Perceraian atas permintaan istri dalam Islam dikenal dengan istilah khulu’, yang dalam konteks hukum di Indonesia diakomodasi dalam bentuk cerai gugat, sedangkan di Malaysia dikenal dengan khul’ atau tebus talak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan penerapan hukum khulu’ dan cerai gugat di Indonesia dengan khul’ dan tebus talak di Malaysia, baik dari segi regulasi, prosedur hukum, maupun dampaknya terhadap hak-hak perempuan pasca-perceraian. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan komparatif, dengan menelaah sumber hukum primer seperti Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia, serta Undang-Undang Keluarga Islam Negeri di Malaysia. Data juga diperoleh melalui studi kasus putusan pengadilan di kedua negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia, cerai gugat termasuk khulu’ dapat dikabulkan oleh Pengadilan Agama meskipun suami tidak setuju, sedangkan di Selangor Malaysia, suami harus menjatuhkan talak, namun jika menolak, Mahkamah Syariah dapat memaksanya dengan syarat tertentu. Selain itu, tebusan dalam khulu’ di Indonesia tidak selalu diwajibkan, sedangkan di Selangor Malaysia, pembayaran tebus talak merupakan kewajiban yang dapat dinegosiasikan atau ditetapkan oleh pengadilan. Dari segi hak-hak perempuan, perbedaan utama terletak pada pembagian harta bersama (gono-gini di Indonesia vs. harta sepencarian di Malaysia), hak asuh anak, dan nafkah pasca-cerai. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa walaupun kedua negara menerapkan prinsip hukum Islam dalam perceraian, terdapat perbedaan signifikan dalam mekanisme hukum, persyaratan, dan perlindungan terhadap perempuan. Rekomendasi dari penelitian ini mencakup perlunya penyederhanaan prosedur perceraian bagi perempuan di kedua negara serta peningkatan perlindungan hukum terhadap hak-hak mereka pasca-cerai.