Studi ini adalah tentang bagaimana terjadinya pertarungan wacana marital rape yang terkait dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) melalui media sosial Instagram. Hal tersebut memungkinkan terjadi dikarenakan internent memberikan akses kepada siapapun untuk masuk kedalam Instagram. Instagram, memfasilitasi interaksi antar individu untuk saling berdiskusi pertukaran ide atau opini baru. Dengan adanya media Instagram, media tersebut menjadi wadah untuk terjadinya diskusi mengenai marital rape, dengan opini yang disampaikan dari berbagai sumber memungkinkan untuk terjadinya pertarungan opini. Kepustakaan yang digunakan sebagai acuan untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini adalah marital rape, Instagram sebagai public sphere, Analisis semiotika sosial. penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode analisis semiotika sosial. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam observasi, dokumentasi dengan screen shoot dan studi literatur. Peneliti menemukan bahwa isu marital rape menjadi perdebatan di media sosial instagram. Terdapat pro dan kontra dalam perdebatan tersebut. Hal ini berlandaskan dari kepercayaan, budaya serta keluarga dan lingkungan masyarakat. Budaya patriarki juga mengambil peran penting dalam pertarungan marital rape ini. Pelaku media massa menjadikan wacana marital rape sebagai topik yang dipilih agar tujuan masing-masing kelompot dapat tepat dengan sasarannya. Bagi kelompok yang kontra terhadap marital rape, mereka lebih merujuk pada sebuah ayat dalam agama islam, dan menyebut bahwa UU PKS dan marital rape adalah produk dari ideologi feminis radikal. Sedangkan untuk kelompok pro marital rape memiliki pandangan yang lebih luas yang mengarah ke hak asasi manusia (terlebih dalam konteks berhubungan seksual) dan mengubah pandangan bahwa seorang perempuan/istri sebagai properti suami yang dianggap layaknya benda tidak bernyawa.