Kurikulum Merdeka hadir sebagai solusi untuk pemulihan pembelajaran pasca pandemi COVID-19 dengan memberikan kebebasan bagi siswa untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan potensi diri mereka. Kurikulum ini tidak hanya fokus pada pengembangan kompetensi akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran Kurikulum Merdeka dalam meningkatkan sikap toleransi terhadap keberagaman identitas sosial di lingkungan sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dan analisis kualitatif terhadap implementasi Kurikulum Merdeka, dengan fokus pada pendekatan pembelajaran berbasis proyek dalam kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan siswa dari berbagai latar belakang. Hal ini mendukung pengembangan empati dan penghargaan terhadap perbedaan. Meskipun demikian, tantangan seperti kurangnya pendidikan karakter, pengaruh keluarga, dan minimnya interaksi antar siswa dapat mengurangi sikap toleransi di sekolah. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter yang efektif dan kesempatan untuk berinteraksi dengan perbedaan sangat penting dalam membentuk sikap toleransi yang kuat. Kurikulum Merdeka mengintegrasikan penguatan sikap toleransi melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan sikap saling menghargai, berempati, dan bekerja sama dalam kerangka keberagaman. Guru berperan penting dalam meningkatkan toleransi di kelas dengan berfungsi sebagai motivator, informator, pembimbing, dan mediator untuk menciptakan suasana pembelajaran yang harmonis dan inklusif. Meskipun menghadapi tantangan seperti ketimpangan pendidikan, kurangnya fasilitas, dan perbedaan pemahaman di kalangan guru, Kurikulum Merdeka berpotensi menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan menghargai perbedaan.