Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Fungsi Kaderisasi Partai Politik dalam Kepemimpinan Nasional dan Daerah: Studi Fungsi Kaderisasi Partai Politik Golkar dan Nasdem di NTT Ash Sifa, Nurul; G. Tuba Helan, Yohanes; K.E.R Nuban , Detji
Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal Vol. 2 No. 12 (2024): Multidiciplinary Scientifict Journal
Publisher : Al Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/mutiara.v2i12.303

Abstract

Keberhasilan demokrasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fungsi kaderisasi partai politik dalam mencetak pemimpin yang kompeten. Namun, banyak partai politik yang belum menerapkan sistem kaderisasi yang efektif dan berkelanjutan, khususnya dalam konteks Partai Golkar dan Nasdem di Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan fungsi kaderisasi partai politik dan tantangan yang dihadapi dalam implementasi kaderisasi untuk kepemimpinan nasional dan daerah. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan empiris, dengan pendekatan legislasi dan analisis bahan hukum untuk mencari solusi atas masalah yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada aturan khusus dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang mengatur durasi dan frekuensi kaderisasi, sehingga pelaksanaannya cenderung tidak sistematis. Pola rekrutmen masih bersifat sentralistik dan tidak mempertimbangkan kompetensi individu, serta terbatas pada pelatihan singkat menjelang pemilu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada aturan khusus dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang mengatur durasi dan frekuensi kaderisasi, sehingga pelaksanaannya cenderung tidak sistematis. Pola rekrutmen masih bersifat sentralistik dan tidak mempertimbangkan kompetensi individu, serta terbatas pada pelatihan singkat menjelang pemilu. Untuk meningkatkan kualitas kader dan efektivitas kaderisasi, perlu ada regulasi yang jelas tentang durasi dan tahapan kaderisasi serta pengembangan kompetensi yang berkelanjutan. Penguatan sistem kaderisasi dalam partai politik sangat diperlukan untuk menciptakan pemimpin yang berkualitas di tingkat nasional dan daerah.
Pengaturan Masa Jabatan Anggota Lembaga Perwakilan dan Hubungannya dengan Prinsip Demokrasi Konstitusional Indonesia Martina Benu, Erlin; G. Tuba Helan, Yohanes; Kotan Y. Stefanus, Kotan
Blantika: Multidisciplinary Journal Vol. 3 No. 3 (2025): Reguler Issue
Publisher : PT. Publikasiku Academic Solution

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/blantika.v3i3.302

Abstract

Konstitusi merupakan elemen fundamental dalam suatu negara, yang mengatur pembentukan lembaga negara dan pembatasan kekuasaan. Di Indonesia, tidak terdapat pembatasan masa jabatan bagi anggota lembaga perwakilan, yang berpotensi mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan oligarki. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian pembatasan masa jabatan anggota lembaga perwakilan dengan prinsip demokrasi konstitusional dan implikasi hukumnya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan tekstual dan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan yang ada tidak memberikan batasan yang jelas mengenai masa jabatan, sehingga memungkinkan anggota lembaga perwakilan menjabat lebih dari dua periode. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang menuntut adanya regenerasi kepemimpinan dan keseimbangan kekuasaan. Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan bahwa perlu adanya pembatasan masa jabatan untuk mendorong partisipasi politik yang lebih luas dan menciptakan pemerintahan yang lebih akuntabel. Pembatasan ini diharapkan dapat memperkuat demokrasi di Indonesia dan mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dalam lembaga perwakilan.
Fungsi Kaderisasi Partai Politik dalam Kepemimpinan Nasional dan Daerah: Studi Fungsi Kaderisasi Partai Politik Golkar dan Nasdem di NTT Ash Sifa, Nurul; G. Tuba Helan, Yohanes; K.E.R Nuban , Detji
Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal Vol. 2 No. 12 (2024): Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal
Publisher : Al Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/mutiara.v2i12.303

Abstract

Keberhasilan demokrasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fungsi kaderisasi partai politik dalam mencetak pemimpin yang kompeten. Namun, banyak partai politik yang belum menerapkan sistem kaderisasi yang efektif dan berkelanjutan, khususnya dalam konteks Partai Golkar dan Nasdem di Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan fungsi kaderisasi partai politik dan tantangan yang dihadapi dalam implementasi kaderisasi untuk kepemimpinan nasional dan daerah. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan empiris, dengan pendekatan legislasi dan analisis bahan hukum untuk mencari solusi atas masalah yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada aturan khusus dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang mengatur durasi dan frekuensi kaderisasi, sehingga pelaksanaannya cenderung tidak sistematis. Pola rekrutmen masih bersifat sentralistik dan tidak mempertimbangkan kompetensi individu, serta terbatas pada pelatihan singkat menjelang pemilu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada aturan khusus dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang mengatur durasi dan frekuensi kaderisasi, sehingga pelaksanaannya cenderung tidak sistematis. Pola rekrutmen masih bersifat sentralistik dan tidak mempertimbangkan kompetensi individu, serta terbatas pada pelatihan singkat menjelang pemilu. Untuk meningkatkan kualitas kader dan efektivitas kaderisasi, perlu ada regulasi yang jelas tentang durasi dan tahapan kaderisasi serta pengembangan kompetensi yang berkelanjutan. Penguatan sistem kaderisasi dalam partai politik sangat diperlukan untuk menciptakan pemimpin yang berkualitas di tingkat nasional dan daerah.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Perkara Open Legal Policy Menurut Sistem Ketatanegaraan Indonesia T. Emadjaik, Mario; Yohanes, Saryono; G. Tuba Helan, Yohanes
Journal of Comprehensive Science Vol. 3 No. 12 (2024): Journal of Comprehensive Science (JCS)
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jcs.v3i12.2941

Abstract

The issue of the Constitutional Court's authority in assessing a decision related to open legal policy has become a very interesting discussion and has received a lot of attention from the public. As explained above, when rejecting a case, the Constitutional Court always argues that the case is an open legal policy, which is the authority of the DPR as the legislator. In several recent decisions, the Constitutional Court has been inconsistent in viewing and adjudicating cases that have an open legal policy nuance. One example of the court being inconsistent in the decisions it makes is regarding the election law regarding age limits, which has recently become a legal debate. The Constitutional Court as the guardian and interpreter of the constitution or “the guardian and the sole and the highest interpreter of the constitution” in several of its decisions regarding age in elections, it provides its interpretation contained in various decisions related to open legal policies made by legislators. Therefore, the formulation of the problem contained in this research is how to regulate the authority of the Constitutional Court in reviewing laws related to open legal policy and what are the legal implications of the authority of the Constitutional Court in deciding cases related to open legal policy. The research used in this writing uses normative legal research. This research uses a statutory approach, a conceptual approach. The research results show that the authority of the constitutional court in deciding open legal policy cases is contrary to the authority possessed by the constitutional court and has implications for the concept of the division of power. The Constitutional Court must have a clear legal basis in looking at cases related to open legal policy so that in the future the constitutional court will have a clear perspective. the same so that there are no more inconsistencies in the Constitutional Court's decisions regarding cases that have an open legal policy nuance. Regulations regarding open legal policy must be regulated in detail so that the norm testing process carried out has clear standards and mechanisms so as to provide legal certainty for the community
Pengaturan Pembentukan Daerah Khusus dan Daerah Istimewa di Indonesia Satria Hanas, Clinton; Y. Stefanus, Kotan; G. Tuba Helan, Yohanes
Journal of Comprehensive Science Vol. 3 No. 12 (2024): Journal of Comprehensive Science (JCS)
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jcs.v3i12.2943

Abstract

The lack of clarity regarding the determination of an autonomous region to become a special region and a special region even though the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has been regulated in Article 18. But regarding how the mechanism and conditions that can be met by a region to be a special region and a special region do not have definite rules. This research is a normative legal research with statutory, conceptual, historical and comparative approaches that apply to determine the overall legal regulations. The results show that the regulation of the status of regions (symmetrical decentralization), special regions and special regions in Indonesia is regulated in Article 18 of the 1945 Constitution; The Local Government Act is a derivative arrangement of Article 18 although it regulates thoroughly about how the requirements for the formation of regions (symmetrical decentralization) but does not regulate the requirements for the formation of special regions and special regions in the Act such as regions (symmetrical decentralization), there is only recognition of special regions and special regions; So it is necessary for future laws to accommodate this.