Critical thinking skills are essential 21st-century competencies that need to be developed in science learning, particularly in physics. This study aims to analyze the level of critical thinking skills of junior high school students on the topic of simple machines. The research employed a descriptive quantitative method involving 30 eighth-grade students from a private junior high school in Sidoarjo. The research instruments consisted of a needs questionnaire and a diagnostic test based on indicators of critical thinking skills, namely: providing simple explanations, building basic skills, and drawing conclusions. The results showed that students’ critical thinking skills were in the low category with an average score of 39.9%. The indicator for providing simple explanations scored 38.3% (low), building basic skills scored 36.6% (low), and drawing conclusions scored 45% (moderate). The study indicates that passive learning approaches and the lack of interactive media are major obstacles. Therefore, innovative, problem-based learning models supported by technology are needed to enhance students’ critical thinking skills. ABSTRAKKeterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan esensial abad ke-21 yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPA, khususnya fisika. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keterampilan berpikir kritis peserta didik SMP pada materi pesawat sederhana. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan subjek 30 peserta didik kelas VIII di salah satu SMP swasta di Sidoarjo. Instrumen penelitian terdiri dari angket dan tes diagnostik berbasis indikator keterampilan berpikir kritis, yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, dan menyimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis peserta didik berada pada kategori rendah dengan rata-rata 39,9%. Indikator memberikan penjelasan sederhana memperoleh persentase sebesar 38,3% (rendah), indikator membangun keterampilan dasar memperoleh persentase sebesar 36,6% (rendah), dan indikator menyimpulkan memperoleh persentase sebesar 45% (Cukup). Penelitian ini mengindikasikan bahwa pendekatan pembelajaran yang pasif dan kurangnya media interaktif menjadi hambatan utama. Dengan demikian, diperlukan model pembelajaran inovatif dan berbasis masalah yang didukung teknologi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.