Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

LAPORAN KASUS: DERMATITIS NUMULARIS DISERTAI INFEKSI SEKUNDER PADA ANAK USIA 2 TAHUN DI RSUD PASAR REBO Nina Ajeng Saputri; Hapsari Triandriyani; Nenden Lilis
Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 9 No. 6 (2024): Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5455/nutricia.v9i6.10060

Abstract

Pendahuluan: Dermatitis numular dikenal juga dengan nama eksim numular eksim diskoid atau neurodermatitis numular; merupakan peradangan berupa lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi atau lesi awal berupa papul disertai vesikel (papulovesikel), biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing) dan biasanya menyerang ekstremitas. Laporan Kasus: Laporan kasus ini menyajikan kasus dermatitis numularis pada anak usia 2 tahun. Awalnya pasien datang dengan bercak kemerahan dikedua tungkai dan kedua lengan sejak 4 bulan yang lalu disertai gatal-gatal didaerah bercak. Empat bulan yang lalu pasien bermain pasir dam sempat digigit seekor serangga, pasien mengalami gatal di daerah tungkai kiri bawah, awal mulanya seperti beruntus berukuran seperti biji jarum. Awalnya beruntus berukuran kecil dan hanya terdapat di tungkai kiri saja, namun semakin lama menjadi banyak dan meluas hingga menyatu membentuk bulat lonjong yang terlihat bertumpuk-tumpuk. Pasien berobat ke puskesmas dan belum kian sembuh. Kesimpulan: Dermatitis numular merupakan peradangan berupa lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas, biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing) dan biasanya menyerang ekstremitas. Dermatitis numular sering kali mengikuti perjalanan kronis yang ditandai dengan kekambuhan. Pengobatan yang optimal pada pasien dermatitis numularis akan menjadi pertimbangan untuk memberikan terapi yang tepat pada pasien sehingga diharapkan dapat memperbaiki prognosis.
LAPORAN KASUS: MORBUS HANSEN TIPE MULTIBASILER Rafilah Dinira; Hapsari Triandriyani; Hadi Firmansyah
Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 9 No. 6 (2024): Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5455/nutricia.v9i6.10155

Abstract

ABSTRACT Background: Morbus Hansen is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium leprae. This disease can cause serious complications if left untreated, especially the multibacillary (MB) type, which is characterized by numerous skin lesions and significant nerve damage. Objective: This case report aims to provide a diagnostic description and management of multibacillary type Morbus Hansen patients. Method: The case of a 60 year old male patient was reported with complaints of non-itchy red spots and numbness in the hands. Dermatological and bacteriological examinations are performed to confirm the diagnosis. Results: The diagnosis of multibacillary type Hansen's Morbus was confirmed based on the presence of more than five lesions, loss of sensation, and positive results of the acid-fast bacillus (BTA) examination. Treatment was given in the form of Multi-Drug Treatment (MDT) with Rifampicin, Dapsone and Clofazimine according to WHO recommendations. Conclusion: Early treatment of multibacillary Morbus Hansen cases can prevent further complications. Education regarding the importance of appropriate treatment and reducing stigma is also very important to improve patient quality of life ABSTRAK Latar Belakang: Morbus Hansen merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi serius jika tidak ditangani, terutama pada tipe multibasiler (MB), yang ditandai dengan banyaknya lesi kulit dan kerusakan saraf yang signifikan. Tujuan: Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran diagnostik dan penatalaksanaan pada pasien Morbus Hansen tipe multibasiler. Metode: Dilaporkan kasus seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun dengan keluhan bercak kemerahan yang tidak gatal serta mati rasa pada tangan. Pemeriksaan dermatologi dan bakteriologis dilakukan untuk memastikan diagnosis. Hasil: Diagnosis Morbus Hansen tipe multibasiler ditegakkan berdasarkan adanya lebih dari lima lesi, hilangnya sensasi, dan hasil positif pemeriksaan basil tahan asam (BTA). Pengobatan diberikan berupa Multi-Drug Treatment (MDT) dengan Rifampisin, Dapson, dan Clofazimine sesuai rekomendasi WHO. Kesimpulan: Penanganan dini pada kasus Morbus Hansen tipe multibasiler dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Edukasi mengenai pentingnya pengobatan yang tepat dan pengurangan stigma juga sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
LAPORAN KASUS: DERMATITIS KONTAK IRITAN Amara Aurelia; Hapsari Triandriyani; Hadi Firmansyah
Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 9 No. 6 (2024): Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5455/nutricia.v9i6.10219

Abstract

ABSTRACT Background: Contact dermatitis is an inflammatory skin condition caused by exposure to chemicals or irritants that damage the skin's protective barrier, divided into irritant contact dermatitis (ICD), which does not involve an immune response, and allergic contact dermatitis (ACD), which is mediated by an immune reaction, with ICD often being difficult to detect clinically and requiring avoidance of irritants as the primary treatment. Objective: This case report aims to provide a diagnostic overview and management of a patient with Irritant Contact Dermatitis. Method: A case is reported of a 33-year-old female patient presenting with peeling skin between her fingers accompanied by pain and itching. Examination, including anamnesis and dermatological status, was conducted to establish the diagnosis. Results: The diagnosis of Irritant Contact Dermatitis relies on patient anamnesis, physical examination, and supporting tests to differentiate it from Allergic Contact Dermatitis. Conclusion: The diagnosis of irritant contact dermatitis (ICD) in the patient was established through anamnesis, physical examination, and patch testing to rule out allergic contact dermatitis, with management including irritant avoidance, use of personal protective equipment, topical corticosteroids, systemic medications if necessary, and long-term education to prevent recurrence. ABSTRAK Latar Belakang: Dermatitis kontak adalah penyakit kulit eksim inflamasi yang disebabkan oleh paparan bahan kimia atau iritan yang merusak lapisan pelindung kulit, terbagi menjadi dermatitis kontak iritan (DKI) yang tidak melibatkan respons imun dan dermatitis kontak alergi (DKA) yang dimediasi oleh reaksi imun, dengan DKI sering kali sulit terdeteksi secara klinis dan memerlukan penghindaran bahan iritan sebagai terapi utama. Tujuan: Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran diagnostik dan penatalaksanaan pada pasien Dermatitis Kontak Iritan. Metode: Dilaporkan kasus seorang pasien Perempuan berusia 33 tahun dengan keluhan kulit pada sela jari yang terkelupas disertai perih dan gatal. Pemeriksaan seperti anamnesis serta status dermatologikus dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Hasil: Diagnosis Dermatitis Kontak Iritan tidak lepas dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, serta pemeriksaan penunjang untuk membedakan dengan diagnosa Dermatitis Kontak Alergi. Kesimpulan: Diagnosis dermatitis kontak iritan (DKI) pada pasien ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan uji tempel untuk menyingkirkan dermatitis kontak alergi, dengan penatalaksanaan meliputi penghindaran iritan, penggunaan alat pelindung diri, kortikosteroid topikal, serta obat sistemik jika diperlukan, dan edukasi jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
LAPORAN KASUS: HERPES ZOSTER PADA LANSIA Dinda Mulya Arrifa; Hapsari Triandriyani; Hadi Firmansyah
Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 9 No. 6 (2024): Medic Nutricia : Jurnal Ilmu Kesehatan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5455/nutricia.v9i6.10223

Abstract

ABSTRACT Background: Shingles is a viral infection of varicella zoster that affects the nerves and is characterised by a unilateral herpetic eruption on the skin. In general, shingles is a self-limiting disease, but in some cases it can cause complications. Objective: This case report aims to provide a diagnostic description and management of patients with Herpes zoster. Method: A case report of herpes zoster in an 83-year-old man. From anamnesis, complaints were found in the form of lesions on the neck, shoulders, right arm, and back that had appeared since four days before the patient was hospitalised. Dermatological and bacteriological examinations are performed to confirm the diagnosis. Results: This patient had clustered erythematous papules following a dermatome pattern on the neck, shoulder and right arm, and a risk factor of a history of chickenpox. This clinical picture is typical for herpes zoster, so other differential diagnoses can be ruled out. The patient was given Acyclovir 800 mg, taken five times a day for seven days, as the main antiviral drug. Conclusion: In general, shingles is a self-limiting disease, but in some cases it can cause complications. The prognosis of the disease is influenced by the age of the patient when infected. Patients under 50 years old have a better prognosis than patients over 50 years old. ABSTRAK Latar Belakang: Herpes zoster adalah infeksi virus varicella zoster yang memengaruhi saraf dan ditandai dengan erupsi herpes unilateral pada kulit. Pada umumnya, herpes zoster adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi. Tujuan: Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan gambaran diagnostik dan penatalaksanaan pasien dengan Herpes zoster. Metode: Laporan kasus herpes zoster pada seorang pria berusia 83 tahun. Dari anamnesis ditemukan keluhan berupa lesi pada leher, bahu, lengan kanan, dan punggung yang muncul sejak empat hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Pemeriksaan dermatologis dan bakteriologis dilakukan untuk memastikan diagnosis. Hasil: Pasien ini memiliki papula eritematosa bergerombol mengikuti pola dermatom di leher, bahu dan lengan kanan, dan faktor risiko riwayat cacar air. Gambaran klinis ini khas untuk herpes zoster, sehingga diagnosis banding lainnya dapat disingkirkan. Pasien diberikan Asiklovir 800 mg, diminum lima kali sehari selama tujuh hari, sebagai obat antivirus utama. Kesimpulan: Secara umum, herpes zoster adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi. Prognosis penyakit ini dipengaruhi oleh usia pasien saat terinfeksi. Pasien berusia di bawah 50 tahun memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien berusia di atas 50 tahun.