Saat ini produk reject bukanlah suatu komoditas yang diperjualbelikan di Indonesia, salah satunya adalah produk pembalut reject . Produk pembalut reject ini banyak beredar di pasaran seperti yang ada di aplikasi Shopee. Pembalut reject sendiri dijelaskan sebagai produk yang tidak lolos tahap quality control (QC) dan memiliki cacat atau kerusakan yang seharusnya tidak layak edar berdasarkan hukum di Indonesia. Dari segi hukum syariah ekonomi, pembalut reject dengan risiko bahanya ( d}arar ) terhadap kesehatan penggunanya dapat menjadi praktik jual beli yang dilarang karena sebab syarat objeknya. Meski begitu, produk pembalut reject tetap banyak beredar di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik penjualan pembalut reject di Shopee dari perspektif Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia dan Hukum Ekonomi Syariah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi, serta analisis data secara deskriptif analitis berbasis pendekatan lapangan ( penelitian lapangan ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembalut reject yang dijual melalui Aplikasi Shopee ialah produk yang dalam kondisi yang tidak sesuai standar produksi (rusak) yang dalam kondisi cacat dan bolong. Temuan di lapangan menjadi alasan sehingga penjualan pembalut menolak UU Perlindungan Konsumen. Dari perspektif hukum syariah ekonomi, penjualan pembalut reject dapat memberikan hukum mubah bilamana tidak menimbulkan bahaya dan risiko kesehatan pengguna secara pasti, namun apabila produk tersebut menyebabkan dampak negatif yang pasti maka praktik tersebut adalah jual beli yang dilarang. Dari perspektif d}arar hukumnya menjadi boleh karena dampak yang ditimbulkan adalah d}arar khafi , atau mad}arat yang belum pasti dampaknya.