Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS HUKUM TRANSPLANTASI KORNEA DI INDONESIA Prenama Wiguna, Gusti Ngurah Bagus; I. B. Gd. Surya Putra Pidada
Medika Alkhairaat: Jurnal Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Vol 6 No 3 (2024): Desember
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/ma.v6i3.250

Abstract

ABSTRAK Transplantasi kornea merupakan operasi untuk mengganti seluruh bagian kornea yang rusak dengan jaringan donor yang sehat. Setiap tahunnya berdasarkan data dari American Academy of Ophtalmology sudah dilakukan sebanyak 185,000 tindakan transplantasi kornea pada 116 negara dan 284.000 kornea di produksi di 82 negara. Di Indonesia kelainan kornea menjadi penyebab kebutaan nomor 4, hingga tahun 2023 berdasarkan data dari Lions Eye Bank Jakarta telah dilakukan sebanyak 453 tindakan transplantasi kornea dan di Yogyakarta dalam setahun belakangan dilakukan hanya 16 tindakan transplantasi. Rendahnya jumlah pendonor di Indonesia serta masih minimnya akses ke bank kornea menjadi salah satu penyebab sulitnya tindakan ini terlaksana. Regulasi yang tidak spesifik yang diberlakukan di Indonesia nampaknya menjadi salah satu faktor dari rendahnya jumlah pendonor dan kepastian hukum bagi mereka yang berperan sebagai pendonor dan penerima juga masih perlu di pertanyakan. Berdasarkan kejadian ini peneliti ingin menelaah lebih dalam mengenai aturan hukum transplantasi kornea di Indonesia. Menganalisis dan memahami aturan hukum terkait transplantasi organ secara umum dan transplantasi kornea secara khusus baik di Indonesia dan Negara Luar, serta menganalisi lebih lanjut terkait rendahnya jumlah pendonor kornea. Merupakan penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Menggunakan analisis preskriptif yang mana memberi argumentasi untuk memberikan penilaian terkait aturan hukum transplantasi organ yang ada di Indonesia dan Negara Luar serta menganalis faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya pendonor kornea. Aturan hukum terkait transplantasi organ secara umum di Indonesia terdapat pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 38 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Transplantasi Organ. Jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Prancis dan juga Singapura sebagian besar mengadopsi dari beberapa regulasi diantaranya UAGA, NOTA, HOTA dan MTERA. Aturan hukum terkait transplantasi organ di Indonesia telah di atur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kesehatan No 38 Tahun 2016. Aturan yang sama juga termuat dalam UAGA, NOTA, HOTA dan MTERA. Adanya aturan-aturan ini secara keseluruhan membahas topik yang hampir sama yaitu transplantasi organ dan/atau jaringan secara umum dan kornea secara khusus bertujuan untuk kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersilkan. Walaupun kepastian hukum terkait dengan prosedur transplantasi kornea sudah banyak namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi masih sedikitnya jumlah pendonor, diantaranya informasi terkait donor organ, tingkat pendidikan calon donor, pengalaman hidup sebelumnya yang berkaitan dengan kebutuhan donor organ, proses administrasi yang cukup rumit serta kepercayaan terhadap suatu tradisi dan spiritual tertentu.
STRATEGI ANTISIPASI SENGKETA MEDIS PADA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT Prenama Wiguna, Gusti Ngurah Bagus; I. B. Gd. Surya Putra Pidada; Wikan Basworo
Medika Alkhairaat: Jurnal Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Vol 7 No 01 (2025): April
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/ma.v7i01.251

Abstract

ABSTRAK Kejadian sengketa medis mengalami peningkatan di seluruh dunia. Setiap tahun sekitar 7.4 % dokter mengalami dugaan malpraktik, dimana 1.6 % diantaranya melakukan pembayaran ganti rugi, di Amerika Serikat sejak tahun 1991 hingga 2005. Dasar hukum terkait sengketa medis diatur dalam Undang-Undang Tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoensia Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Untuk mengetahui perbandingan kasus sengketa medis di dunia dan di Indonesia, untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa medis serta untuk memahami upaya yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi sengketa medis yang dapat terjadi pada pelayanan di rumah sakit. Menggunakan analisis preskriptif yang memberikan argumentasi untuk memberikan penilaian terkait perbandingan kasus sengketa medis yang ada di dunia dengan di Indonesia, penyebab terjadinya sengketa medis serta upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan konseptual (conceptual approach). Kasus sengketa medis baik di dunia maupun di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, penyebab terjadinya sengketa medis diantaranya kesenjangan pengetahuan yang mengecil antara dokter dengan pasien, timbul rasa tidak puas pada diri pasien, serta terjadinya pengabaian nilai-nilai etika. Selain itu sengketa juga dapat timbul apabila pasien telah menyatakan bahwa dokter gagal dalam merawat mereka dan gagalnya perjanjian antara dokter dan pasien yang telah terjalin. Pendekatan dengan Restorative Justice masih menjadi pilihan utama dalam penyelesaian kasus sengketa medis. Kemudian apabila berakhir pada proses hukum, pihak rumah sakit tetap memberikan bantuan hukum, diantaranya konsultasi hukum, memfasilitasi mediasi dan proses peradilan, pemberian advokasi hukum, memberikan pendampingan dalam penyelesaian sengketa medis serta mengalokasikan anggaran untuk pendanaan proses hukum dan ganti rugi. Penghormatan terhadap hak dan kewajiban pasien, serta menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional serta selalu dalam kaidah peraturan perundan-undangan dan juga hukum, menjadi poin penting dalam mencegah terjadinya sengketa medis. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya sengketa medis yaitu penguatan secara internal dengan memberikan perlindungan hukum terhadap semua komponen yang bertugas di lingkungan rumah sakit, pelaksanaan perbaikan mutu pelayanan, melaksanakan program-program yang telah disusun oleh komite medis, dan komunikasi yang baik antara pasien, petugas kesehatan, serta rumah sakit. ABSTRACT The incidence of medical disputes is increasing worldwide. Each year, approximately 7.4% of physicians are victims of malpractice allegations, of which 1.6% pay compensation, in the United States between 1991 and 2005. This study aim to compare medical dispute cases worldwide and in Indonesia, to discover the causes of medical disputes, and to understand the efforts that can be made to anticipate medical disputes that may arise in hospital wards. Method used prescriptive analysis using the statutory approach and the conceptual approach. The results shows that medical dispute cases worldwide and in Indonesia are increasing every year. The causes of these medical disputes include the narrowing of the knowledge gap between physicians and patients, the emergence of patient dissatisfaction, and the neglect of ethical values. The restorative justice approach remains the main choice for resolving medical disputes. In conclusion respecting the patient's rights and obligations, as well as fulfilling duties and obligations in accordance with professional standards, standard operating procedures and always within the framework of legal regulations and the law, are important points in preventing medical disputes. In addition, internal strengthening of the hospital environment is also an important point in minimizing the occurrence of medical conflicts.