Utomo, Bimo Setyo
Sekolah Tinggi Teologi Injili Efrata Sidoarjo

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Ibadah yang Benar menurut Amos 5:4-6 dan Relevansinya bagi Tugas dan Panggilan Gereja di Masa Kini Utomo, Bimo Setyo
MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 2, No 1: Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi IKAT Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.71 KB) | DOI: 10.52220/magnum.v2i1.73

Abstract

The church as God's people in its presence in this world is inseparable from society, where the church, as the organizer of worship, is also called to carry out its task or prophetic role in society. This happened also in the context of the prophet Amos when served in North Israel, where the worship at that time seemed to be going well and lively, but contrary to it; their attitude to life has deteriorated considerably. So in this research, the meaning of worship according to Amos 5: 4-6 will be examined with the aim of developing it to get relevance to the duties and vocation of the church today. The method used in this research is qualitative, by applying the descriptive analysis method to the text of Amos 5: 4-6, so that the meaning of worship seeking the true God is found. The result of this research is that worship should be interpreted as a relationship between people's love for God which reflects good deeds in daily life. The church must also reflect on the meaning of worship in its duties and vocation by living out the meaning of worship in daily life, being more involved and engaging in community life, and also as a church calling to repent and become better. AbstrakGereja sebagai umat Allah dalam kehadirannya di dunia ini tidak terpisah dari masyarakat, dimana gereja selaku penyelenggara ibadah, dipanggil juga untuk mengamalkan tugas atau peran kenabiannya dalam masyarakat. Hal ini terjadi juga dalam konteks nabi Amos melayani di Israel Utara, dimana ibadah kala itu nampak berjalan baik dan semarak, tetapi bertolak belakang dengan itu; sikap hidup mereka sangat merosot. Maka pada penelitian ini akan diteliti makna ibadah yang benar menurut Amos 5:4-6 dengan tujuan untuk mengembangkannya untuk mendapatkan relevansi bagi tugas dan panggilan gereja di masa kini. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan menerapkan metode deskriptif analisis pada teks Amos 5:4-6, sehingga didapati makna tentang ibadah mencari Tuhan yang benar. Hasil dari penelitian ini adalah ibadah harus dimaknai sebagai hubungan kasih umat kepada Tuhan yang mencerminkan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari. Gereja juga harus merefleksikan makna ibadah ini dalam tugas dan panggilannya dengan menghidupi makna ibadah dalam kehidupan sehari-hari, lebih berperan dan terlibat dalam kehidupan bermasyarakat dan juga sebagai panggilan gereja untuk bertobat dan menjadi lebih baik lagi.
Konsep Bekerja Sebagai Ad Majorem Dei Gloriam: Sebuah Upaya Pemenuhan Sacred Calling Bimo Setyo Utomo
Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan Vol 3, No 2 (2019): Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Excelsius

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51730/ed.v3i2.12

Abstract

Bekerja adalah bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia di dunia ini. Meskipun demikian terdapat perbedaan cara memahami dan menyikapi mengenai konsep bekerja. Sumbangsih pemikiran yang paling mempengaruhi kehidupan kekristenan tentang bekerja adalah adanya pembagian dua kutub, yaitu: secular work (bekerja di bidang sekuler) dan contemplative work (bekerja di bidang rohani). Pembagian dua kutub tersebut bahkan sudah dimulai sejak Abad Pertengahan dan masih terasa pengaruhnya hingga masa kini. Dalam makalah ini, peneliti berusaha menelusuri perkembangan konsep mengenai bekerja dan membandingkannya dengan konsep dalam Alkitab yang akan bermuara dalam penemuan panggilan kudus (sacred calling) sebagai pemenuhan dari Ad Majorem Dei Gloriam di dalam konsep bekerja.
Analisis Yehezkiel 37:1-6 sebagai Identifikasi Kesetiaan Janji Allah di Masa Sulit Bimo Setyo Utomo
JURNAL TERUNA BHAKTI Vol 3, No 2: Pebruari 2021
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47131/jtb.v3i2.59

Abstract

God's faithfulness to His promises is an eternal guarantee to His people that He will act according to what He has said. God's promises are certainly not just ideas, but steadfast initiatives from God that help every believer to find hope for a more victorious future. However, it cannot be denied that God's promises always intersect with pressing problems on the human side and make people doubt God's promises. This is the same as what was experienced by the Israelites when they were in Babylonian exile, their condition collapsed exactly as the vision of the dry bones seen by the prophet Ezekiel. This study aims to analyze the text of Ezekiel 37: 1-6 to obtain identification of the faithfulness of God's promises. The method used in this research is qualitative, by applying descriptive methods through grammatical and lexical analysis. In terms of identifying God's faithfulness to His promises in Ezekiel 37: 1-6, the following understanding is obtained: God initiates the promise of restoration, God acts in the history of salvation, and God assures His promises. Abstrak Kesetiaan Allah terhadap janji-Nya merupakan suatu jaminan yang kekal bagi umat-Nya bahwa Ia akan bertindak sesuai dengan apa yang telah difirmankan-Nya. Janji Allah tentu bukanlah sekedar ide saja, melainkan inisiatif yang teguh dari Allah dan membantu setiap orang percaya untuk mendapatkan pengharapan bagi masa depan yang lebih berkemenangan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa di pihak manusia, janji Allah selalu bersinggungan dengan permasalahan yang menghimpit dan membuat manusia ragu terhadap janji Allah. Hal ini sama dengan yang dialami oleh bangsa Israel ketika berada di pembuangan Babel, kondisi mereka terpuruk sama persis seperti penglihatan tulang kering yang dilihat oleh nabi Yehezkiel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa teks Yehezkiel 37:1-6 untuk diperoleh identifikasi kesetiaan janji Allah. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan menerapkan metode deskriptif melalui analisis gramatikal dan leksikal. Dalam hal identifikasi kesetiaan Allah terhadap janji-Nya dalam Yehezkiel 37:1-6, maka didapatkan pemahaman sebagai berikut: Allah memberikan inisiatif janji pemulihan, Allah bertindak dalam sejarah penyelamatan, dan Allah memberikan jaminan dalam janji-Nya.
Trilogi Persaudaraan yang Rukun Menurut Mazmur 133: Sebuah Nasehat, Dasar, dan Berkat Bimo Setyo Utomo
JURNAL TEOLOGI GRACIA DEO Vol 1, No 2 (2019): Januari 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.055 KB) | DOI: 10.46929/graciadeo.v1i2.15

Abstract

Psalm 133 is known as one of the 15 Songs of Ascents and specifically this Psalm teaches about the importance of living in a harmonious brotherhood for the people of Israel in the context of God's people. In essence, Psalm 133 contains a trilogy which are: advice, foundation, and blessing regarding harmonious brotherhood. There are two depictions used by the Psalmist in this section to teach about harmony; first oil for the ordination of Imam Aaron and second, the dew from Mount Hermon. These two things were formulated by the psalmist to teach also the purpose of harmony, that God's blessings could be poured out on His people. God's blessing can be in the form of success, well-being or the tranquility of life in a long period of time that will certainly benefit the lives of His people. Abstrak Mazmur 133 dikenal sebagai salah satu dari 15 nyanyian ziarah (Songs of Ascents) dan secara spesifik Mazmur ini mengajarkan pentingnya hidup dalam persaudaraan yang rukun bagi orang Israel dalam konteks umat Allah. Secara garis besar, Mazmur 133 memuat sebuah trilogi yakni sebuah nasehat, dasar, dan berkat mengenai persaudaraan yang rukun. Ada dua penggambaran yang dipakai oleh Pemazmur dalam bagian ini untuk mengajarkan tentang kerukunan, yaitu minyak untuk penahbisan Imam Harun dan juga embun dari Gunung Hermon. Dua hal ini dirumuskan oleh pemazmur untuk mengajarkan pula mengenai tujuan dari sebuah kerukunan, yakni supaya berkat Allah dapat dicurahkan kepada umat-Nya. Berkat Tuhan dapat berupa keberhasilan, kesejahteraan atau kesentosaan hidup dalam kurun waktu yang panjang yang pasti bermanfaat bagi kehidupan umat-Nya.
Menggagas Penerapan Pengajaran Tentang Akhir Zaman Dalam Pendidikan Agama Kristen Di Tingkat Sekolah Dasar Dan Menengah Pertama Bimo Setyo Utomo
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 1 (2016): Oktober 2016
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v1i1.102

Abstract

Eskatologi, khususnya dalam tradisi gereja kita merupakan salah satu topik yang terabaikan. Bahkan dalam pendidikan agama kristen di sekolah, kita dapat melihat tidak ada topik khusus mengenai eskatologi.Topik tentang eskatologi sangat penting untuk diajarkan kepada siswa di sekolah agar mereka dapat mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Dalam pengajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) di sekolah, seharusnya topik atau pelajaran ini mendapat perhatian dan alokasi waktu yang cukup. Melalui topik atau pelajaran ini diharapkan dapat memperkuat keimanan siswa; menolong siswa untuk merubah sikap yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dan menanamkan dalam diri siswa bahwa kelak Tuhan Yesus akan datang untuk yang kedua kalinya. Eschatology, particularly in the tradition of our church is one of the neglected topic. Even, in Christian religious education in schools, we can see there is no specific topic about eschatology.The topic of eschatology is very important to be taught to students in schools, so that they can prepare as well as possible for the Lord Jesus' second coming.This topic should have received attention and allocation on sufficient time. This topic is expected to strengthen students’faith, helping them exchanging attitudes which are not in accordance with the will of God and convince that one day the Lord Jesus shall come.
(R)Evolusi Guru Pendidikan Agama Kristen dalam Mentransformasi Kehidupan Siswa Bimo Setyo Utomo
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 2 (2017): April 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v1i2.111

Abstract

If we look deeper, one of the most important issues in the education world is that we (as teachers) are not doing the education in the real sense, but merely teach as a formality. Transformation happens only on transfer of knowledge that only involves the role of science teachers and students ignorance. So, the teacher does not give an understanding to the students, but only move a formula or proposition for students to memorize which then will be issued if necessary. Therefore, it is necessary to have r(evolution) which is not only good, but more importantly, can transform the lives of students. We are fully aware that this time, the teacher is an agent of change which has the task of both institutional and non-institutional. Teacheris a person who daily teach spiritual values, norms, morals, ethics, and positive character habituation.Jika kita melihat lebih dalam, salah satu permasalahan terpenting dalam dunia pendidikan sesungguhnya adalah kita (sebagai guru) tidak sedang melakukan tugas pendidikan dalam arti sesungguhnya, namun hanya sekedar mengajar secara formalitas. Transformasi yang terjadi hanya sebatas transfer ilmu yang hanya melibatkan peran keilmuan guru dan kebodohan murid. Dalam proses mengajar yang demikian, guru tidak memberikan pemahaman kepada anak didik, namun hanya memindahkan sejumlah rumusan atau dalil kepada siswa untuk dihafal yang kemudian akan dikeluarkan jika diperlukan. Oleh sebab itu, diperlukan adanya r(evolusi) yang tidak hanya baik, tetapi yang lebih penting, yaitu dapat mentransformasi kehidupan siswa. Kita sadar sepenuhnya, bahwa saat ini, guru merupakan satu-satunya agen perubahan yang memiliki tugas  baik secara institusional maupun non-institusional. Gurulah yang setiap hari mengajarkan nilai rohani, norma, moral, etika, serta pembiasaan karakter positif.
Van Liere, Lucien. Memutus Rantai Kekerasan: Teologi dan Etika Kristen di Tengah Tantangan Globalisasi dan Terorisme Bimo Setyo Utomo
Diligentia: Journal of Theology and Christian Education Vol 3, No 1 (2021): January
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/dil.v3i1.2932

Abstract

Sesuai dengan judulnya “Memutus Rantai Kekerasan: Teologi dan Etika Kristen di Tengah Tantangan Globalisasi dan Terorisme,” buku karya Lucien Van Liere ini ingin mengajak pembacanya untuk memikirkan dan menggumuli keyakinan-keyakinan dan pilihan-pilihan yang harus diambil oleh Gereja maupun individu Kristen di tengah-tengah arus globalisasi yang kian deras melanda dengan berbagai permasalahan, salah satunya adalah kekerasan dan terorisme.
Tafsir Kejadian 2:15 Sebagai Konstruksi Memahami Pelayanan dan Tanggung Jawab Orang Percaya terhadap Lingkungan Bimo Setyo Utomo
BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual Vol 3, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/b.v3i2.177

Abstract

Kerusakan lingkungan telah menjadi masalah bersama umat manusia yang perlu mendapat perhatian serius, terutama dari orang percaya yang harusnya dapat menemukan dasar Alkitab mengenai apa yang harus dilakukan dalam upaya pelestarian lingkungan. Dalam status dan fungsinya diciptakan oleh Allah, manusia tidak hanya menjadi citra Allah, tetapi juga sebagai rekan sekerja Allah. Dalam Kejadian 2:15, Taman Eden sebagai representasi habitat manusia kala itu, disediakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, yaitu dengan cara manusia mengusahakan dan memelihara Taman Eden tersebut. Oleh sebab itu, dalam upaya mencari dasar teologis mengenai peran orang percaya dalam mengupayakan kelestarian lingkungan, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai makna kata mengusahakan dan memelihara Taman Eden melalui metode eksegesa. Penulis melakukan analisis terhadap kata kerja tesebut, kemudian melengkapinya dengan sebuah tafsiran yang didapat dari berbagai sumber yang bekaitan dengan nats Kejadian 2:15. Hasilnya adalah temuan teologis yang menghasilkan konsep tentang pelayanan dan tanggung jawab orang percaya terhadap lingkungan.
Karakteristik Kepemimpinan Hamba Yesus Kristus menurut Filipi 2:5-8 Bimo Setyo Utomo
DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika Vol 3, No 2: Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Real Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (445.689 KB) | DOI: 10.53547/diegesis.v3i2.78

Abstract

In His time on earth, Jesus Christ introduced, taught, and practiced a model of leadership that had excellence. For Jesus, a leader is a servant, so leadership is the same as a ministry, not power. This research will examine the characteristics of the servant leadership of Jesus according to Philippians 2: 5-8. According to researchers, the analysis of the text of Philippians 2: 5-8 is very precise because the context in the Philippians at that time was a threat of enmity and division. This is the background of the writing of Philippians, especially Philippians chapter 2 where Paul wanted them to remain united and humble themselves like Christ. Because by not being selfish, humble, having servant character, and being willing to be led well, it is Paul's hope that the Philippians will remain strong and steadfast. The approach used in this research is qualitative, by applying the descriptive analysis method to the text of Philippians 2: 5-8, which results in three characteristics of the servant leadership of Jesus Christ, namely the willingness to lose rights, the humility of Jesus, and the obedience of Jesus.AbstrakDalam masa hidup-Nya di bumi, Yesus Kristus memperkenalkan, mengajarkan, dan mempraktikkan sebuah model kepemimpinan yang memiliki keunggulan. Bagi Yesus, pemimpin adalah seorang hamba atau pelayan, sehingga kepemimpinan sama dengan sebuah pelayanan, bukan kekuasaan. Pada penelitian ini akan diteliti karakteristik kepemimpinan hamba dari Yesus menurut Filipi 2:5-8. Menurut peneliti, analisa terhadap teks Filipi 2:5-8 sangat tepat karena konteks dalam jemaat Filipi pada waktu itu terjadi ancaman perseteruan dan perpecahan. Hal ini yang melatarbelakangi penulisan surat Filipi, khususnya Filipi pasal 2 dimana Paulus ingin mereka tetap bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus. Sebab dengan tidak saling mementingkan diri sendiri, rendah hati, memiliki karakter hamba, dan bersedia dipimpin dengan baik, maka harapan Paulus, jemaat Filipi ini tetap dapat kuat dan teguh. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan menerapkan metode deskriptif analisis pada teks Filipi 2:5-8, yang menghasilkan tiga karakteristik dalam kepemimpinan hamba dari Yesus Kristus, yaitu kerelaan untuk kehilangan hak, kerendahan hati Yesus, dan ketaatan Yesus.
Tinjauan Teologis Mengenai Konsep Purgatory dan Implikasinya Terhadap Soteriologi [Theological Review of the Concept of Purgatory and Its Implications for Soteriology] Suparman Suparman; Bimo Setyo Utomo; Dahlia Juliadil Veronica Zebua
Diligentia: Journal of Theology and Christian Education Vol 6, No 1 (2024): January
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/dil.v6i1.7685

Abstract

The concept of purgatory or what is known as purification is one of the concepts that the Catholic Church believes as a truth for those who during their lifetime had a close relationship with God, but were still not pure enough to enter heaven, so a purification process is needed. The Catholic Church provides the basis of Bible verses and Deuterocanonics to support its teachings and the process will take place according to the sins that have been committed while living in this world. This research uses qualitative methods with a library approach. Using the literature method, the researcher will explain the concept of purgatory in the teachings of the Catholic Church from accurate sources, originating from Catholic circles themselves which will be reviewed theologically-critically to find that the concept of purgatory is contrary to the redemptive work of Jesus Christ on the cross. In the end, the concept of purgatory is not in accordance with what God has stated in His Word and has implications for soteriology, namely: Jesus is the only way of salvation, salvation is a grace, and praying for the dead is not Biblical.BAHASA INDONESIA ABSTRACT: Konsep api penyucian atau yang dikenal dengan istilah purifikasi merupakan salah satu konsep yang diyakini Gereja Katolik sebagai sebuah kebenaran bagi mereka yang semasa hidupnya memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, namun masih belum cukup murni untuk masuk surga, sehingga diperlukan proses pemurnian. Gereja Katolik memberikan dasar ayat-ayat Alkitab dan Deuterokanonika untuk mendukung ajarannya dan prosesnya akan berlangsung sesuai dengan dosa yang telah dilakukan selama hidup di dunia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kepustakaan. Dengan menggunakan metode kepustakaan, peneliti akan menjelaskan konsep api penyucian dalam ajaran Gereja Katolik dari sumber-sumber yang akurat, yang berasal dari kalangan Katolik sendiri yang kemudian akan ditinjau secara teologis-kritis untuk menemukan bahwa konsep api penyucian bertentangan dengan karya penebusan Yesus Kristus di kayu salib. Pada akhirnya, konsep api penyucian tidak sesuai dengan apa yang telah Tuhan nyatakan dalam Firman-Nya dan berimplikasi pada soteriologi, yaitu: Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan, keselamatan adalah anugerah, dan mendoakan orang mati tidak Alkitabiah.