Penelitian ini membahas konsep kepemimpinan perempuan dalam Islam berdasarkan pemikiran Abdurrauf As-Singkili, seorang ulama besar Nusantara abad ke-17. Studi ini berfokus pada tafsir moderat yang tercermin dalam karya As-Singkili, Tarjuman Al-Mustafid, serta relevansinya terhadap konteks sosial dan budaya pada masa itu, terutama dalam pengangkatan Sultanah perempuan di Kesultanan Aceh. Melalui pendekatan maqashid tafsir, penelitian ini mengkaji ayat-ayat terkait kepemimpinan perempuan, seperti QS. An-Nisa: 34, QS. At-Taubah: 71, dan QS. An-Naml: 23, serta penafsiran As-Singkili terhadap peran perempuan dalam berbagai aspek. Hasil analisis menunjukkan bahwa As-Singkili tidak melarang maupun menganjurkan kepemimpinan perempuan secara eksplisit, tetapi menekankan pada konteks, kemampuan, dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Penafsiran moderat ini berhasil mempengaruhi penerimaan masyarakat Aceh terhadap kepemimpinan perempuan, bahkan menghasilkan empat generasi Sultanah berturut-turut. Dalam kehidupan modern, pandangan As-Singkili relevan dalam membangun pendekatan inklusif terhadap hak-hak perempuan untuk memimpin, dengan syarat tertentu yang kontekstual dengan kebutuhan masyarakat. Kajian ini menegaskan pentingnya fleksibilitas dalam penafsiran teks agama untuk mendukung keadilan dan kemaslahatan umat. Kata Kunci: As-Singkili; Kepemimpinan Perempuan; Tafsir. ABSTRACT This research discusses the concept of women's leadership in Islam based on the thoughts of Abdurrauf As-Singkili, a 17th century Nusantara scholar. This study focuses on the moderate tafsir reflected in As-Singkili's work, Tarjuman Al-Mustafid, and its relevance to the social and cultural context at that time, especially in the appointment of female Sultanah in the Sultanate of Aceh. Through the maqashid tafsir approach, this research examines verses related to women's leadership, such as QS. An-Nisa: 34, QS. At-Taubah: 71, and QS. An-Naml: 23, as well as As-Singkili's interpretation of the role of women in various aspects.The results of the analysis show that As-Singkili neither explicitly prohibits nor recommends women's leadership, but emphasises the context, ability, and conditions that must be met. This moderate interpretation succeeded in influencing Acehnese society's acceptance of women's leadership, even resulting in four successive generations of Sultanah. In modern life, As-Singkili's views are relevant in building an inclusive approach to women's rights to lead, with certain conditions that are contextual to the needs of society. This study emphasises the importance of flexibility in the interpretation of religious texts to support justice and the benefit of the people Keywords: As-Singkili; Woman Leadership; Tafser