Kota Tasikmalaya memiliki potensi yang cukup besar pada bidang industri usaha mikro kecil menengah, khususnya kerajinan tangan menjadi komoditas unggulan dalam meningkatkan perekonomian. Kota Tasikmalaya memiliki sembilan komoditas unggulan diantaranya: payung geulis, bordir, batik, anyaman bambu, anyaman mendong, mebel, konveksi, alas kaki dan makanan olahan. Untuk mengembangkan komoditas tersebut diperlukan fasilitasi sarana prasarana dalam menunjang dan meningkatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Adapaun fasilitas yang dimiliki Kota Tasikmalaya dalam menunjang kegiatan UMKM yaitu program Pusat Pengembangan Industri dan Kerajinan (PPIK). Penelitian dilatarbelakangi oleh manajemen kinerja yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya terhadap program Pusat Pengembangan Industri Kerajinan. Peneliti menggunakan teori manajemen kinerja balanced scorecard yang terdiri dari empat dimensi, namun pada penelitian ini akan menggunakan dua dimensi dikarenakan keterbatasan data yang dimiliki oleh peneliti. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Hasilnya pada perspektif pelanggan, secara keseluruhan pembinaan dan pelayanan yang diselenggarakan Diskumkm Perindag Kota Tasikmalaya sudah baik meskipun belum ada penilaian dinas dengan PPIK belum dibuat secara terpisah. Sedangkan pada perspektif proses bisnis internal, Diskumkm Perindag Kota Tasikmalaya memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan anggaran sehingga ada beberapa fasilitas di PPIK yang kesulitan dipelihara karena keterbatasan tersebut. Diskumkm Perindag Kota Tasikmalaya memiliki opsi agar PPIK diberi kewenangan yang mandiri maka PPIK harus berdiri mandiri menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Kesimpulan menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen kinerja pemerintahan balanced scorecard sudah terlaksana namun belum optimal dalam beberapa perspektif.