Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kedudukan Hukum Nadzir dalam Wakaf Tunai (Studi Komparasi Empat Madzhab dan UU Wakaf No. 41 Tahun 2004) Mubarok, Sofarul
ISTIKHLAF: Jurnal Ekonomi, Perbankan dan Manajemen Syariah Vol. 6 No. 1 (2024): (Maret 2024)
Publisher : Institut Agama Islam Yasni Bungo Jambi, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51311/istikhlaf.v6i1.647

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan nazhir (pengelola wakaf) dalam pengelolaan wakaf di Indonesia. Perkembangan wakaf saat ini telah meluas hingga pada istilah wakaf uang. Di Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, keberadaan wakaf menjadi titik penting dalam mencapai kesejahteraan. Untuk mewujudkan kesejahteraan dari sektor wakaf, peran nazhir sebagai pengelola wakaf sangat dibutuhkan. Namun, dalam praktiknya masih terdapat sejumlah tantangan. Pemahaman masyarakat yang terbatas, sifat nazhir yang masih tradisional, dan kurangnya dukungan kelembagaan menjadi beberapa kendala utama. Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka yang mengkaji dari perspektif hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terkait pengangkatan, kewajiban, dan tanggung jawab nazhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut ulama, orang yang paling berhak menentukan siapa yang akan menjadi nazhir adalah orang yang mewakafkan harta benda (wakif). Jika wakif tidak menunjuk siapa pun, hak untuk memilih nazhir biasanya jatuh kepada hakim. Akan tetapi ada pula yang berpendapat bahwa apabila telah ditentukan siapa yang akan menerima manfaat dari wakaf (mauquf alaih), maka orang tersebut berhak memilih nazhir. Apabila penerima manfaat tidak mampu melaksanakan tugas nazhir, maka tugas tersebut diserahkan kepada walinya. Lebih lanjut, dari perspektif UU No. 41 Tahun 2004 dapat disimpulkan bahwa kedudukan nazhir sebagai pengelola harta wakaf sangatlah penting, namun perlu adanya upaya untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme nazhir agar pengelolaan wakaf dapat lebih efektif dan efisien.
PENDAMPINGAN LEMBAGA DAKWAH MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL ULAMA’ KECAMATAN BOYOLANGU DALAM MEMBUMIKAN KONSEP MODERASI BERAGAMA BAGI PENGURUS NU SE-KECAMATAN BOYOLANGU Siswanto, Eko; Mubarok, Sofarul
Indonesian Collaboration Journal of Community Services (ICJCS) Vol. 5 No. 4 (2025): Indonesian Collaboration Journal of Community Services
Publisher : Yayasan Education and Social Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53067/icjcs.v5i4.227

Abstract

Boyolangu District is characterized by high religious and cultural diversity, which creates potential social tensions when the concept of religious moderation is not well understood. Nahdlatul Ulama (NU), as the largest Islamic organization in Indonesia, holds a strategic role in promoting inclusive religious practices at the grassroots level. This study aims to describe the level of understanding and implementation of religious moderation among NU Branch (Ranting) administrators in Boyolangu District, analyze the strategies employed by the Dakwah Council of MWC NU Boyolangu in providing guidance, and evaluate the effectiveness of these approaches. The methods used include interactive training, continuous field mentoring, interfaith dialogue facilitation, and the use of digital media for disseminating moderate religious messages. Both quantitative and qualitative evaluations were conducted to assess changes in understanding and practice. The findings reveal that the administrators’ understanding of the concept of religious moderation remains limited, as observed during the mentoring session conducted on October 4, 2025. The strategies adopted by the Dakwah Council include capacity building, community-based mentoring, culturally grounded religious approaches, development of structured dakwah materials, and collaboration with government and educational institutions. Further analysis highlights the need for policy integration at the district level, strengthening religious literacy, utilizing local wisdom, and optimizing digital media as tools for dakwah and conflict resolution.