tersebut. Penerima tersebut bisa datang dari keluarga pewaris atau bukan dari keluarga pewaris. Salah satu contoh yang menjadi permasalahan mengenai hibah wasiat adalah pada Putusan Nomor 560/Pdt.G/205/PN.Sby, Putusan Nomor 60/PDT/2017/PT SBY, dan Putusan Nomor 1568 K/Pdt/2018 yang mana hakim tidak mengabulkan terkait dengan gugatan hak mutlak (legitime portie) anak pertama dikarenakan orang tua dari anak tersebut memberikan secara rgseluruhnya kepada anak kedua tanpa sepengetahuan dari anak pertama selaku ahli waris. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah peralihan hak atas tanah dengan aktra hibah wasiat dapat dilaksanakan secara sepihak tanpa sepengetahuan ahli waris. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah proses peralihan hak atas tanah dengan akta hibah wasiat dapat dilaksanakan tanpa sepengetahuan ahli waris dan manfaatnya adalah memberikan informasi serta ilmu mengenai hukum peralihan hak atas tanah sesuai ketentuan yang berlaku. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif (legal research) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus. Berdasarkan Pasal 914 KUHPer, setiap ahli waris berhak mendapatkan bagian mutlak. Meskipun Penggugat adalah WNA, Penggugat masih bisa mendapatkan bagian mutlak berdasarkan uang penjualan tanah hibah wasiat dan tidak memiliki hak atas tanah di Indonesia. Akan tetapi peralihan hak atas tanah bisa dilakukan secara sepihak dengan akta hibah wasiat dengan catatan bahwa penuntutan terhadap bagian mutlak tidak lebih dari 3 tahun setelah adanya akta hibah wasiat tersebut dan dalam gugatan tersebut yang diajukan oleh penggugat juga kurang pihak karena tidak mendudukkan notaris dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat, sehingga gugatannya cacat error in persona serta gugatan tersebut harus dinyatakan secara jelas siapa pemilik tanah tersebut.