Putri, Senia Wandalillah
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERBEDAAN KONSEP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MEYEBABKAN MATI BERDASARKAN PADA PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2020/PN.KPN Putri, Senia Wandalillah; Rusdiana, Emmilia
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol. 10 No. 02 (2023): Novum : Jurnal Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.50709

Abstract

Putusan Nomor 1/ Pid.sus – Anak/ 2020/ PN.KP ini memutuskan bahwa Anak telah melakukan tindak pidana penganiayaan menyebabkan mati sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP. Namun, dalam faktanya terdapat indikasi bahwa Anak melakukan tindak pidana lain sebelum melakukan penganiayaan menyebabkan mati. Wujud dari perbuatan yang dilakukan oleh Anak yang menyebabkan matinya seseorang dapat diduga sebagai wujud dari tindak pidana pembunuhan. Pada putusan ini Majelis Hakim tidak mempertimbangkan perbarengan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak. Berdasarkan barang bukti, alat bukti serta fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Anak juga melanggar ketentuan pada Pasal 2 ayat (1) UU Drt No. 12 Tahun 1951 tentang tanpa hak memiliki senjata tajam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan konsep tindak pidana pembunuhan dengan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan mati serta untuk mengetahui kesesuaian hakim dengan tidak menerapkan perbarengan tindak pidana pada putusan Nomor 1/ Pid.sus – Anak/ 2020/ PN.KPN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif. Hasil penelitian ini yakni perbedaan mendasar pada tindak pidana pembunuhan dengan tindak pidana penganiayaan menyebabkan mati yakni terletak pada unsur “dengan sengaja” yang mana pelaku menghendaki akibat dari perbuatannya.. Penerapan hukum pidana materil dalam kasus penusukan pada Putusan Nomor 1/ Pid.sus – Anak/ 2020/ PN.KPN telah sesuai dengan hukum pidana di Indonesia karena hakim tidak mempertimbangkan perbarengan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak berdasar pada surat dakwaan  Jaksa Penuntut Umum. Hal ini sesuai dengan asas ultra pepita yang mana hakim dilarang memutus perkara diluar dari dakwaan yang ditulis oleh Jaksa Penuntut Umum.
Pertanggungjawaban Hukum terhadap Satwa Liar dilindungi yang Mati Akibat Kelalaian Putri, Senia Wandalillah; Hutagaol, Zefanya Bhenaya Aklesia; Andini, Diajeng Woro; Nasir, Fitrizki Dwi Nanda Utami; Zidan, Achmad Yassin
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 3 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i3.4078

Abstract

Satwa yang dilindungi adalah semua jenis satwa liar, baik yang hidup maupun yang mati, atau bagian-bagiannya, yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai satwa yang dilindungi. Secara keseluruhan, IUCN mencatat sebanyak 539 spesies flora dan fauna Indonesia yang terancam punah, termasuk 69 spesies dalam kategori kritis (critically endangered), 197 spesies dalam kategori endangered, dan 539 spesies dalam kategori rentan (vulnerable. Kepemilikan satwa liar di Indonesia secara pribadi bukanlah hal yang tidak diperbolehkan, dengan artian bahwa seseorang dapat memelihara satwa liar apabila telah memenuhi syarat dan mendapatkan perizinan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA). Alshad Ahmad memelihara Harimau Benggala yang termasuk dalam kategori Appendix I menurut CITES yang merupakan kategori endangered species, sehingga melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (2)  huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Sanksi mengenai pemeliharaan satwa yang dilindungi diatur dalam Pasal 40 ayat (2) UU 5/1990. Apabila karena kelalaiannya (culpa) mengakibatkan matinya satwa langka yang dipeliharanya maka Alshad Ahmad seharusnya dapat  dimintai pertanggungjawaban.