Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tiga besar prioritas penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) Apriliyan, Afandi Setia; Wahyono, Tri Yunis Miko; Kusnadi, Bai
Health Sciences and Pharmacy Journal Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : STIKes Surya Global Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32504/hspj.v8i2.1197

Abstract

Berdasarkan data pada Oktober 2023, Kota Bogor mengidentifikasi 7 kasus penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (PD3I): 260 kasus campak, 3 kasus rubella, 1 kasus tetanus neonatorum, 3 kasus pertusis, 1 kasus klinis difteri, dan 94 kasus hepatitis B. Studi epidemiologi, termasuk analisis situasi, diperlukan untuk memahami masalah PD3I, termasuk penyebab dan faktor yang mempengaruhi, serta menentukan prioritas masalah kesehatan. Analisis situasi dilakukan di Kota Bogor, menggunakan studi assessment dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, penilaian menggunakan PAHO-adoapted Hanlon yang melibatkan 14 responden dari Dinas Kesehatan Kota Bogor dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kota Bogor. Data kuantitatif dikumpulkan menggunakan kuesioner, regulasi, dan laporan melalui sumber primer dan sekunder. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dengan responden. Hasil penilaian mengidentifikasi tiga masalah prioritas utama untuk PD3I di Kota Bogor: Campak, Hepatitis B, dan Tetanus Neonatorum. Campak dipilih sebagai masalah prioritas untuk PD3I. Terdapat 340 kasus campak terkonfirmasi pada bulan November dengan angka insidensi sebesar 32,3 per 100.000 penduduk, 9 kali lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tantangan termasuk keterlibatan kader kesehatan yang tidak memadai dalam deteksi, pelatihan PD3I yang tidak mencukupi untuk staf Puskesmas karena keterbatasan anggaran dan tingginya pergantian, penolakan masyarakat terhadap imunisasi karena keyakinan tertentu, dan kurangnya studi tentang masalah tersebut. Campak memerlukan perhatian segera. Rekomendasi untuk meningkatkan deteksi dini dan pengendalian risiko, memastikan rasio tenaga kesehatan dan pelatihan, mengalokasikan anggaran untuk pelatihan surveilans PD3I dan surveilans berbasis masyarakat, serta melakukan studi di daerah berisiko tinggi.
Analisis Situasi Masalah Penyakit Infeksi Menular Seksual di Kota Bogor Tahun 2024 wardiman, wardiman; Djuwita, Ratna; Kusnadi, Bai
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia Vol. 9, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Infeksi menular seksual (IMS) masih menjadi tantangan kesehatan global, termasuk di Indonesia, terutama pada kelompok usia produktif 15-49 tahun. Di Kota Bogor, angka kasus IMS mengalami peningkatan, namum belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi IMS secara mendalam dan menetapkan prioritas masalah kesehatan menggunakan metode PAHO-adapted Hanlon, yang mengacu pada pembobotan Basic Priority Rating (BPR) berdasarkan lima kriteria utama, yaitu, A=Masalah utama; B=Keseriusan masalah; C=Efektivitas intervensi; E=Ketidakadilan; F=Kapasitas institusi dalam mengatasi masalah. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas kesehatan Kota Bogor pada Oktober 2024 hingga Januari 2025, dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta disajikan secara deskriptif. Penelitian ini menggunakan sumber data primer yang diperoleh melalui wawancara sementara data sekunder bersumber dari profil kesehatan, laporan Umpan Balik P3MS, dan laporan SIHA Dinas Kesehatan Kota Bogor. Penilaian ini melibatkan enam pejabat struktural Dinas Kesehatan Kota Bogor serta enam pemegang program IMS dari puskesmas dengan angka kasus IMS tertinggi. Hasil analisis menunjukkan enam masalah kesehatan utama dengan skor PAHO tertinggi pada HIV/AIDS (36,02), diikuti sifilis dan sifilis kongenital (22,67), gonore (22,14), infeksi Human Papilloma Virus (13,16), infeksi Herpes Simplex Virus (10,43), dan infeksi klamidia (7,85). HIV/AIDS ditetapkan sebagai prioritas utama karena target Fast Track 95-95-95 belum tercapai, dengan capaian indikator saat ini: 82% Orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui statusnya, 31% menjalani pengobatan, dan 67% memiliki viral load tersupresi. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan konselor HIV/AIDS, pelatihan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) secara berkala, kampanye edukasi massal berbasis komunitas untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, serta penambahan jumlah petugas penelusur dengan melibatkan lebih banyak LSM dan organisasi local guna mempercepat pencapaian target Fast Track 95-95-95.